Sultan Mahmud Malik Az-Zahir, Raja Samudera Pasai dalam Catatan Ibn Battuta
loading...
A
A
A
JAKARTA - KERAJAAN Islam Samudera Pasai mengalami masa jaya, saat berada di bawah pemerintahan Sultan Mahmud Malik Az-Zahir yang bijaksana. Sultan Mahmud Malik, berkuasa pada periode 1326-1345 Masehi.
Dalam catatan asing, nama Sultan Mahmud Malik Az-Zahir banyak disebut-sebut. Diantaranya oleh Ibn Battuta, yang berkunjung ke Samudera Pasai, pada 1345 Masehi. Kesan Ibn Battuta terhadap Sultan Mahmud Malik sangat baik.
Disebutkan bahwa pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Malik Az-Zahir, Kerajaan Islam Samudera Pasai yang berada di Aceh itu, dipimpin oleh Sultan yang sangat taat menjalankan ibadah yang diajarkan Nabi Muhammad SAW.
Tidak hanya itu, Ibn Battuta juga mencatat, bahwa Sultan Mahmud Malik Az-Zahir kerap dikelilingi oleh ahli-ahli agama Islam yang selalu membicarakan masalah agama dalam tinjauan Mahzab Syafii.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perkembangan ajaran agama Islam di Kerajaan Samudera Pasai, di masa pemerintahan Sultan Mahmud Malik Az-Zahir mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Tercatat, diantara para ahli-ahli agama Islam itu ada Qadi Sharif Amir Sayyid dari Persia (sekarang Iran) dan Taj-alDhin dari Isfahan. Para teolog Islam itu, telah menetap jauh sebelum Ibn Battuta tiba di Kerajaan Islam Samudera Pasai.
Tidak hanya dibilang ilmu pengetahuan agama Islam, Kerajaan Samudera Pasai juga dikenal sebagai pusat perdagangan di Selat Malaka, hingga akhir abad ke-13. Terutama, karena kerajaan ini mengeluarkan mata uang sendiri.
Pendahulu Sultan Mahmud Malik Az-Zahir, yaitu Sultan Malik al-Zahir yang memerintah pada 1297-1326 Masehi, tercatat sebagai orang yang pertama kali mengeluarkan mata uang emas dirham sebagai alat perdagangan.
Tradisi itu diteruskan, pada masa Sultan Mahmud Malik Az-Zahir berkuasa. Hingga kini, mata uang tersebut tercatat sebagai yang paling tua, yang pernah dikeluarkan oleh kerajaan Islam yang ada di Asia Tenggara.
Tentang mata uang ini, dicatat oleh Tome Pires, pada 1513-1515. Dituliskan, bahwa peredaran mata uang di beberapa kerajaan digunakan sebagai alat tukar barang dalam perdagangan di berberapa pusat kota dan kerajaan.
Dari 11 mata uang dirham yang ditemukan, beberapa diantaranya memuat nama Sultan Muhammad Malik Az-Zahir, Sultan Ahmad, dan Sultan Abdullah yang semua merupakan raja-raja dari Kerajaan Islam Samudera Pasai.
Dalam catatan yang lain, Kerajaan Samudera Pasai juga dikenal sebagai kerajaan maritim yang tangguh. Dalam bidang perdagangan, kerajaan ini menjadi pemasok lada yang berkualitas dengan mutu nomor satu di dunia.
Panen lada di wilayah kerajaan itu, bisa dua kali setahun. Selain lada, produksi susu sapi dari Kerajaan Samudera Pasai juga sangat terkenal dan berkualitas sangat baik, untuk dijadikan bahan dasar keju di Eropa.
Sumber tulisan:
Susanto Zuhdi, Pasai Kota Pelabuhan Jalan Sutra, Kumpulan Makalah Diskusi, Proyek lnventarisasi dan Dokumentasi sejarah Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993.
Ahmad Sugiri, Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia Abad VII Sampai Abad XV, Penerbit A-Empat, April 2021.
Prof. Dr. M. Dien Madjid, Catatan Pinggir Sejarah Aceh, Perdagangan, Diplomasi, adn Perjuangan Rakyat, Obor, 2013.
Siti Nur Aidah dan Tim Penerbit KBM, Sejarah 8 Kerajaan Terbesar di Indonesia, KBM Indonesia, 2020.
Lihat Juga: Survei LSI Pilgub Aceh: Elektabilitas Mualem-Dek Fadh 45,9 Persen, Bustami-Fadhil 29,8 Persen
Dalam catatan asing, nama Sultan Mahmud Malik Az-Zahir banyak disebut-sebut. Diantaranya oleh Ibn Battuta, yang berkunjung ke Samudera Pasai, pada 1345 Masehi. Kesan Ibn Battuta terhadap Sultan Mahmud Malik sangat baik.
Disebutkan bahwa pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Malik Az-Zahir, Kerajaan Islam Samudera Pasai yang berada di Aceh itu, dipimpin oleh Sultan yang sangat taat menjalankan ibadah yang diajarkan Nabi Muhammad SAW.
Baca Juga
Tidak hanya itu, Ibn Battuta juga mencatat, bahwa Sultan Mahmud Malik Az-Zahir kerap dikelilingi oleh ahli-ahli agama Islam yang selalu membicarakan masalah agama dalam tinjauan Mahzab Syafii.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perkembangan ajaran agama Islam di Kerajaan Samudera Pasai, di masa pemerintahan Sultan Mahmud Malik Az-Zahir mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Tercatat, diantara para ahli-ahli agama Islam itu ada Qadi Sharif Amir Sayyid dari Persia (sekarang Iran) dan Taj-alDhin dari Isfahan. Para teolog Islam itu, telah menetap jauh sebelum Ibn Battuta tiba di Kerajaan Islam Samudera Pasai.
Tidak hanya dibilang ilmu pengetahuan agama Islam, Kerajaan Samudera Pasai juga dikenal sebagai pusat perdagangan di Selat Malaka, hingga akhir abad ke-13. Terutama, karena kerajaan ini mengeluarkan mata uang sendiri.
Pendahulu Sultan Mahmud Malik Az-Zahir, yaitu Sultan Malik al-Zahir yang memerintah pada 1297-1326 Masehi, tercatat sebagai orang yang pertama kali mengeluarkan mata uang emas dirham sebagai alat perdagangan.
Tradisi itu diteruskan, pada masa Sultan Mahmud Malik Az-Zahir berkuasa. Hingga kini, mata uang tersebut tercatat sebagai yang paling tua, yang pernah dikeluarkan oleh kerajaan Islam yang ada di Asia Tenggara.
Tentang mata uang ini, dicatat oleh Tome Pires, pada 1513-1515. Dituliskan, bahwa peredaran mata uang di beberapa kerajaan digunakan sebagai alat tukar barang dalam perdagangan di berberapa pusat kota dan kerajaan.
Dari 11 mata uang dirham yang ditemukan, beberapa diantaranya memuat nama Sultan Muhammad Malik Az-Zahir, Sultan Ahmad, dan Sultan Abdullah yang semua merupakan raja-raja dari Kerajaan Islam Samudera Pasai.
Dalam catatan yang lain, Kerajaan Samudera Pasai juga dikenal sebagai kerajaan maritim yang tangguh. Dalam bidang perdagangan, kerajaan ini menjadi pemasok lada yang berkualitas dengan mutu nomor satu di dunia.
Panen lada di wilayah kerajaan itu, bisa dua kali setahun. Selain lada, produksi susu sapi dari Kerajaan Samudera Pasai juga sangat terkenal dan berkualitas sangat baik, untuk dijadikan bahan dasar keju di Eropa.
Sumber tulisan:
Susanto Zuhdi, Pasai Kota Pelabuhan Jalan Sutra, Kumpulan Makalah Diskusi, Proyek lnventarisasi dan Dokumentasi sejarah Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993.
Ahmad Sugiri, Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia Abad VII Sampai Abad XV, Penerbit A-Empat, April 2021.
Prof. Dr. M. Dien Madjid, Catatan Pinggir Sejarah Aceh, Perdagangan, Diplomasi, adn Perjuangan Rakyat, Obor, 2013.
Siti Nur Aidah dan Tim Penerbit KBM, Sejarah 8 Kerajaan Terbesar di Indonesia, KBM Indonesia, 2020.
Lihat Juga: Survei LSI Pilgub Aceh: Elektabilitas Mualem-Dek Fadh 45,9 Persen, Bustami-Fadhil 29,8 Persen
(hsk)