Tikaman Belati Ra Tanca pada Raja Majapahit Membuka Jalan Trah Kertanegara

Selasa, 26 Oktober 2021 - 05:00 WIB
loading...
Tikaman Belati Ra Tanca pada Raja Majapahit Membuka Jalan Trah Kertanegara
Ra Tanca lolos dari incaran maut saat Gajah Mada mengobrak-abrik komplotan Dharmaputra yang berhasil memaksa Raja Jayanegara (1309-1328) keluar dari Istana Majapahit. Foto/SINDOnews/Tritus Julan
A A A
RA TANCA lolos dari incaran maut saat Gajah Mada mengobrak-abrik komplotan Dharmaputra yang berhasil memaksa Raja Jayanegara (1309-1328) keluar dari Istana Majapahit. Ra Tanca berhasil selamat ketika para pemberontak yang dipimpin Ra Kuti, ditumpas.

Tikaman Belati Ra Tanca pada Raja Majapahit Membuka Jalan Trah Kertanegara

Candi Kendalisada berdiri kokoh di ketinggian 1.253 mdpl, diperkirakan dibangun pada masa Kerajaan Majapahit. Foto/SINDOnews/Ali Masduki

Di istana Majapahit, Ra Tanca yang memiliki keahlian obat-obatan (Tabib) mampu bertahan dalam waktu lama.

"Pemberontakan Kuti dan peristiwa Tanca yang mengakibatkan wafatnya Raja Jayanegara berjarak sembilan tahun," tulis Slamet Muljana dalam "Menuju Puncak Kemegahan, Sejarah Kerajaan Majapahit".


Sepeninggal Raden Wijaya dan dinobatkannya Jayanegara situasi politik Kerajaan Majapahit mengalami kekacauan. Pemberontakan datang silih berganti.

Saat masih berusia 19 tahun Jayanegara sudah menghadapi berbagai rongrongan kekuasaan. Pemberontakan Gajah Biru dan Juru Demung. Setahun kemudian, raja muda itu kembali menghadapi upaya makar dari Maudama dan Wagol. Pada saat Jayanegara berusia 22 tahun, giliran Nambi yang memberontak.

Nambi seorang bekas mahapatih pertama Kerajaan Majapahit yang berasal dari Lumajang. Nambi yang masih kerabat Arya Wiraraja (Ayah Ranggalawe) merupakan salah satu tokoh yang berjasa atas berdirinya Kerajaan Majapahit. Negarakertagama menyebut, Jayanegara memimpin pasukan sendiri untuk menumpas para pemberontak.

"Empu Nambi dan sanak saudaranya dibinasakan, benteng di Pajarakan diduduki". Selain memang masih berusia sangat muda. Berbagai cerita tutur menyebut, Jayanegara sebagai raja yang lemah sekaligus sewenang-wenang. Karenanya, ia mendapat julukan Kalagemet yang sebenarnya ejekan yang disamarkan.

Tikaman Belati Ra Tanca pada Raja Majapahit Membuka Jalan Trah Kertanegara

Sepeninggal Raden Wijaya dan dinobatkannya Jayanegara jadi raja, situasi politik Kerajaan Majapahit mengalami kekacauan. Pemberontakan datang silih berganti. Foto/Ilustrasi/Tritus Julan

Jayanegara merupakan anak pernikahan Raden Wijaya dengan Dara Petak, salah satu puteri Melayu yang diboyong Kebo Anabrang sepulang menjalankan ekspedisi Pamalayu. Dara Petak menerima gelar Permaisuri Indreswari atau stri tinuheng pura yang artinya permaisuri yang dituakan.

Kedatangan Dara Petak di istana kaputren Majapahit menggeser kedudukan Tribuwana, putri tertua Raja Singasari Kertanegara yang lebih dulu dinikahi Raden Wijaya. Sejak menjadi indreswari Dara Petak berambisi keturunannya yang akan melanjutkan tahta Majapahit. Hal itu sekaligus menutup peluang trah langsung Kertanegara.



Sementara dari perkawinannya dengan Tribuwana dan Gayatri (Keduanya putri Raja Singasari Kertanegara), Raden Wijaya memiliki dua anak perempuan. Masing-masing bernama Tribuwanatunggadewi dan Radjadewi Maharadjasa. Keduanya juga dikenal dengan nama Bhre Kahuripan dan Bhre Daha.

Jayanegara yang sejak muda diangkat sebagai calon pewaris tahta Majapahit mengambil tempat latihan kekuasan di Dahanapura (sekarang Kediri). Ia sengaja mendekati tempat saudari tirinya karena khawatir akan disaingi. Termasuk saat menjadi raja, ia juga melarang Tribuwanatunggadewi dan Radjadewi menikah.

Untuk melanggengkan kekuasaannya Jayanegara membentuk pasukan Dharmaputra yang berisi tujuh orang senopati pilihan. Mereka adalah Ra Tanca, Ra Kuti, Ra Semi, Ra Pangsa, Ra Wedeng, Ra Juju dan Ra Banyak.

Dharmaputra semacam pasukan khusus yang mendapat keistimewaan raja. Mereka yang tergabung dalam Dharmaputra menerima sebutan Pangalasan atau abdi dalem wineh suka.

"Yang diberi kesukaan atau yang agak diistimewakan," tulis Slamet Muljana mengartikan wineh suka. Jayanegara yang kurang bisa bersikap adil dan konon gemar bermain perempuan, kecolongan. Pasukan Dharmaputra yang dibentuk untuk mengamankan kekuasaannya justru menusuknya dari belakang.

Tidak lama sepulang dari Lumajang untuk menumpas pemberontakan Nambi. Jayanegara dikejutkan dengan pemberontakan Dharmaputra yang dipimpin Ra Kuti. Meski tidak berhasil mengambil nyawa Jayanegara, serangan Ra Kuti pada malam hari memaksa Raja Majapahit itu ke luar istana.

Dengan pengawalan 15 orang Bhayangkara, Jayanegara lari dan bersembunyi di wilayah Bedander (sekarang Desa Dander, Kabupaten Bojonegoro). "Kebetulan pada waktu itu yang mendapat giliran berjaga ialah bekel Gajah Mada dengan lima belas bawahannya". Lima hari berada di Bedander, Gajah Mada mencoba mencari tahu perkembangan peta politik.

Sementara Raja Jayanegara tetap berada di persembunyian, Gajah Mada diam-diam kembali ke Kotaraja. Gajah Mada mencoba merangkai kembali jaringan politik yang tercerai berai. Dari situ ia tahu bahwa rakyat dan elit politik Majapahit masih mendukung Jayanegara daripada Ra Kuti.

Gajah Mada berhasil mengembalikan tahta Raja Jayanegara. Dalam waktu singkat ia berhasil menghancurkan Ra Kuti beserta para pengikutnya. Semua binasa, kecuali Ra Tanca. Tidak hanya lolos dari penumpasan. Ra Tanca yang memiliki kemampuan medis kembali mengabdi pada Raja Jayanegara.

"Setelah raja Jayanegara kembali ke Majapahit, sebenarnya komplotan Dharmaputra raja belum tertumpas sama sekali. Dharmaputra Tanca masih hidup," kata Slamet Muljana.

Sembilan tahun pasca pemberontakan Ra Kuti dan Ra Tanca kembali aktif mengabdi di istana ada suatu kabar mengejutkan. Suatu hari, setelah mendapat laporan istrinya, Ra Tanca mengadukan perbuatan tidak senonoh Raja Jayanegara kepada Gajah Mada.

Nyai Makacaru, istri Ra Tanca mengaku menyaksikan dengan mata kepala sendiri Jayanegara berusaha berbuat tidak senonoh kepada Tribuwanatunggadewi dan Radjadewi Maharadjasa. Ia mengadukan hal itu ke suaminya. Sementara sudah lama terdengar Jayanegara melarang keduanya menikah dan bermaksud mengawini sendiri.

Karenanya para ksatria yang mencoba mendekati saudara tirinya tersebut, selalu ia halau. Mendapat laporan itu Gajah Mada yang dihadiahi kedudukan patih Kahuripan pasca menumpas pemberontakan Ra Kuti hanya diam. Ra Tanca yang dari dulu tidak menyukai prilaku Jayanegara merasa jengkel.

Ra Tanca seperti mendapat momentum saat mendengar penyakit bubuh atau bisul Jayanegara kambuh. Raja Majapahit itu hanya bisa tergolek di pembaringan sambil mengerang kesakitan.

Ra Tanca yang memiliki kemampuan medis dipanggil untuk melakukan operasi. Satu kali pembedahan gagal. Begitu juga dengan pembedahan yang kedua kalinya.

Pada pembedahan yang ketiga, Ra Tanca berhasil mengiris bisul. Namun sekalian ia tikamkan belati bedah pada tubuh Jayanegara. Di atas tempat tidurnya, Raja Majapahit itu tewas seketika. Melihat insiden pembunuhan itu, Gajah Mada yang berada di lokasi langsung bergerak menikam Ra Tanca.

Tabib Istana yang bekas Dharmaputra itu tewas seketika di lokasi yang sama. Tragedi itu berlangsung tahun Saka 1250 atau tahun Masehi 1328. Setelah Raja Jayanegara mangkat, Gajah Mada mengangkat Bhre Kahuripan dan Bhre Daha memegang tampuk pemerintahan Majapahit.

Kelak keturunan mereka yang bernama Hayam Wuruk membawa jaman keemasan Majapahit. Langkah politik Gajah Mada mendapat sambutan positif dari orang-orang Majapahit yang tidak menyukai keturunan Dara Petak yang berasal dari Negeri Melayu.

Gajah Mada juga mendapat banyak simpati dari orang-orang Singasari. Sementara di sisi lain dengan membunuh Ra Tanca ia juga memperoleh simpati dari pengikut Jayanegara.

"Gajah Mada memberi kesan baik bahwa ia bertindak untuk menegakkan kembali hak keturunan Raja Kertanegara (Raja Singasari terkahir)," tulis Slamet Muljana dalam "Menuju Puncak Kemegahan, Sejarah Kerajaan Majapahit".
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1453 seconds (0.1#10.140)