The Heritage Palace, Objek Wisata yang Siap Dikunjungi saat New Normal
loading...
A
A
A
SUKOHARJO - Kebijakan New Normal yang akan diterapkan pemerintah, di antaranya adalah membuka kembali tempat tempat wisata. The Heritage Palace yang merupakan lokasi wisata selfie di Gembongan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah bisa menjadi referensi.
Franky Hardy Soetjipto, Pengelola The Heritage Palace mengemukakan, pihaknya tengah memperbanyak tempat cuci tangan, penempatan thermogun, penyediaan masker (free), pembuatan tanda physical distancing dan beberapa persiapan lainnya terkait pembukaan tempat wisata setelah kebijakan new normal diberlakukan. “Kami belum tahu kapan bisa dibuka kembali setelah mulai tutup 23 Maret 2020 lalu. Kami akan melihat dulu di Borobudur, Prambanan dan Tebing Breksi,” kata Franky Hardy Soetjipto kepada SINDOnews, Minggu (31/5/2020).
Meski demikian, The Heritage Palace kemungkinan besar akan dibuka pertengahan Juni 2020. Guna mendukung pemerintah dalam penanganan penyebaran COVID-19, jam operasional akan dipersingkat dulu mulai pukul 10:00-16:00 WIB, dan pembatasan jumlah pengunjung harian. “Akan kami atur calon pengunjung dan penjualan tiket dengan booking terlebih dahulu. Jadi bisa menentukan jam berapa calon pengunjung untuk datang demi menghindari pengunjung yang bergerombol,” terangnya.(Baca juga : Prajurit Diponegoro Siap Disiplinkan Warga Kota Tegal saat New Normal )
Obyek wisata The Heritage Palace merupakan metamorfosis dari bekas Pabrik Gula (PG) Gembongan di Kecamatan Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah sejak tahun 2018 lalu. Bangunan yang memiliki gaya arsitektur Eropa, dikemas apik menjadi tempat wisata selfie yang menawan. Dilihat dari sejarahnya, PG Gembongan didirikan tahun 1892 oleh Raja Pakoe Boewono (PB) XII. Dirunut dari ceritanya, PG Gembongan yang mensuport Pabrik Gula Colomadu, Karanganyar.
Hingga tahun 1920, ada perkembangan di Belanda yang membuat aturan untuk gedung gedung di tanah jajahan harus berbentuk nuansa Eropa. “Sehingga gedung ini dibuat bentuknya sesuai arsitektur Eropa. Itu renovasinya tahun 1920,” lanjut Franky. Bekas PG Gembongan memiliki luas lahan sekitar 2,2 hektar. PG Gembongan berdiri hingga memasuki zaman kemerdekaan. Namun setelah itu, berubah fungsi menjadi pengepul tembakau dari petani Wonosobo. Petani tembakau dari Wonosobo mengirim hasil panennya ke bekas PG Gembongan, dikeringkan dan di press.
Selanjutnya, tembakau dikirim ke British American Tobacco (BAT). “Peninggalan mesin presnya masih ada di sini,” urainya. Meski sebenarnya hanya sebagai pengepul tembakau, namun banyak orang mengenal bekas PG Gembongan menjadi pabrik tembakau. Setelah kemerdekaan, bekas PG Gembongan kepemilikannya telah beralih ke swasta. Menjadi lokasi pengepulan tembakau berjalan hingga sekitar tahun 1956 dan kemudian tutup. Setelah itu, beberapa kali beralih fungsi dan terakhir untuk tempat percetakan. “Sebelum percetakan, juga sempat jadi salah gudang bahan baku pabrik buku kiky. Sehingga pemilik gedung saat ini, masih memiliki hubungan saudara dengan pemilik pabrik buku Kiky.
Sebelum direnovasi dan dikelola menjadi tempat wisata yang menawan, bekas PG Gembongan diakui telah mangkrak puluhan tahun. Setelah diajak melihat bekas PG Gembongan, pihaknya langsung memiliki naluri bahwa tempat ini sangat bagus. Seingatnya, dirinya melakukan survei 19 Desember 2017. “Saya langsung jatuh hati dan menemui pemilik untuk kami sewa. Sehingga status kami di sini sewa selama 24 tahun,” bebernya. Januari 2018, grand desain dibuat dan dikerjakan. 9 Juni 2018 soft opening The Heritage Palace.
Ternyata, animo masyarakat sangat luar biasa dan tahun 2019 mendapat penghargaan dari Pemprov Jawa Tengah sebagai salah satu tempat wisata dengan daya tarik wisata paling bagus nomor 4. Bangunan berbentuk letter L dan setiap gedung ada akses, dan gedung tengah terdapat pangkal cerobongnya. Menurut cerita, cerobong itu dulunya untuk produksi gula, serta mengeringkan tembakau. Setelah disewa, pihaknya meminta izin kepada pemilik untuk mendaftarkannya ke Dinas Cagar Budaya. “Saya melihat gedung ini bersejarah, maka kami memberanikan diri untuk mendaftarkan ke Dinas Cagar Budaya di Prambanan,” ungkapnya.
Tim dari cagar budaya telah diterjunkan selama 2 minggu untuk menganalisis struktur bangunan, dan lainnya. Tak lama berselang, ditetapkan bahwa bekas PG Gembongan sebagai gedung cagar budaya nasional pada awal tahun 2018.
Selain bangunan, hampir tidak ada peninggalan yang tersisa karena telah lama mangkrak. Bahkan atap pun hampir sudah tidak bisa melindungi bagian dalamnya. Serta lantai pun sudah hancur karena air. Sehingga saat renovasi, diakui membutuhkan dana yang besar. Namun ia enggan membeberkan biaya yang harus dikeluarkan. Gedung disewa selama 24 tahun.
Franky Hardy Soetjipto, Pengelola The Heritage Palace mengemukakan, pihaknya tengah memperbanyak tempat cuci tangan, penempatan thermogun, penyediaan masker (free), pembuatan tanda physical distancing dan beberapa persiapan lainnya terkait pembukaan tempat wisata setelah kebijakan new normal diberlakukan. “Kami belum tahu kapan bisa dibuka kembali setelah mulai tutup 23 Maret 2020 lalu. Kami akan melihat dulu di Borobudur, Prambanan dan Tebing Breksi,” kata Franky Hardy Soetjipto kepada SINDOnews, Minggu (31/5/2020).
Meski demikian, The Heritage Palace kemungkinan besar akan dibuka pertengahan Juni 2020. Guna mendukung pemerintah dalam penanganan penyebaran COVID-19, jam operasional akan dipersingkat dulu mulai pukul 10:00-16:00 WIB, dan pembatasan jumlah pengunjung harian. “Akan kami atur calon pengunjung dan penjualan tiket dengan booking terlebih dahulu. Jadi bisa menentukan jam berapa calon pengunjung untuk datang demi menghindari pengunjung yang bergerombol,” terangnya.(Baca juga : Prajurit Diponegoro Siap Disiplinkan Warga Kota Tegal saat New Normal )
Obyek wisata The Heritage Palace merupakan metamorfosis dari bekas Pabrik Gula (PG) Gembongan di Kecamatan Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah sejak tahun 2018 lalu. Bangunan yang memiliki gaya arsitektur Eropa, dikemas apik menjadi tempat wisata selfie yang menawan. Dilihat dari sejarahnya, PG Gembongan didirikan tahun 1892 oleh Raja Pakoe Boewono (PB) XII. Dirunut dari ceritanya, PG Gembongan yang mensuport Pabrik Gula Colomadu, Karanganyar.
Hingga tahun 1920, ada perkembangan di Belanda yang membuat aturan untuk gedung gedung di tanah jajahan harus berbentuk nuansa Eropa. “Sehingga gedung ini dibuat bentuknya sesuai arsitektur Eropa. Itu renovasinya tahun 1920,” lanjut Franky. Bekas PG Gembongan memiliki luas lahan sekitar 2,2 hektar. PG Gembongan berdiri hingga memasuki zaman kemerdekaan. Namun setelah itu, berubah fungsi menjadi pengepul tembakau dari petani Wonosobo. Petani tembakau dari Wonosobo mengirim hasil panennya ke bekas PG Gembongan, dikeringkan dan di press.
Selanjutnya, tembakau dikirim ke British American Tobacco (BAT). “Peninggalan mesin presnya masih ada di sini,” urainya. Meski sebenarnya hanya sebagai pengepul tembakau, namun banyak orang mengenal bekas PG Gembongan menjadi pabrik tembakau. Setelah kemerdekaan, bekas PG Gembongan kepemilikannya telah beralih ke swasta. Menjadi lokasi pengepulan tembakau berjalan hingga sekitar tahun 1956 dan kemudian tutup. Setelah itu, beberapa kali beralih fungsi dan terakhir untuk tempat percetakan. “Sebelum percetakan, juga sempat jadi salah gudang bahan baku pabrik buku kiky. Sehingga pemilik gedung saat ini, masih memiliki hubungan saudara dengan pemilik pabrik buku Kiky.
Sebelum direnovasi dan dikelola menjadi tempat wisata yang menawan, bekas PG Gembongan diakui telah mangkrak puluhan tahun. Setelah diajak melihat bekas PG Gembongan, pihaknya langsung memiliki naluri bahwa tempat ini sangat bagus. Seingatnya, dirinya melakukan survei 19 Desember 2017. “Saya langsung jatuh hati dan menemui pemilik untuk kami sewa. Sehingga status kami di sini sewa selama 24 tahun,” bebernya. Januari 2018, grand desain dibuat dan dikerjakan. 9 Juni 2018 soft opening The Heritage Palace.
Ternyata, animo masyarakat sangat luar biasa dan tahun 2019 mendapat penghargaan dari Pemprov Jawa Tengah sebagai salah satu tempat wisata dengan daya tarik wisata paling bagus nomor 4. Bangunan berbentuk letter L dan setiap gedung ada akses, dan gedung tengah terdapat pangkal cerobongnya. Menurut cerita, cerobong itu dulunya untuk produksi gula, serta mengeringkan tembakau. Setelah disewa, pihaknya meminta izin kepada pemilik untuk mendaftarkannya ke Dinas Cagar Budaya. “Saya melihat gedung ini bersejarah, maka kami memberanikan diri untuk mendaftarkan ke Dinas Cagar Budaya di Prambanan,” ungkapnya.
Tim dari cagar budaya telah diterjunkan selama 2 minggu untuk menganalisis struktur bangunan, dan lainnya. Tak lama berselang, ditetapkan bahwa bekas PG Gembongan sebagai gedung cagar budaya nasional pada awal tahun 2018.
Selain bangunan, hampir tidak ada peninggalan yang tersisa karena telah lama mangkrak. Bahkan atap pun hampir sudah tidak bisa melindungi bagian dalamnya. Serta lantai pun sudah hancur karena air. Sehingga saat renovasi, diakui membutuhkan dana yang besar. Namun ia enggan membeberkan biaya yang harus dikeluarkan. Gedung disewa selama 24 tahun.