Turbulensi Pilot Lokal di Aviasi Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ratusan pilot muda Indonesia yang pengangguran sudah menjadi isu lama. Lapangan pekerjaan tak sanggup mengimbangi lulusan sekolah pilot yang terus bergulir dari tahun ke tahun.
Ketika beberapa negara alami kelangkaan pilot, Indonesia justru kelebihan pilot. Isu pengangguran bagi para lulusan sekolah pilot, serta situasi pandemi kurang lebih hampir dua tahun belakangan ini membuat masa depan profesi pilot tidak semenjanjikan sebelumnya.
Banyak faktor tentunya. Selain oversupply, mereka yang baru lulus dari sekolah penerbangan tak bisa langsung bekerja di maskapai karena harus menghadapi beberapa kendala, salah satunya soal persyaratan minimal jam terbang.
Menurut pilot senior Capt Hanafi Herlim, lewat akun YouTube pribadinya, saat ini Indonesia sudah kebanyakan pilot terutama student pilot yang baru lulus dari flying school. “Kabarnya saat ini sudah mencapai 2.000-an pilot menganggur," tuturnya dalam unggahan 1 Mei 2020 lalu.
Cukup ironis, mengingat ekspektasi tinggi karier pilot disebut pantas dengan biaya pendidikan yang relatif tinggi juga.
Tentunya hal ini menjadi kerja bersama antara asosiasi, sekolah penerbangan, pemerintah, perusahaan aviasi dan instansi terkait untuk menjawab keresahan atas kejelasan profesi pilot di Indonesia.
Mulai dari inisiasi pemerintah mengadakan pelatihan mendalam selama masa ‘nganggur’, workshop untuk menyegarkan pengetahuan dasar pilot pemula, hingga penyaluran sumber daya manusia untuk kerja praktik di berbagai maskapai.
Di pertengahan tahun 2020, Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug juga ambil bagian dengan menutup sementara rekrutmen calon mahasiswa kejuruan pilot dalam upaya meminimalisir pengangguran yang belum tuntas. Baca: Arsitek di Bali Ditemukan Tewas Membusuk di Bawah Jembatan Yeh Panan.
Lantas bagaimana dengan pihak maskapai? Di Indonesia banyak yang kita kenal dengan jenis pesawat komersil macam Garuda Indonesia, Air Asia, Lion Air dan sebagainya. Ada pula penerbangan perintis yang memiliki peran vital dalam membangun konektivitas antar daerah terpencil di Indonesia.
Keunggulannya tak sebatas efektivitas waktu saja, keberadaan pesawat perintis juga memudahkan akses menuju wilayah pedalaman dan terpencil yang sampai kini belum terlayani moda transportasi lainnya.
Penerbangan Perintis Bisa Jadi Jalan Keluar Masalah Pengangguran Pilot?
Tentu ini menjadi harapan baru bagi para pilot muda yang ingin menambah jam terbang. Meski demikian, penerbangan perintis juga membutuhkan armada baru, dan juga rute, untuk menciptakan lapangan kerja bagi pilot.
Ternyata tantangan pilot muda tak sampai di situ. Persaingan para pilot lokal di penerbangan perintis adalah kehadiran pilot asing yang juga punya maksud dan tujuan serupa. Meski sudah ada regulasi soal batas waktu pilot asing, masalah pengangguran pilot lokal belum selesai.
Hal ini dibenarkan oleh Fariz Dzulfikar, pilot muda lulusan salah satu sekolah penerbang, tahun 2017.
“Memang sangat sulit, saya coba melamar ke beberapa perusahaan tapi memang terkendala dengan syarat minimal jam terbang. Apalagi saat pandemi peluang berkarir semakin kecil karena maskapai tidak membuka penerimaan sebagai Pilot,” paparnya.
Lebih lanjut Fariz menuturkan bahkan rekan-rekan pilot yang lulus saat pandemi, ada yang belum pernah sama sekali merasakan terpanggil oleh maskapai.
“Beberapa dari mereka mengambil kuliah sambil menunggu penerimaan maskapai. Saya pun tahun 2019 memutuskan untuk kuliah online untuk mengisi kegiatan dan memulai bisnis properti,” terangnya kemudian.
Problem banyaknya pilot muda yang menganggur karena minimnya lapangan pekerjaan, khususnya lulusan baru, turut ditanggapi oleh Smart Aviation, maskapai yang melayani penerbangan perintis, survei udara, foto udara, kargo, hingga penumpang di beberapa daerah seperti Papua dan Kalimantan Utara.
Pongky Majaya, Presiden Direktur Smart Aviation mengatakan, pihaknya hingga kini terus berupaya menyediakan lapangan pekerjaan untuk pilot, khususnya pilot-pilot muda Indonesia. Baca Juga: Sekeluarga di Jambi Nekat Jadi Kurir Ekstasi Superman dan Sabu.
“Kami sangat mendukung pilot-pilot muda tanah air dengan membuka kesempatan kerja seluas-luasnya kepada mereka. Saat ini ada 17 orang pilot lulusan baru, semuanya lokal, yang berhasil mengikuti tahap seleksi, sekarang dalam masa gaining hours,” terang Pongky.
Dalam upaya mendukung supremasi pilot muda tanah air, Smart Aviation memutuskan untuk tidak memungut biaya apapun kepada co-pilot, mulai dari tahapan training hingga bisa terbang membawa bendera Smart Aviation.
Menurut Pongky, ada sebuah stigma bahwa kemampuan pilot lokal ada di bawah pilot asing. Padahal kenyataannya tidak demikian.
”Kita harus bangga dengan pilot Indonesia, karena pilot-pilot kita itu juga hebat-hebat, tidak kalah dengan pilot asing. Bahkan pilot Indonesia memiliki banyak kelebihan, di antaranya faktor komunikasi dan budaya, sehingga cenderung lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar,” paparnya.
Di tahun ini, Smart Aviation yang kerap bekerjasama dengan pemerintah Indonesia dalam beberapa program penerbangan perintis, hingga penanganan bencana sudah dipastikan akan menambah sejumlah armada baru untuk memfasilitasi pilot muda mendapatkan jam terbangnya.
“Kami berharap di masa depan pilot-pilot muda Indonesia mampu berkembang, diberikan kesempatan untuk terus menambah jam terbang, sehingga memiliki daya saing yang kompetitif,” pungkas Pongky.
Lihat Juga: 5 Anggota KKB Perek Jelas Kogoya Pembunuh Pilot Selandia Baru Glen Malcolm Conning Diburu
Ketika beberapa negara alami kelangkaan pilot, Indonesia justru kelebihan pilot. Isu pengangguran bagi para lulusan sekolah pilot, serta situasi pandemi kurang lebih hampir dua tahun belakangan ini membuat masa depan profesi pilot tidak semenjanjikan sebelumnya.
Banyak faktor tentunya. Selain oversupply, mereka yang baru lulus dari sekolah penerbangan tak bisa langsung bekerja di maskapai karena harus menghadapi beberapa kendala, salah satunya soal persyaratan minimal jam terbang.
Menurut pilot senior Capt Hanafi Herlim, lewat akun YouTube pribadinya, saat ini Indonesia sudah kebanyakan pilot terutama student pilot yang baru lulus dari flying school. “Kabarnya saat ini sudah mencapai 2.000-an pilot menganggur," tuturnya dalam unggahan 1 Mei 2020 lalu.
Cukup ironis, mengingat ekspektasi tinggi karier pilot disebut pantas dengan biaya pendidikan yang relatif tinggi juga.
Tentunya hal ini menjadi kerja bersama antara asosiasi, sekolah penerbangan, pemerintah, perusahaan aviasi dan instansi terkait untuk menjawab keresahan atas kejelasan profesi pilot di Indonesia.
Mulai dari inisiasi pemerintah mengadakan pelatihan mendalam selama masa ‘nganggur’, workshop untuk menyegarkan pengetahuan dasar pilot pemula, hingga penyaluran sumber daya manusia untuk kerja praktik di berbagai maskapai.
Di pertengahan tahun 2020, Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug juga ambil bagian dengan menutup sementara rekrutmen calon mahasiswa kejuruan pilot dalam upaya meminimalisir pengangguran yang belum tuntas. Baca: Arsitek di Bali Ditemukan Tewas Membusuk di Bawah Jembatan Yeh Panan.
Lantas bagaimana dengan pihak maskapai? Di Indonesia banyak yang kita kenal dengan jenis pesawat komersil macam Garuda Indonesia, Air Asia, Lion Air dan sebagainya. Ada pula penerbangan perintis yang memiliki peran vital dalam membangun konektivitas antar daerah terpencil di Indonesia.
Keunggulannya tak sebatas efektivitas waktu saja, keberadaan pesawat perintis juga memudahkan akses menuju wilayah pedalaman dan terpencil yang sampai kini belum terlayani moda transportasi lainnya.
Penerbangan Perintis Bisa Jadi Jalan Keluar Masalah Pengangguran Pilot?
Tentu ini menjadi harapan baru bagi para pilot muda yang ingin menambah jam terbang. Meski demikian, penerbangan perintis juga membutuhkan armada baru, dan juga rute, untuk menciptakan lapangan kerja bagi pilot.
Ternyata tantangan pilot muda tak sampai di situ. Persaingan para pilot lokal di penerbangan perintis adalah kehadiran pilot asing yang juga punya maksud dan tujuan serupa. Meski sudah ada regulasi soal batas waktu pilot asing, masalah pengangguran pilot lokal belum selesai.
Hal ini dibenarkan oleh Fariz Dzulfikar, pilot muda lulusan salah satu sekolah penerbang, tahun 2017.
“Memang sangat sulit, saya coba melamar ke beberapa perusahaan tapi memang terkendala dengan syarat minimal jam terbang. Apalagi saat pandemi peluang berkarir semakin kecil karena maskapai tidak membuka penerimaan sebagai Pilot,” paparnya.
Lebih lanjut Fariz menuturkan bahkan rekan-rekan pilot yang lulus saat pandemi, ada yang belum pernah sama sekali merasakan terpanggil oleh maskapai.
“Beberapa dari mereka mengambil kuliah sambil menunggu penerimaan maskapai. Saya pun tahun 2019 memutuskan untuk kuliah online untuk mengisi kegiatan dan memulai bisnis properti,” terangnya kemudian.
Problem banyaknya pilot muda yang menganggur karena minimnya lapangan pekerjaan, khususnya lulusan baru, turut ditanggapi oleh Smart Aviation, maskapai yang melayani penerbangan perintis, survei udara, foto udara, kargo, hingga penumpang di beberapa daerah seperti Papua dan Kalimantan Utara.
Pongky Majaya, Presiden Direktur Smart Aviation mengatakan, pihaknya hingga kini terus berupaya menyediakan lapangan pekerjaan untuk pilot, khususnya pilot-pilot muda Indonesia. Baca Juga: Sekeluarga di Jambi Nekat Jadi Kurir Ekstasi Superman dan Sabu.
“Kami sangat mendukung pilot-pilot muda tanah air dengan membuka kesempatan kerja seluas-luasnya kepada mereka. Saat ini ada 17 orang pilot lulusan baru, semuanya lokal, yang berhasil mengikuti tahap seleksi, sekarang dalam masa gaining hours,” terang Pongky.
Dalam upaya mendukung supremasi pilot muda tanah air, Smart Aviation memutuskan untuk tidak memungut biaya apapun kepada co-pilot, mulai dari tahapan training hingga bisa terbang membawa bendera Smart Aviation.
Menurut Pongky, ada sebuah stigma bahwa kemampuan pilot lokal ada di bawah pilot asing. Padahal kenyataannya tidak demikian.
”Kita harus bangga dengan pilot Indonesia, karena pilot-pilot kita itu juga hebat-hebat, tidak kalah dengan pilot asing. Bahkan pilot Indonesia memiliki banyak kelebihan, di antaranya faktor komunikasi dan budaya, sehingga cenderung lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar,” paparnya.
Di tahun ini, Smart Aviation yang kerap bekerjasama dengan pemerintah Indonesia dalam beberapa program penerbangan perintis, hingga penanganan bencana sudah dipastikan akan menambah sejumlah armada baru untuk memfasilitasi pilot muda mendapatkan jam terbangnya.
“Kami berharap di masa depan pilot-pilot muda Indonesia mampu berkembang, diberikan kesempatan untuk terus menambah jam terbang, sehingga memiliki daya saing yang kompetitif,” pungkas Pongky.
Lihat Juga: 5 Anggota KKB Perek Jelas Kogoya Pembunuh Pilot Selandia Baru Glen Malcolm Conning Diburu
(nag)