Dianggap Lakukan Provokasi, Mahasiswa dan Buruh Ditangkap Polisi
loading...
A
A
A
MALANG - Dua mahasiswa dan seorang buruh harian lepas ditangkap Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Malang Kota, karena diduga melakukan aksi provokasi di tengah pandemi Covid-19.
Tiga orang yang ditangkap dan telah ditetapkan sebagai tersangka tersebut, antara lain mahasiswa berinisial MAA (20) warga Dusun Bugis, Desa Saptorenggo, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang; buruh harian lepas berinisial SRA (20) warga Dusun Krajan, Kelurahan Watugede, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang; dan mahasiswa berinisial AFF (22) warga Dukuh Tengah, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo
"Ketiganya kami jerat dengan pasal 14, 15 UU No. 1/1946 dan atau pasal 160 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara 10 tahun. Mereka dinilai telah melakukan aksi provokasi, sehingga meresahkan masyarakat di tengah pandemi Covid-19," tegas Kapolresta Malang Kota, Kombes Pol. Leonardus Simarmat, Rabu (22/4/2020).
Perwira menengah Polri yang akrab disapa Leo ini menyebutkan, para tersangka telah melakukan aksi corat-coret di dinding dengan kata-kata provokatif, yakni "Tegalrejo Melawan". Aksi itu dilakukan di enam titik, yakni di Jalan Sunandar Priyo Sudarmo, Jalan LA. Sucipto, Jalan A. Yani Utara, Jalan Jaksa Agung Suprapto, dan Underpass Karanglo.
Tersangka MAA dan SRA disebut Leo, menjadi yang berinisiatif serta melakukan aksi pencoretan tersebut. Sementara tersangka AFF berperan mengawasi saat melakukan aksi pencoretan. "Cat semprot dibeli oleh tersangka MAA," ungkapnya.
Aksi para pelaku tersebut, berdasarkan hasil penyidikan sementara, dilandasi oleh rasa tidak terima para pelaku terhadap kapitalisme, sehingga memprovokasi masyarakat untuk melawan terhadap kaum kapitalisme yang dirasa merugikan.
Pelaku ditangkap pada 19 April 2020, dan ditahan mulai 20 April 2020. Sejumlah barang bukti turut disita dari para tersangka, antara lain tiga buah handphone, tiga buah helm, satu sepeda motor matik bernomor polisi N 2486 HO, sket tulisan dari karton bertuliskan "Tegalrejo Melawan", sepatu, cat semprot, dan dokumentasi tulisan.
"Sudah ada tujuh saksi yang kami periksa, termasuk meminta keterangan dari saksi ahli. Para tersangka juga sudah mendapatkan pendampingan hukum. Pendamping hukum dari mereka sudah ada, dan kalau dibutuhkan kami juga telah menyediakannya. Kami juga mempersilahkan pendamping hukum tersangka menguji kami, wadahnya pra peradilan," tegas Leo.
Leo sendiri enggan merinci keterlibatan tiga tersangka ini dengan jaringan Anarko Sindikalis, yang sebelumnya sudah ditangani Mabes Polri. "Itu bagian dari materi penyidikan, kami belum bisa sampaikan," imbuhnya.
Sementara kuasa hukum tiga tersangka, Jauhar mengatakan, saat ini sedang melakukan upaya penangguhan penahanan terhadap ketiganya. "Kami belum mengarah kepada upaya pra peradilan," imbuh Jauhar.
Kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya tersebut menjelaskan, langkah polisi dalam melakukan penangkapan dan penahanan terhadap ketiganya dinilai tanpa prosedur serta melanggar hak warga negara.
"Tindakan penahanan ini tidak mencerminkan profesionalitas polisi sebagai penegak hukum, yang melakukan tindakan penangkapan dan penahanan tidak sesuai aturan yang ada. Menurut keterangan dari keluarga ketiga pemuda ini, polisi tiba-tiba ditangkap tanpa menunjukan surat penahanan yang jelas dan alasan penangkapan yang prematur, karena hanya berbasis dugaan yang spekulatif tanpa disertai bukti yang jelas alias masih kabur," tegasnya.
Dia menuturkan, pada tanggal 19 April 2020, sekitar pukul 20.20 WIB, sekitar lima orang polisi mendatangi kediaman AFF di Sidoarjo. Menurut keterangan ayah AFF, tiga polisi bertugas di Malang dan dua orang yang lain merupakan polisi Sidoarjo. Saat dimintai surat penjemputan, polisi menunjukan surat yang tidak ada nama AFF, sehingga AFF sempat menolak untuk menuruti permintaan polisi tersebut.
AFF akhirnya terpaksa mengikuti polisi sekitar pukul 20.45 WIB dan dibawa ke Polresta Malang Kota. Sekitar pukul 23.00 WIB, polisi menggeledah kediaman nenek AFF di Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, yang menjadi tempat AFF tinggal selama kuliah di Malang. Penggeledahan dilakukan untuk mencari barang-barang AFF yang berkenaan dengan gerakan Anarko.
Jauhar menyebutkan, AFF merupakan aktivis pers mahasiwa di Universitas Negeri Malang (UM). Selama ini, AFF juga aktif sebagai Komite Aksi Kamisan yang giat menyuarakan hak azasi manusia dengan melakukan aksi diam di depan Balai Kota Malang, setiap Kamis sore.
"Dalam kegiatannya sebagai pers mahasiswa, AFF selama ini juga sering meliput perjuangan warga yang menolak tambang emas di Gunung Tumpang Pitu, dan Salakan, serta kampanya Save Lakardowo, Dimana pembuangan limbah berbahaya oleh PT. PRIA di Mojokerto, mengganggu kesehatan bagi warga sekitar pabrik," tuturnya.
Kedua pemuda lainnya yakni MAA, dan SRA ditangkap di rumahnya pada tanggal 20 April 2020. MAA dibawa polisi dari rumahnya di daerah Pakis, Kabupaten Malang, sekitar pukul 04.00 WIB. Sedangkan SRA dijemput di rumahnya di Singosari, pada pukul 05.00 WIB oleh lima personel kepolisian yang tidak berseragam.
MAA dan SRA disebut Jauhar, juga sering mengikuti agenda Aksi Kamisan Malang. Mereka selama ini juga mendampingi petani Desa Tegalrejo, di Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, yang sedang berjuang mempertahankan lahannya dari serobotan PTPN.
"Ketiga pemuda itu, diproses secepat kilat tanpa memperhatikan langkah-langkah hukum yang ada. Hal ini sangat bertentangan dengan azas keadilan. Karena mereka diperlakukan bak teroris dan berbahaya, padahal mereka kooperatif dan bekerja sama dengan baik. Apalagi tuduhan yang disangkakan sangat samar. Polisi lalu menaikkan status mereka menjadi tersangka, dengan pasal 160 KUHP tentang penghasutan yang merupakan delik materil," terang Jauhar.
Dia menegaskan, melihat kejanggalan-kejanggalan tersebut, polisi diminta segera membebaskan ketiga pemuda yang ditahan itu, serta membatalkan status tersangka terhadap ketiganya.
Tiga orang yang ditangkap dan telah ditetapkan sebagai tersangka tersebut, antara lain mahasiswa berinisial MAA (20) warga Dusun Bugis, Desa Saptorenggo, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang; buruh harian lepas berinisial SRA (20) warga Dusun Krajan, Kelurahan Watugede, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang; dan mahasiswa berinisial AFF (22) warga Dukuh Tengah, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo
"Ketiganya kami jerat dengan pasal 14, 15 UU No. 1/1946 dan atau pasal 160 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara 10 tahun. Mereka dinilai telah melakukan aksi provokasi, sehingga meresahkan masyarakat di tengah pandemi Covid-19," tegas Kapolresta Malang Kota, Kombes Pol. Leonardus Simarmat, Rabu (22/4/2020).
Perwira menengah Polri yang akrab disapa Leo ini menyebutkan, para tersangka telah melakukan aksi corat-coret di dinding dengan kata-kata provokatif, yakni "Tegalrejo Melawan". Aksi itu dilakukan di enam titik, yakni di Jalan Sunandar Priyo Sudarmo, Jalan LA. Sucipto, Jalan A. Yani Utara, Jalan Jaksa Agung Suprapto, dan Underpass Karanglo.
Tersangka MAA dan SRA disebut Leo, menjadi yang berinisiatif serta melakukan aksi pencoretan tersebut. Sementara tersangka AFF berperan mengawasi saat melakukan aksi pencoretan. "Cat semprot dibeli oleh tersangka MAA," ungkapnya.
Aksi para pelaku tersebut, berdasarkan hasil penyidikan sementara, dilandasi oleh rasa tidak terima para pelaku terhadap kapitalisme, sehingga memprovokasi masyarakat untuk melawan terhadap kaum kapitalisme yang dirasa merugikan.
Pelaku ditangkap pada 19 April 2020, dan ditahan mulai 20 April 2020. Sejumlah barang bukti turut disita dari para tersangka, antara lain tiga buah handphone, tiga buah helm, satu sepeda motor matik bernomor polisi N 2486 HO, sket tulisan dari karton bertuliskan "Tegalrejo Melawan", sepatu, cat semprot, dan dokumentasi tulisan.
"Sudah ada tujuh saksi yang kami periksa, termasuk meminta keterangan dari saksi ahli. Para tersangka juga sudah mendapatkan pendampingan hukum. Pendamping hukum dari mereka sudah ada, dan kalau dibutuhkan kami juga telah menyediakannya. Kami juga mempersilahkan pendamping hukum tersangka menguji kami, wadahnya pra peradilan," tegas Leo.
Leo sendiri enggan merinci keterlibatan tiga tersangka ini dengan jaringan Anarko Sindikalis, yang sebelumnya sudah ditangani Mabes Polri. "Itu bagian dari materi penyidikan, kami belum bisa sampaikan," imbuhnya.
Sementara kuasa hukum tiga tersangka, Jauhar mengatakan, saat ini sedang melakukan upaya penangguhan penahanan terhadap ketiganya. "Kami belum mengarah kepada upaya pra peradilan," imbuh Jauhar.
Kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya tersebut menjelaskan, langkah polisi dalam melakukan penangkapan dan penahanan terhadap ketiganya dinilai tanpa prosedur serta melanggar hak warga negara.
"Tindakan penahanan ini tidak mencerminkan profesionalitas polisi sebagai penegak hukum, yang melakukan tindakan penangkapan dan penahanan tidak sesuai aturan yang ada. Menurut keterangan dari keluarga ketiga pemuda ini, polisi tiba-tiba ditangkap tanpa menunjukan surat penahanan yang jelas dan alasan penangkapan yang prematur, karena hanya berbasis dugaan yang spekulatif tanpa disertai bukti yang jelas alias masih kabur," tegasnya.
Dia menuturkan, pada tanggal 19 April 2020, sekitar pukul 20.20 WIB, sekitar lima orang polisi mendatangi kediaman AFF di Sidoarjo. Menurut keterangan ayah AFF, tiga polisi bertugas di Malang dan dua orang yang lain merupakan polisi Sidoarjo. Saat dimintai surat penjemputan, polisi menunjukan surat yang tidak ada nama AFF, sehingga AFF sempat menolak untuk menuruti permintaan polisi tersebut.
AFF akhirnya terpaksa mengikuti polisi sekitar pukul 20.45 WIB dan dibawa ke Polresta Malang Kota. Sekitar pukul 23.00 WIB, polisi menggeledah kediaman nenek AFF di Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, yang menjadi tempat AFF tinggal selama kuliah di Malang. Penggeledahan dilakukan untuk mencari barang-barang AFF yang berkenaan dengan gerakan Anarko.
Jauhar menyebutkan, AFF merupakan aktivis pers mahasiwa di Universitas Negeri Malang (UM). Selama ini, AFF juga aktif sebagai Komite Aksi Kamisan yang giat menyuarakan hak azasi manusia dengan melakukan aksi diam di depan Balai Kota Malang, setiap Kamis sore.
"Dalam kegiatannya sebagai pers mahasiswa, AFF selama ini juga sering meliput perjuangan warga yang menolak tambang emas di Gunung Tumpang Pitu, dan Salakan, serta kampanya Save Lakardowo, Dimana pembuangan limbah berbahaya oleh PT. PRIA di Mojokerto, mengganggu kesehatan bagi warga sekitar pabrik," tuturnya.
Kedua pemuda lainnya yakni MAA, dan SRA ditangkap di rumahnya pada tanggal 20 April 2020. MAA dibawa polisi dari rumahnya di daerah Pakis, Kabupaten Malang, sekitar pukul 04.00 WIB. Sedangkan SRA dijemput di rumahnya di Singosari, pada pukul 05.00 WIB oleh lima personel kepolisian yang tidak berseragam.
MAA dan SRA disebut Jauhar, juga sering mengikuti agenda Aksi Kamisan Malang. Mereka selama ini juga mendampingi petani Desa Tegalrejo, di Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, yang sedang berjuang mempertahankan lahannya dari serobotan PTPN.
"Ketiga pemuda itu, diproses secepat kilat tanpa memperhatikan langkah-langkah hukum yang ada. Hal ini sangat bertentangan dengan azas keadilan. Karena mereka diperlakukan bak teroris dan berbahaya, padahal mereka kooperatif dan bekerja sama dengan baik. Apalagi tuduhan yang disangkakan sangat samar. Polisi lalu menaikkan status mereka menjadi tersangka, dengan pasal 160 KUHP tentang penghasutan yang merupakan delik materil," terang Jauhar.
Dia menegaskan, melihat kejanggalan-kejanggalan tersebut, polisi diminta segera membebaskan ketiga pemuda yang ditahan itu, serta membatalkan status tersangka terhadap ketiganya.
(eyt)