Sidang Pertama, Pengacara Terdakwa Sebut Pembangunan RS Batua Tidak Mangkrak
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit (RS) Batua Makassar disidangkan perdana di Pengadilan Negeri Makassar , Senin (31/1/2022). Sebanyak 13 terdakwa hadir secara daring.
Akbar Aries, pengacara salah satu terdakwa yakni Sri Rimayani selaku Kuasa Penggunaan Anggaran sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mengklarifikasi ihwal pembangunan RS yang dianggarkan pada 2018 itu.
Akbar mengaku ada opini yang harus diluruskan. Menurut dia pembangunan RS yang berlokasi di Jalan Abdullah Daeng Sirua Kecamatan Manggala tidaklah mangkrak.
"Karena proyek sudah selesai namun masih menunggu tahap kedua, tapi karena ada masalah seperti ini tidak berlanjut tahapannya. Karena sebagai mana diberitakan dibilang proyek mangkrak. Nah opini itu sangat merugikan klien kami," katanya kepada SINDOnews.
Dia bilang, pembangunan yang hanya terlihat bertonasi ataupun tiang konstruksi itu baru tahap pertama. "Karena anggaran yang disediakan memang hanya sebatas konstruksi tiang di tahap pertama," ungkap Akbar.
Meski begitu, dia tetap menghargai proses peradilan perkara. Kliennya juga tak mengajukan eksepsi atau nota keberatan sebagaimana yang dilakukan tiga terdakwa lainnya.
Alasannya, kata dia, kliennya tidak memenuhi syarat untuk mengajukan eksepsi." Karena bagi kami tidak ada alasan dan apa yang didakwakan sudah memenuhi syarat formil juga tidak ada dugaan salah mengadili," ucapnya.
Akbar mengaku perjalanan peradilan masih panjang dan tentunya upaya pembelaan terus dilakukan. "Pembelaan nanti kami fokus melihat perjalanan dari keterangan saksi-saksi dan bukti-bukti di persidangan," ucapnya.
Diketahui tiga terdakwa yang mengajukan eksepsi adalah, Andi Erwin Hatta Sulolipu selaku bagian dari petinggi atau Direktur di PT Sultana Anugrah. Kemudian Dantje Runtulalo selaku Wakil Direktur CV Sukma Lestari.
Terakhir, Anjas Prasetya Runtulalo selaku pengawas lapangan pembangunan gedung RS Batua Makassar tahap I tahun anggaran 2018. Proses eksepsi diajukan lisan kepada majelis hakim usai pembacaan singkat poin penting dakwaan 13 terdakwa dalam perkara yang sama.
Adapun terdakwa lainnya yakni Andi Ilham Hatta Sulolipu selaku Kuasa Direksi PT Sultana Anugrah, Andi Naisyah Tunur Ania selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar juga bertindak sebagai Pengguna Anggaran (PA), Muhammad Alwi selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK)
Kemudian, Hamsaruddin, Andi Sahar, dan Mediswaty, ketiganya selaku kelompok kerja (Pokja) III Bagian Layanan Pengadaan Barang dan Jasa (BLPBJ) Setda Kota Makassar. Firman Marwan, selaku Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP).
Selanjutnya Muhammad Kadafi Marikar selaku Direktur PT Sultana Anugrah dan Ruspyanto Pengawas Lapangan Pembangunan Gedung Rumah Sakit Batua Tahap I TA 2018.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) merujuk dalam hasil penyelidikan kepolisian bahwa proyek pembangunan rumah sakit tak sesuai dengan spesifikasi. Terdakwa dianggap menguntungkan diri sendiri dalam proyek pembangunan gedung rumah sakit tahun 2017-2018.
Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan yang dicantumkan dalam Hasil Pemeriksaan Investigatif kerugian keuangan negara dalam kasus ini mencapai Rp22.670.516.871. JPU menggunakan dua dakwaan untuk 13 terdakwa. Yakni, dakwaan primair dan siubsidairnya.
Dakwaan primair tentang perbuatan terdakwa yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara dakwaan subsidairnya adalah, Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Majelis hakim kemudian menerima pengajuan eksepsi tiga terdakwa dalam perkara ini. "Baik karena terdakwa ada yang mengajukan eksepsinya nanti setelahnya kita kan masuk dalam pokok perkara," kata anggota majelis hakim Farid Hidayat.
Majelis hakim juga sempat meminta pendapat kepada JPU dan penasihat hukum masing-masing terdakwa. Kesepakatannya, sidang pembacaan eksepsi akan digelar pekan depan. Tepatnya, Senin, 7 Februari. "Setelahnya baru kita akan periksa saksi-saksi dalam materi pokok perkara," tegas Farid.
Selain itu, Farid memberikan waktu kurang dari sepekan agar masing-masing penasihat hukum terdakwa, menyiapkan materi dalam nota pembelaan nantinya. "Supaya nanti kalau saat sidang jadi langsung dibacakan. Dan bisa mengefektifkan waktu karena sidangnya akan panjang nantinya," imbuhnya.
Akbar Aries, pengacara salah satu terdakwa yakni Sri Rimayani selaku Kuasa Penggunaan Anggaran sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mengklarifikasi ihwal pembangunan RS yang dianggarkan pada 2018 itu.
Akbar mengaku ada opini yang harus diluruskan. Menurut dia pembangunan RS yang berlokasi di Jalan Abdullah Daeng Sirua Kecamatan Manggala tidaklah mangkrak.
"Karena proyek sudah selesai namun masih menunggu tahap kedua, tapi karena ada masalah seperti ini tidak berlanjut tahapannya. Karena sebagai mana diberitakan dibilang proyek mangkrak. Nah opini itu sangat merugikan klien kami," katanya kepada SINDOnews.
Dia bilang, pembangunan yang hanya terlihat bertonasi ataupun tiang konstruksi itu baru tahap pertama. "Karena anggaran yang disediakan memang hanya sebatas konstruksi tiang di tahap pertama," ungkap Akbar.
Meski begitu, dia tetap menghargai proses peradilan perkara. Kliennya juga tak mengajukan eksepsi atau nota keberatan sebagaimana yang dilakukan tiga terdakwa lainnya.
Alasannya, kata dia, kliennya tidak memenuhi syarat untuk mengajukan eksepsi." Karena bagi kami tidak ada alasan dan apa yang didakwakan sudah memenuhi syarat formil juga tidak ada dugaan salah mengadili," ucapnya.
Akbar mengaku perjalanan peradilan masih panjang dan tentunya upaya pembelaan terus dilakukan. "Pembelaan nanti kami fokus melihat perjalanan dari keterangan saksi-saksi dan bukti-bukti di persidangan," ucapnya.
Diketahui tiga terdakwa yang mengajukan eksepsi adalah, Andi Erwin Hatta Sulolipu selaku bagian dari petinggi atau Direktur di PT Sultana Anugrah. Kemudian Dantje Runtulalo selaku Wakil Direktur CV Sukma Lestari.
Terakhir, Anjas Prasetya Runtulalo selaku pengawas lapangan pembangunan gedung RS Batua Makassar tahap I tahun anggaran 2018. Proses eksepsi diajukan lisan kepada majelis hakim usai pembacaan singkat poin penting dakwaan 13 terdakwa dalam perkara yang sama.
Adapun terdakwa lainnya yakni Andi Ilham Hatta Sulolipu selaku Kuasa Direksi PT Sultana Anugrah, Andi Naisyah Tunur Ania selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar juga bertindak sebagai Pengguna Anggaran (PA), Muhammad Alwi selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK)
Kemudian, Hamsaruddin, Andi Sahar, dan Mediswaty, ketiganya selaku kelompok kerja (Pokja) III Bagian Layanan Pengadaan Barang dan Jasa (BLPBJ) Setda Kota Makassar. Firman Marwan, selaku Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP).
Selanjutnya Muhammad Kadafi Marikar selaku Direktur PT Sultana Anugrah dan Ruspyanto Pengawas Lapangan Pembangunan Gedung Rumah Sakit Batua Tahap I TA 2018.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) merujuk dalam hasil penyelidikan kepolisian bahwa proyek pembangunan rumah sakit tak sesuai dengan spesifikasi. Terdakwa dianggap menguntungkan diri sendiri dalam proyek pembangunan gedung rumah sakit tahun 2017-2018.
Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan yang dicantumkan dalam Hasil Pemeriksaan Investigatif kerugian keuangan negara dalam kasus ini mencapai Rp22.670.516.871. JPU menggunakan dua dakwaan untuk 13 terdakwa. Yakni, dakwaan primair dan siubsidairnya.
Dakwaan primair tentang perbuatan terdakwa yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara dakwaan subsidairnya adalah, Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Majelis hakim kemudian menerima pengajuan eksepsi tiga terdakwa dalam perkara ini. "Baik karena terdakwa ada yang mengajukan eksepsinya nanti setelahnya kita kan masuk dalam pokok perkara," kata anggota majelis hakim Farid Hidayat.
Majelis hakim juga sempat meminta pendapat kepada JPU dan penasihat hukum masing-masing terdakwa. Kesepakatannya, sidang pembacaan eksepsi akan digelar pekan depan. Tepatnya, Senin, 7 Februari. "Setelahnya baru kita akan periksa saksi-saksi dalam materi pokok perkara," tegas Farid.
Selain itu, Farid memberikan waktu kurang dari sepekan agar masing-masing penasihat hukum terdakwa, menyiapkan materi dalam nota pembelaan nantinya. "Supaya nanti kalau saat sidang jadi langsung dibacakan. Dan bisa mengefektifkan waktu karena sidangnya akan panjang nantinya," imbuhnya.
(agn)