Selama Pandemi, Angka Kematian Akibat Penyakit Jantung Naik 3 Kali Lipat
loading...
A
A
A
BANDUNG - Angka kematian akibat penyakit jantung tercatat mengalami kenaikan tiga kali lipat sejak pandemi COVID-19 berlangsung di Indonesia. Kenaikan tersebut disebabkan keterbatasan akses pasien jantung ke fasilitas kesehatan.
"Selama pandemi, angka kematian penduduk akibat penyakit jantung naik tiga kali lipat. Secara total, mencapai 12 juta orang dalam satu tahun, ini jauh lebih besar dari angka kematian akibat COVID-19," kata Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular (Perki) Kota Bandung Syarief Hidayat pada launching aplikasi Jantungku di Friends Sunda Resto, Jalan BKR, Kota Bandung, Jumat (17/12/2021).
Baca juga: Astaga! 12 dari 100 Anak-anak di Jawa Barat Ternyata Menikah Dini
Menurut dia, tingginya angka kematian selama pandemi disebabkan terbatasnya akses pasien jantung ke fasilitas kesehatan (faskes). Saat itu, banyak faskes penuh dan tidak bisa menampung pasien COVID-19. Sementara, pasien pun ragu datang ke rumah sakit, khawatir terkena COVID.
"Banyak RS penuh sehingga menyebabkan keterlambatan penanganan. Sementara, ketika ada pasien henti jantung lebih dari 5 menit, dia sudah mengalami kerusakan otak cukup parah, sehingga sulit tertolong," beber dia.
Survei terkahir menunjukan, sebanyak 30 persen kematian pasien jantung terjadi di rumah atau di luar rumah sakit. Itupun pasien yang sudah terdata. Diperkirakan masih banyak masyarakat lainnya yang tidak terdeteksi mengalami gangguan jantung, terutama jantung koroner.
Oleh karenanya, kata dia, perlu adanya edukasi secara terus menerus terkait kemampuan hidup dasar masyarakat. Sehingga jika terjadi serangan jantung, bisa langsung ditangani di tempat. Dia pun menyontohkan kasus Wali Kota Bandung Oded M Danial yang diduga kuat meninggal akibat serangan jantung.
Baca juga: Herry Wirawan Psikopat! Pakar Kejiwaan Ini Jelaskan Perkosaan Santri hingga Hamil
Selain edukasi, masyarakat juga bisa mengakses berbagai aplikasi kesehatan untuk membantu deteksi dini gangguan jantung. Seperti halnya aplikasi Jantungku, diharapkan memudahkan masyarakat mendapat layanan sementara, ketika kondisi akses penuh. "Saya berharap, ini bisa menjadi solusi dan membantu pasien jantung," ujar dia.
Sementara itu, Founder Jantungku Agus Thosin mengatakan, latar belakang lahirnya aplikasi ini saat pandemi dimana banyak warga dilarang kontrol karena faskes sedang menangani covid. Kondisi itu menyebabkan kebingungan para pasien dan dokter.
"Sehingga muncul ide membuat aplikasi khusus pasien jantung. Saya ajak temen sekolah alumni IT ITB dan lainnya untuk mengembangkan aplikasi ini. Prosesnya satu tahun untuk pengembangan," ujar dia.
Aplikasi Jantungku ini membantu masyarakat mengindentifikasi dia terkena penyakit jantung atau tidak. Warga bisa menjaga kesehatan jantung secara mandiri.
Pada aplikasi itu, terdapat fitur catatan medis, kalkulator kesehatan, pengingat obat, konsultasi online, pertolongan pertama, kontrol makanan dan kalori, dan lainnya.
"Lewat kalkulator kesehatan misalnya, bisa mendeteksi sejak awal kondisi jantung kita. Kita tinggal memasukkan data. Nanti ketahuan risiko tinggi atau tidak," imbuh dia.
"Selama pandemi, angka kematian penduduk akibat penyakit jantung naik tiga kali lipat. Secara total, mencapai 12 juta orang dalam satu tahun, ini jauh lebih besar dari angka kematian akibat COVID-19," kata Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular (Perki) Kota Bandung Syarief Hidayat pada launching aplikasi Jantungku di Friends Sunda Resto, Jalan BKR, Kota Bandung, Jumat (17/12/2021).
Baca juga: Astaga! 12 dari 100 Anak-anak di Jawa Barat Ternyata Menikah Dini
Menurut dia, tingginya angka kematian selama pandemi disebabkan terbatasnya akses pasien jantung ke fasilitas kesehatan (faskes). Saat itu, banyak faskes penuh dan tidak bisa menampung pasien COVID-19. Sementara, pasien pun ragu datang ke rumah sakit, khawatir terkena COVID.
"Banyak RS penuh sehingga menyebabkan keterlambatan penanganan. Sementara, ketika ada pasien henti jantung lebih dari 5 menit, dia sudah mengalami kerusakan otak cukup parah, sehingga sulit tertolong," beber dia.
Survei terkahir menunjukan, sebanyak 30 persen kematian pasien jantung terjadi di rumah atau di luar rumah sakit. Itupun pasien yang sudah terdata. Diperkirakan masih banyak masyarakat lainnya yang tidak terdeteksi mengalami gangguan jantung, terutama jantung koroner.
Oleh karenanya, kata dia, perlu adanya edukasi secara terus menerus terkait kemampuan hidup dasar masyarakat. Sehingga jika terjadi serangan jantung, bisa langsung ditangani di tempat. Dia pun menyontohkan kasus Wali Kota Bandung Oded M Danial yang diduga kuat meninggal akibat serangan jantung.
Baca juga: Herry Wirawan Psikopat! Pakar Kejiwaan Ini Jelaskan Perkosaan Santri hingga Hamil
Selain edukasi, masyarakat juga bisa mengakses berbagai aplikasi kesehatan untuk membantu deteksi dini gangguan jantung. Seperti halnya aplikasi Jantungku, diharapkan memudahkan masyarakat mendapat layanan sementara, ketika kondisi akses penuh. "Saya berharap, ini bisa menjadi solusi dan membantu pasien jantung," ujar dia.
Sementara itu, Founder Jantungku Agus Thosin mengatakan, latar belakang lahirnya aplikasi ini saat pandemi dimana banyak warga dilarang kontrol karena faskes sedang menangani covid. Kondisi itu menyebabkan kebingungan para pasien dan dokter.
"Sehingga muncul ide membuat aplikasi khusus pasien jantung. Saya ajak temen sekolah alumni IT ITB dan lainnya untuk mengembangkan aplikasi ini. Prosesnya satu tahun untuk pengembangan," ujar dia.
Aplikasi Jantungku ini membantu masyarakat mengindentifikasi dia terkena penyakit jantung atau tidak. Warga bisa menjaga kesehatan jantung secara mandiri.
Pada aplikasi itu, terdapat fitur catatan medis, kalkulator kesehatan, pengingat obat, konsultasi online, pertolongan pertama, kontrol makanan dan kalori, dan lainnya.
"Lewat kalkulator kesehatan misalnya, bisa mendeteksi sejak awal kondisi jantung kita. Kita tinggal memasukkan data. Nanti ketahuan risiko tinggi atau tidak," imbuh dia.
(msd)