PSBB Diterapkan, Jerit Sopir Angkot: Penumpang Sedikit, Pendapatan Semakin Minim
loading...
A
A
A
BANDUNG - Wabah virus Corona atau Covid-19 yang telah berlangsung selama beberapa bulan ini memukul perekonomian masyarakat, termasuk sopir angkutan kota (angkot).
Masyarakat diimbau untuk tetap berada di rumah. Akibatnya, jalan-jalan sepi, penumpang sedikit. Apalagi saat ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai hari ini, Rabu (22/4/2020).
Sejumlah ruas jalan ditutup petugas. Selain Peraturan Wali Kota (Perwal) Bandung Nomor 14 Tahun 2020 tentang PSBB membatasi jumlah penumpang angkot maksimal 5 orang.
Aturan ini mengacu kepada protokol kesehatan World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia dalam pencegahan penularan virus Corona, terutama physical dan social distancing.
Kondisi tersebut menyebabkan pendapatan para sopir angkot semakin menipis karena tak ada penumpang yang menggunakan jasa mereka. Padahal kehidupan ekonomi mereka sangat bergantung dari sedikit banyaknya jumlah penumpang yang mereka angkut.
Jay (50), sopir angkot jurusan Cicadas-Cibiru mengatakan, PSBB sangat berdampak terhadap pendapatan para sopir angkot. Pembatasan jumlah maksimal lima penumpang, menyebabkan pendapatan yang diperoleh hanya Rp25 ribu per hari.
Pendapatan tersebut, kata Jay, sangat tak sebanding dengan beban operasional angkot. Dalam satu hari, dia harus mengeluarkan uang untuk bensin dan makan. "Sejak Corona merebak, penumpang sudah sedikit. Apalagi PSBB diterapkan, pendapatan kami pasti akan lebih minim lagi," kata Jay.
Akibat pendapatan sangat minim, untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari, Jay terpaksa meminjam uang dari teman. Sementara, bantuan dari pemerintah berupa sembako atau uang tunai, Jaya mengaku belum mendapatkannya.
Budiman (44), sopir angkot lainnya, menuturkan, minimnya penumpang mulai dirasakan sejak sekolah dan perkantoran di Bandung mulai diliburkan dan kebijakan work from home (WFH) atau bekerja dari rumah pada 16 Maret lalu.
"Sejak 16 Maret sepi. Para sopir angkot mulai kelabakan. Penumpang sepi. Untuk makan saja susah. Dengan PSBB, dipastikan jumlah penumpang akan semakin berkurang. Saya dari pagi sampai siang belum ada penumpang yang naik," tutur Budiman.
Meski kehidupan semakin sulit, Budiman mengungkapkan, sebagian besar sopir angkot belum pernah menerima bantuan meskipun didata oleh rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW). "Bantuan sembako belum pernah ada. Bantuan kadang dari perorangan," ungkap dia.
Masyarakat diimbau untuk tetap berada di rumah. Akibatnya, jalan-jalan sepi, penumpang sedikit. Apalagi saat ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai hari ini, Rabu (22/4/2020).
Sejumlah ruas jalan ditutup petugas. Selain Peraturan Wali Kota (Perwal) Bandung Nomor 14 Tahun 2020 tentang PSBB membatasi jumlah penumpang angkot maksimal 5 orang.
Aturan ini mengacu kepada protokol kesehatan World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia dalam pencegahan penularan virus Corona, terutama physical dan social distancing.
Kondisi tersebut menyebabkan pendapatan para sopir angkot semakin menipis karena tak ada penumpang yang menggunakan jasa mereka. Padahal kehidupan ekonomi mereka sangat bergantung dari sedikit banyaknya jumlah penumpang yang mereka angkut.
Jay (50), sopir angkot jurusan Cicadas-Cibiru mengatakan, PSBB sangat berdampak terhadap pendapatan para sopir angkot. Pembatasan jumlah maksimal lima penumpang, menyebabkan pendapatan yang diperoleh hanya Rp25 ribu per hari.
Pendapatan tersebut, kata Jay, sangat tak sebanding dengan beban operasional angkot. Dalam satu hari, dia harus mengeluarkan uang untuk bensin dan makan. "Sejak Corona merebak, penumpang sudah sedikit. Apalagi PSBB diterapkan, pendapatan kami pasti akan lebih minim lagi," kata Jay.
Akibat pendapatan sangat minim, untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari, Jay terpaksa meminjam uang dari teman. Sementara, bantuan dari pemerintah berupa sembako atau uang tunai, Jaya mengaku belum mendapatkannya.
Budiman (44), sopir angkot lainnya, menuturkan, minimnya penumpang mulai dirasakan sejak sekolah dan perkantoran di Bandung mulai diliburkan dan kebijakan work from home (WFH) atau bekerja dari rumah pada 16 Maret lalu.
"Sejak 16 Maret sepi. Para sopir angkot mulai kelabakan. Penumpang sepi. Untuk makan saja susah. Dengan PSBB, dipastikan jumlah penumpang akan semakin berkurang. Saya dari pagi sampai siang belum ada penumpang yang naik," tutur Budiman.
Meski kehidupan semakin sulit, Budiman mengungkapkan, sebagian besar sopir angkot belum pernah menerima bantuan meskipun didata oleh rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW). "Bantuan sembako belum pernah ada. Bantuan kadang dari perorangan," ungkap dia.
(awd)