Mahasiswa Minta Dugaan Pungli di PN Malili Jadi Atensi
loading...
A
A
A
LUWU TIMUR - Dugaan pungutan liar (pungli) terkait pengurusan surat keterangan tidak pernah dipidana dan tidak dicabut hak politik di Pengadilan Negeri (PN) Malili , Kabupaten Luwu Timur (Lutim) ikut disorot oleh mahasiswa. Dimintanya agar dugaan pungli di lembaga peradilan menjadi atensi oleh pihak yang berwenang.
Ketua Himpunan Mahasiswa Luwu Timur (HAM-Lutim) Batara Guru, Warka Sultani, mengaku geram setelah mendengar adanya dugaan praktik pungli di PN Malili . Hal itu tentunya mencoreng nama Lutim, apalagi daerahnya beberapa bulan terakhir terus diterpa kabar kurang mengenakkan.
"Kita cukup geram ya, karena akhir-akhir ini kasus di Luwu Timur cukup banyak. Mulai dari dugaan kekerasan seksual dan ada lagi dugaan pungli ini," kata dia.
Warka menekankan meski jumlah nominal dugaan pungli di PN Malili tidak besar, tetapi tetap harus jadi perhatian. Sekecil apapun pungli itu, jika benar tetap merupakan pelanggaran. Terlebih, jika itu benar terjadi di lembaga peradilan, tempat orang mencari keadilan.
"Jadi tidak boleh dilakukan pembiaran. Kalau dilakukan pembiaran, karena persoalan nominalnya kecil, sama halnya kita kasih ruang,"tegasnya.
Warka menegaskan HAM Lutim siap untuk melakukan pengawalan atas dugaan praktik pungli di PN Malili . Pihaknya pun meminta agar seluruh pihak berwenang turun tangan. Termasuk Mahkamah Agung harus melakukan upaya pembenahan agar pengadilan di daerah benar-benar bersih dari hal-hal tercela.
Sekadar diketahui, dugaan pungli di PN Malili disampaikan oleh sejumlah calon kepala desa yang mengurus surat keterangan tidak pernah dipidana dan tidak dicabut hak politik. Tarif yang ditetapkan pihak PN Malili bervariasi dan di atas dari tarif resmi yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Adapun para calon kepala desa di Luwu Timur menyebut merogoh kocek Rp30.000 hingga Rp50.000. Padahal tarifnya hanya Rp10.000. Hal itu sebagaimana diatur dalam PP Nomor 5 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif Atas PNBP yang berlaku pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan, pada lampiran poin IVe bahwa Akta/Surat Keterangan Asli yang dibuat di Kepaniteraan di Luar Perkara memiliki tarif PNBP Rp10.000.
Kepala PN Malili , Alfian, sebelumnya tegas membantah terkait kabar adanya pungli di pengadilan yang dipimpinnya. Diklaimnya tidak ada pungutan, selain pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). "Jadi tidak ada pungutan sama sekali selain PNBP, tidak ada ya tidak ada," kata Alfian.
"Kalau ada yang bilang Pak Ketua perintahkan dipungut, saya siap dipecat. Kalau ada yang mengatakan Pak Ketua memerintahkan untuk dipungut, hari ini saya dipecat juga nggak apa-apa," sambungnya.
Alfian menyampaikan pihaknya sudah mewanti-wanti para pegawai di PN Malili agar tidak menerima kelebihan pembayaran dari cakades untuk pengambilan surat ini. "Jadi saya tegaskan tidak boleh, tidak boleh itu (ambil uang kelebihan)," ungkapnya.
Ketua Himpunan Mahasiswa Luwu Timur (HAM-Lutim) Batara Guru, Warka Sultani, mengaku geram setelah mendengar adanya dugaan praktik pungli di PN Malili . Hal itu tentunya mencoreng nama Lutim, apalagi daerahnya beberapa bulan terakhir terus diterpa kabar kurang mengenakkan.
"Kita cukup geram ya, karena akhir-akhir ini kasus di Luwu Timur cukup banyak. Mulai dari dugaan kekerasan seksual dan ada lagi dugaan pungli ini," kata dia.
Warka menekankan meski jumlah nominal dugaan pungli di PN Malili tidak besar, tetapi tetap harus jadi perhatian. Sekecil apapun pungli itu, jika benar tetap merupakan pelanggaran. Terlebih, jika itu benar terjadi di lembaga peradilan, tempat orang mencari keadilan.
"Jadi tidak boleh dilakukan pembiaran. Kalau dilakukan pembiaran, karena persoalan nominalnya kecil, sama halnya kita kasih ruang,"tegasnya.
Warka menegaskan HAM Lutim siap untuk melakukan pengawalan atas dugaan praktik pungli di PN Malili . Pihaknya pun meminta agar seluruh pihak berwenang turun tangan. Termasuk Mahkamah Agung harus melakukan upaya pembenahan agar pengadilan di daerah benar-benar bersih dari hal-hal tercela.
Sekadar diketahui, dugaan pungli di PN Malili disampaikan oleh sejumlah calon kepala desa yang mengurus surat keterangan tidak pernah dipidana dan tidak dicabut hak politik. Tarif yang ditetapkan pihak PN Malili bervariasi dan di atas dari tarif resmi yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Adapun para calon kepala desa di Luwu Timur menyebut merogoh kocek Rp30.000 hingga Rp50.000. Padahal tarifnya hanya Rp10.000. Hal itu sebagaimana diatur dalam PP Nomor 5 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif Atas PNBP yang berlaku pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan, pada lampiran poin IVe bahwa Akta/Surat Keterangan Asli yang dibuat di Kepaniteraan di Luar Perkara memiliki tarif PNBP Rp10.000.
Kepala PN Malili , Alfian, sebelumnya tegas membantah terkait kabar adanya pungli di pengadilan yang dipimpinnya. Diklaimnya tidak ada pungutan, selain pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). "Jadi tidak ada pungutan sama sekali selain PNBP, tidak ada ya tidak ada," kata Alfian.
"Kalau ada yang bilang Pak Ketua perintahkan dipungut, saya siap dipecat. Kalau ada yang mengatakan Pak Ketua memerintahkan untuk dipungut, hari ini saya dipecat juga nggak apa-apa," sambungnya.
Alfian menyampaikan pihaknya sudah mewanti-wanti para pegawai di PN Malili agar tidak menerima kelebihan pembayaran dari cakades untuk pengambilan surat ini. "Jadi saya tegaskan tidak boleh, tidak boleh itu (ambil uang kelebihan)," ungkapnya.
(tri)