Inovasi Nano Sukarno: Ubah Sampah Jadi Biomas hingga Kompor Listrik Bernilai Ekonomis Tinggi
loading...
A
A
A
BANDUNG BARAT - Warga Kampung Kandang Sapi RT 04/01, Desa Bongas, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat (KBB), membuat inovasi dengan mengubah sampah menjadi Biomas, yakni bahan bakar yang terbuat dari sampah atau limbah.
Tidak hanya itu, dengan sentuhan tangan kreatif dari warga yang bernama Nano Sukarno ini, bisa juga membuat bahan bakar dari sampah softex, pampers, diapers yang disebut briket sampah.
Baca juga: Penampakan Masjid Kuno Bondan Berusia 600 Tahun di Indramayu Mulai Lapuk
"Saya mulai mengolah sampah menjadi Biomas sejak 2015, tapi mulai serius mengembangkan inovasi ini sekitar tahun 2019," tuturnya, Jumat (4/2/2022).
Inovasi yang dibuat lainnya adalah bahan bakar yang berbahan dasar sampah. Seperti wood pelet bahan bakar yang terbuat dari limbah kayu. Kemudian membuat inovasi kompor elektrik guna melengkapi produk bahan bakar Biomas, yang dijual dikisaran harga Rp600 ribu hingga Rp800 ribu.
"Produk ini lebih dikenal di daerah Klungkung, Bali ketimbang KBB. Beberapa investor juga sudah ada yang melirik inovasi Biomas yang dibuat saya, seperti dari Norwegia, Kamboja, dan Brazil," sebutnya.
Menurutnya, teknik yang digunakan untuk membuat briket sampah adalah dengan metode peuyeumisasi dan alatnya yang disebut bioaktivator. Sebelumnya sampah tersebut dicacah kasar hingga halus, kemudian dimixer dan ditambah zat perekat, seperti tepung kanji dan ditambahkan bakteri khusus.
"Untuk wood pelet saya dijual seharga Rp2.000-Rp2.500 per kilogram, briket sampah Rp1.500- Rp2.000, sementara arang batok Rp6.000-Rp7.000 per kilogram," sebutnya.
Dikatakannya, permasalahan energi sebenarnya masih sangat kompleks. Salah satunya berkaitan dengan gas elpiji sebagai bahan bakar utama penunjang kehidupan masyarakat di KBB. Harganya yang tinggi menjadi beban masyarakat khususnya yang bermata pencaharian bertani.
"Adanya inovasi ini semoga jadi solusi energi ramah lingkungan berbiaya murah. Semoga saja Pemda KBB bisa mensupport karena ini nanti outputnya juga untuk masyarakat," pungkasnya.
Tidak hanya itu, dengan sentuhan tangan kreatif dari warga yang bernama Nano Sukarno ini, bisa juga membuat bahan bakar dari sampah softex, pampers, diapers yang disebut briket sampah.
Baca juga: Penampakan Masjid Kuno Bondan Berusia 600 Tahun di Indramayu Mulai Lapuk
"Saya mulai mengolah sampah menjadi Biomas sejak 2015, tapi mulai serius mengembangkan inovasi ini sekitar tahun 2019," tuturnya, Jumat (4/2/2022).
Inovasi yang dibuat lainnya adalah bahan bakar yang berbahan dasar sampah. Seperti wood pelet bahan bakar yang terbuat dari limbah kayu. Kemudian membuat inovasi kompor elektrik guna melengkapi produk bahan bakar Biomas, yang dijual dikisaran harga Rp600 ribu hingga Rp800 ribu.
"Produk ini lebih dikenal di daerah Klungkung, Bali ketimbang KBB. Beberapa investor juga sudah ada yang melirik inovasi Biomas yang dibuat saya, seperti dari Norwegia, Kamboja, dan Brazil," sebutnya.
Menurutnya, teknik yang digunakan untuk membuat briket sampah adalah dengan metode peuyeumisasi dan alatnya yang disebut bioaktivator. Sebelumnya sampah tersebut dicacah kasar hingga halus, kemudian dimixer dan ditambah zat perekat, seperti tepung kanji dan ditambahkan bakteri khusus.
"Untuk wood pelet saya dijual seharga Rp2.000-Rp2.500 per kilogram, briket sampah Rp1.500- Rp2.000, sementara arang batok Rp6.000-Rp7.000 per kilogram," sebutnya.
Dikatakannya, permasalahan energi sebenarnya masih sangat kompleks. Salah satunya berkaitan dengan gas elpiji sebagai bahan bakar utama penunjang kehidupan masyarakat di KBB. Harganya yang tinggi menjadi beban masyarakat khususnya yang bermata pencaharian bertani.
"Adanya inovasi ini semoga jadi solusi energi ramah lingkungan berbiaya murah. Semoga saja Pemda KBB bisa mensupport karena ini nanti outputnya juga untuk masyarakat," pungkasnya.
(msd)