Ziarah Puja Bhakti Raja Hayam Wuruk demi Langgengkan Kekuasaan dan Hormati Leluhur
loading...
A
A
A
Raja Hayam Wuruk gemar berziarah ke tempat suci untuk melakukan puja bhakti. Hal ini dilakukan Raja Majapahit yang terkenal ini untuk menghormati leluhurnya.
Kerajaan Majapahit mencapai kejayaannya di bawah kepemimpinan Raja Hayam Wuruk (1350-1389), meski telah membawa kejayaan bagi Majapahit, namun sang raja tidak lupa diri.
Perjalanan ke tempat-tempat suci untuk berziarah yakni di Candi Sumberjati atau Candi Simping dan Candi Panataran atau Candi Palah di Blitar.
Candi Sumberjati yang terletak di daerah Blitar selatan adalah sebuah candi pendharmaan Kertarajasa, pendiri dan raja pertama Majapahit. Dia adalah leluhur raja Hayam Wuruk, sehingga sudah kewajibannya untuk mengunjungi bahkan memelihara tempat pendharmaan leluhur tersebut.
Perjalanan sang raja itu tercatat dalam buku "Menuju Puncak Kemegahan Sejarah Kerajaan Majapahit," karya Slamet Muljana.
Perjalanan Hayam Wuruk juga ditandai oleh kegiatan dan kunjungannya ke tempat suci guna menghormati leluhur dinasti Majapahit. Tempat-tempat yang mendapat perhatian khusus adalah Singhasari, Kagenengan, Kidal, dan Jajaghu (candi Jago).
Di Singhasari, Hayam Wuruk melakukan puja bhakti di sebuah dharma atau candi pendharmaan milik buyutnya, Kertanegara, raja terakhir Singhasari. Kertanegara didharmakan di Singhasari dengan arca berwujud Siwa-Buddha.
Setelah melakukan puja, raja beristirahat selama beberapa waktu sambil menikmati keindahan alam di Kedhung Biru dan Bureng.
Dari Singhasari, raja beriringan ke arah selatan menuju Kagenengan. Di Kagenengan, raja melakukan puja pada candi pendharmaan Sri Ranggah Rajasa, Ken Angrok, raja pertama Tumapel dan pendiri wangsa Rajasa.
Perjalanan sang raja itu juga tercatat dalam teks Desawarnana (Nagarakretagama) karya Mpu Prapanca, yang turut dalam perjalanan tersebut. Diceritakan dalam teks Desawarnana, TH Pigeaud dalam Java in the 14th Century: A Study in Cultural History Vol. IV mencatat bahwa Hayam Wuruk melakukan enam kali perjalanan mengunjungi Pajang (1353), Lasem (1354), Lodaya (1357), Lumajang (1359), Tirib Sompur (1360), Palah Blitar (1361), dan Simping (1363).
Hayam Wuruk juga berkunjung ke pendharmaan candi Kidal, 11 km tenggara kota Malang, yang dibangun untuk Anusanatha (Anusapati), pengganti Ken Angrok yang wafat tahun 1170 saka atau 1248 M. Selepas memberi sembahan, Hayam Wuruk melanjutkan perjalanan dan tiba di desa Tumpang yang terletak 6 km sebelah timur Kidal.
Terdapat sebuah bangunan pedharmaan (dharma Jajaghu) untuk Wisnuwardhana, raja ketiga Tumapel. Wisnuwardhana didharmakan sebagai Siwa di Waleri dan sebagai Buddha di candi Jago. Di candi Jago, hingga kini terdapat “sebuah arca Buddha dalam bentuk Amoghapasa, yang dianggap sebagai wujud Wisnuwardhana,” tulis Bernet Kempers, ahli purbakala, dalam Ancient Indonesian Art.
Dalam buku "Menuju Puncak Kemegahan Sejarah Kerajaan Majapahit", karya Slamet Muljana, juga mencatat, selain melakukan perjalanan ke tempat-tempat suci para leluhur, Raja Hayam Wuruk juga kerap kali melakukan inspeksi mendadak (sidak) dan keliling wilayah kekuasaan Majapahit.
Sang raja kerap keliling daerah setelah musim penghujan mengadakan perjalanan ke daerah dekat - dekat Majapahit, seperti Jalagiri, Blitar, Polaman, Daha, dan sebagainya. Daerah bernama Desa Perdikan Jalagiri yang terletak tidak jauh sebelah timur Majapahit, serta Wewe Pikatan di Tjandi Lima.
Biasanya Hayam Wuruk berkunjung ke lokasi tersebut dengan berjalan kaki dan biasanya diiringi segenap pembesar - pembesar pemerintah pusat Majapahit.
Tercatat pada tahun 1355 Masehi, Hayam Wuruk juga melakukan perjalanan lumayan jauh ke Pajang, kemudian ke Lasem, yang berada di Rembang, Jawa Tengah pada 1354 Masehi, perjalanan ke pantai selatan (1357 M), dia juga pernah melalui hutan terus ke Lodaja, Teto, Sideman, pada 1359 Masehi. Hayam Wuruk juga tercatat pernah mengunjungi Lumajang sekitar bulan Agustus - September 1359 Masehi atau 1281 Saka, pada peninggalan agama Hindu.
Perhatian Hayam Wuruk terhadap desa - desa dan bangunan ternyata juga disambut oleh para penghuni desa dan warga yang didatangi. Perjalanan berkeliling itu dimaksud untuk menyaksikan sendiri keadaan kehidupan rakyat kecil di desa - desa di wilayah Majapahit.
Kunjungan ini juga sekaligus untuk menyaksikan pelaksanaan amanat beliau sendiri kepada petugas pemerintah pusat di daerah. Mengingat Hayam Wuruk adalah pribadi yang tak puas dengan hanya menerima laporan saja. Hayam Wuruk ingin menyaksikan sendiri keadaan rakyat di desa - desa yang sulit dikunjungi orang sekalipun.
Oleh sebab itu Hayam Wuruk kerap kali menelusuri wilayah - wilayah di sulit diakses, bahkan hingga tepi laut. Konon perjalanan Hayam Wuruk dan pejabat Majapahit ini kerap memakan waktu berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan.
Betapa pun tempat yang sulit dijangkau dan tersembunyi, Hayam Wuruk menyempatkan diri untuk mengunjungi rakyatnya di pelosok wilayah. Kunjungan inilah yang juga membuat masyarakat nyaman dan aman. Bahkan para pendeta, para resi, dan para petapa yang kerap tinggal di pantai, gunung, hutan belantara, dan tempat - tempat sunyi untuk bertapa brata, bersemedi merasa aman. (sumber: wikipedia dan buku)
Kerajaan Majapahit mencapai kejayaannya di bawah kepemimpinan Raja Hayam Wuruk (1350-1389), meski telah membawa kejayaan bagi Majapahit, namun sang raja tidak lupa diri.
Perjalanan ke tempat-tempat suci untuk berziarah yakni di Candi Sumberjati atau Candi Simping dan Candi Panataran atau Candi Palah di Blitar.
Candi Sumberjati yang terletak di daerah Blitar selatan adalah sebuah candi pendharmaan Kertarajasa, pendiri dan raja pertama Majapahit. Dia adalah leluhur raja Hayam Wuruk, sehingga sudah kewajibannya untuk mengunjungi bahkan memelihara tempat pendharmaan leluhur tersebut.
Perjalanan sang raja itu tercatat dalam buku "Menuju Puncak Kemegahan Sejarah Kerajaan Majapahit," karya Slamet Muljana.
Perjalanan Hayam Wuruk juga ditandai oleh kegiatan dan kunjungannya ke tempat suci guna menghormati leluhur dinasti Majapahit. Tempat-tempat yang mendapat perhatian khusus adalah Singhasari, Kagenengan, Kidal, dan Jajaghu (candi Jago).
Di Singhasari, Hayam Wuruk melakukan puja bhakti di sebuah dharma atau candi pendharmaan milik buyutnya, Kertanegara, raja terakhir Singhasari. Kertanegara didharmakan di Singhasari dengan arca berwujud Siwa-Buddha.
Setelah melakukan puja, raja beristirahat selama beberapa waktu sambil menikmati keindahan alam di Kedhung Biru dan Bureng.
Dari Singhasari, raja beriringan ke arah selatan menuju Kagenengan. Di Kagenengan, raja melakukan puja pada candi pendharmaan Sri Ranggah Rajasa, Ken Angrok, raja pertama Tumapel dan pendiri wangsa Rajasa.
Perjalanan sang raja itu juga tercatat dalam teks Desawarnana (Nagarakretagama) karya Mpu Prapanca, yang turut dalam perjalanan tersebut. Diceritakan dalam teks Desawarnana, TH Pigeaud dalam Java in the 14th Century: A Study in Cultural History Vol. IV mencatat bahwa Hayam Wuruk melakukan enam kali perjalanan mengunjungi Pajang (1353), Lasem (1354), Lodaya (1357), Lumajang (1359), Tirib Sompur (1360), Palah Blitar (1361), dan Simping (1363).
Hayam Wuruk juga berkunjung ke pendharmaan candi Kidal, 11 km tenggara kota Malang, yang dibangun untuk Anusanatha (Anusapati), pengganti Ken Angrok yang wafat tahun 1170 saka atau 1248 M. Selepas memberi sembahan, Hayam Wuruk melanjutkan perjalanan dan tiba di desa Tumpang yang terletak 6 km sebelah timur Kidal.
Terdapat sebuah bangunan pedharmaan (dharma Jajaghu) untuk Wisnuwardhana, raja ketiga Tumapel. Wisnuwardhana didharmakan sebagai Siwa di Waleri dan sebagai Buddha di candi Jago. Di candi Jago, hingga kini terdapat “sebuah arca Buddha dalam bentuk Amoghapasa, yang dianggap sebagai wujud Wisnuwardhana,” tulis Bernet Kempers, ahli purbakala, dalam Ancient Indonesian Art.
Dalam buku "Menuju Puncak Kemegahan Sejarah Kerajaan Majapahit", karya Slamet Muljana, juga mencatat, selain melakukan perjalanan ke tempat-tempat suci para leluhur, Raja Hayam Wuruk juga kerap kali melakukan inspeksi mendadak (sidak) dan keliling wilayah kekuasaan Majapahit.
Sang raja kerap keliling daerah setelah musim penghujan mengadakan perjalanan ke daerah dekat - dekat Majapahit, seperti Jalagiri, Blitar, Polaman, Daha, dan sebagainya. Daerah bernama Desa Perdikan Jalagiri yang terletak tidak jauh sebelah timur Majapahit, serta Wewe Pikatan di Tjandi Lima.
Biasanya Hayam Wuruk berkunjung ke lokasi tersebut dengan berjalan kaki dan biasanya diiringi segenap pembesar - pembesar pemerintah pusat Majapahit.
Tercatat pada tahun 1355 Masehi, Hayam Wuruk juga melakukan perjalanan lumayan jauh ke Pajang, kemudian ke Lasem, yang berada di Rembang, Jawa Tengah pada 1354 Masehi, perjalanan ke pantai selatan (1357 M), dia juga pernah melalui hutan terus ke Lodaja, Teto, Sideman, pada 1359 Masehi. Hayam Wuruk juga tercatat pernah mengunjungi Lumajang sekitar bulan Agustus - September 1359 Masehi atau 1281 Saka, pada peninggalan agama Hindu.
Perhatian Hayam Wuruk terhadap desa - desa dan bangunan ternyata juga disambut oleh para penghuni desa dan warga yang didatangi. Perjalanan berkeliling itu dimaksud untuk menyaksikan sendiri keadaan kehidupan rakyat kecil di desa - desa di wilayah Majapahit.
Baca Juga
Kunjungan ini juga sekaligus untuk menyaksikan pelaksanaan amanat beliau sendiri kepada petugas pemerintah pusat di daerah. Mengingat Hayam Wuruk adalah pribadi yang tak puas dengan hanya menerima laporan saja. Hayam Wuruk ingin menyaksikan sendiri keadaan rakyat di desa - desa yang sulit dikunjungi orang sekalipun.
Oleh sebab itu Hayam Wuruk kerap kali menelusuri wilayah - wilayah di sulit diakses, bahkan hingga tepi laut. Konon perjalanan Hayam Wuruk dan pejabat Majapahit ini kerap memakan waktu berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan.
Betapa pun tempat yang sulit dijangkau dan tersembunyi, Hayam Wuruk menyempatkan diri untuk mengunjungi rakyatnya di pelosok wilayah. Kunjungan inilah yang juga membuat masyarakat nyaman dan aman. Bahkan para pendeta, para resi, dan para petapa yang kerap tinggal di pantai, gunung, hutan belantara, dan tempat - tempat sunyi untuk bertapa brata, bersemedi merasa aman. (sumber: wikipedia dan buku)
(nic)