Jaksa KPK Beberkan Sepak Terjang Aa Umbara, Kuasa Hukum: Saksi Tidak Mendukung
loading...
A
A
A
BANDUNG - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah membeberkan sepak terjang Aa Umbara Sutisna dalam kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) COVID-19.
Salah satu sepak terjang Bupati Bandung Barat non-aktif itu, yakni terkait intervensi Aa Umbara dalam pengadaan bansos COVID-19 di Bandung Barat. Jaksa KPK menyatakan, sebagai bupati saat itu, Aa Umbara seharusnya mengawasi pelaksanaan pengadaan, namun dia justru ikut mengaturnya.
Namun, dakwaan tersebut dipersoalkan oleh Aa Umbara. Menurut kuasa hukumnya, Rizky Dirgantara, dakwaan Jaksa KPK tersebut tidak sesuai dengan pernyataan para saksi yang telah dihadirkan dalam sidang pengadilan.
Baca juga: Jaksa KPK Beberkan Sepak Terjang Aa Umbara di Kasus Korupsi Bansos Bandung Barat
Bahkan, Rizky menegaskan bahwa kliennya itu tak terbukti melakukan intervensi pengadaan bansos COVID-19. Hal itu berdasarkan keterangan para saksi yang dihadirkan KPK dalam sidang pengadilan.
"Kalau dari kami, dari apa yang didakwakan tidak didukung oleh keterangan saksi. Terkait intervensi, bentuknya hanya referensi. Kemudian terkait dakwaan gratifikasi, ternyata itu honor narsum dan memang itu wajar tidak pakai anggaran dinas. Kemudian masalah PPK (pejabat pelaksana kegiatan), tidak juga didukung keterangan saksi," Papar Rizky.
Diketahui, sejumlah saksi dihadirkan KPK dalam di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung yang digelar dua kali dalam sepekan itu. Saksi yang dihadirkan terdiri dari para pejabat di lingkungan Pemkab Bandung Barat.
Baca juga: Aa Umbara Segera Disidang Kasus Bansos COVID-19, Hengki Kurniawan Doakan Cepat Selesai
Rizky mencontohkan keterangan saksi yang juga Sekretaris Daerah (Sekda) Bandung Barat, Asep Sodikin. Berdasarkan keterangan dari Asep Sodikin, kata Rizky, kegiatan pengadaan bansos COVID-19 tersebut untuk kepentingan masyarakat Bandung Barat.
"Saksi saat itu menjawab itu kewajiban pusat dan daerah karena ada perpres (peraturan presiden) dan SKB (surat keputusan bersama) dua menteri, sehingga melakukan refocusing untuk bantuan COVID-19," terang Rizky.
Terkait intervensi, Rizky menyatakan bahwa kliennya juga tak terbukti melakukan intervensi kepada pejabat dinas di Pemkab Bandung Barat untuk memenangkan M Totoh Gunawan selaku pelaksana pengadaan bansos COVID-19. Bahkan, kata dia, Aa Umbara pun sempat menanggapi tudingan tersebut dengan menanyakan ihwal intervensi yang dilakukan oleh Aa Umbara.
"Pak Aa menanggapi dan bertanya tentang intervensi Aa menunjuk Totoh dan rekanan dari pihak Andri Wibawa. Aa bertanya, apakah saat itu intervensi bentuknya keharusan atau hanya mereferensi, kalau ada yang lebih baik ya silakan. Ternyata dijawab oleh Heri Partomo (Kepala Dinas Sosial) bahwa Aa hanya mereferensi, tapi karena Heri Partomo bawahan Pak Aa, dia beranggapan referensi itu sebuah keharusan," paparnya.
Terkait intervensi lainnya berupa penunjukkan PPK, Rizky juga menyatakan bahwa tidak ada bukti kuat Aa Umbara melakukan intervensi untuk mengganti PPK sebelumnya, yakni Tian Firmansyah ke Dian Soehartini. Menurut dia, penunjukkan Dian dilakukan oleh Dinas Sosial (Dinsos) Bandung Barat.
"Yang menarik itu PPK karena di dakwaan itu disebutkan bahwa ada pergantian PPK dari Tian Firmansyah ke Bu Dian, seolah itu kehendak bupati karena disebutkan bupati perintahkan kadis buat surat keputusan PPK baru, mengganti yang lama."
"Faktanya, berdasarkan keterangan Tian Firmansyah, dia itu malah minta mundur karena dia sebagai PPK di dinas setelah konsultasi ada PPK yang khusus untuk pengadaan bansos, sehingga dia mengundurkan diri. Selain itu, karena dia sakit, jadi tidak bisa mengikuti dinamika kerja yang cepat, sehingga diganti," beber Rizky.
"Ada tiga hal yang membuat Dian mau menggantikan Tian. Mungkin tersentuh dengan omongan kadis dan ASN di Dinsos, itu tidak bisa memberikan uang kepada masyarakat, jadi berikan tenaga sehingga Dian mau dan dibuatkan SK-nya sendiri."
"Berarti soal surat itu bukan perintah bupati. Kemarin ketika Heri Partomo ditanya, memang dia membenarkan inisiatif kadis menunjuk Dian karena mengetahui kinerjanya dan dia juga membenarkan dan tidak ada intervensi dari bupati menunjuk Dian," tambah Rizky.
Di dalam dakwaan sendiri, Aa Umbara disebut memerintahkan Heri Partomo selalu Kepala Dinsos Bandung Barat untuk mengganti Tian Firmansyah dengan Dian Soehartini. Aa Umbara didakwa meminta Heri Partomo untuk membuatkan SK penggantian tersebut.
Sebelumnya, JPU KPK membeberkan sepak terjang Aa Umbara Sutisna dalam kasus korupsi pengadaan bansos COVID-19 di Kabupaten Bandung Barat.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (18/8/2021) lalu, Jaksa KPK, Tito Jaelani mengatakan, Aa Umbara yang seharusnya mengawasi pengadaan barang atau jasa dalam keadaan darurat malah mengatur tender pengadaan paket bansos.
"Perbuatan terdakwa selaku Bupati Bandung Barat yang ditugaskan mengawasi pengadaan barang atau jasa dalam keadaan darurat, namun terdakwa ternyata ikut mengatur penyedia paket pengadaan barang tanggap darurat bencana pandemi COVID-19 pada Dinas Sosial Kabupaten Bandung Barat," beber Tito saat membacakan dakwaannya.
Salah satu sepak terjang Bupati Bandung Barat non-aktif itu, yakni terkait intervensi Aa Umbara dalam pengadaan bansos COVID-19 di Bandung Barat. Jaksa KPK menyatakan, sebagai bupati saat itu, Aa Umbara seharusnya mengawasi pelaksanaan pengadaan, namun dia justru ikut mengaturnya.
Namun, dakwaan tersebut dipersoalkan oleh Aa Umbara. Menurut kuasa hukumnya, Rizky Dirgantara, dakwaan Jaksa KPK tersebut tidak sesuai dengan pernyataan para saksi yang telah dihadirkan dalam sidang pengadilan.
Baca juga: Jaksa KPK Beberkan Sepak Terjang Aa Umbara di Kasus Korupsi Bansos Bandung Barat
Bahkan, Rizky menegaskan bahwa kliennya itu tak terbukti melakukan intervensi pengadaan bansos COVID-19. Hal itu berdasarkan keterangan para saksi yang dihadirkan KPK dalam sidang pengadilan.
"Kalau dari kami, dari apa yang didakwakan tidak didukung oleh keterangan saksi. Terkait intervensi, bentuknya hanya referensi. Kemudian terkait dakwaan gratifikasi, ternyata itu honor narsum dan memang itu wajar tidak pakai anggaran dinas. Kemudian masalah PPK (pejabat pelaksana kegiatan), tidak juga didukung keterangan saksi," Papar Rizky.
Diketahui, sejumlah saksi dihadirkan KPK dalam di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung yang digelar dua kali dalam sepekan itu. Saksi yang dihadirkan terdiri dari para pejabat di lingkungan Pemkab Bandung Barat.
Baca juga: Aa Umbara Segera Disidang Kasus Bansos COVID-19, Hengki Kurniawan Doakan Cepat Selesai
Rizky mencontohkan keterangan saksi yang juga Sekretaris Daerah (Sekda) Bandung Barat, Asep Sodikin. Berdasarkan keterangan dari Asep Sodikin, kata Rizky, kegiatan pengadaan bansos COVID-19 tersebut untuk kepentingan masyarakat Bandung Barat.
"Saksi saat itu menjawab itu kewajiban pusat dan daerah karena ada perpres (peraturan presiden) dan SKB (surat keputusan bersama) dua menteri, sehingga melakukan refocusing untuk bantuan COVID-19," terang Rizky.
Terkait intervensi, Rizky menyatakan bahwa kliennya juga tak terbukti melakukan intervensi kepada pejabat dinas di Pemkab Bandung Barat untuk memenangkan M Totoh Gunawan selaku pelaksana pengadaan bansos COVID-19. Bahkan, kata dia, Aa Umbara pun sempat menanggapi tudingan tersebut dengan menanyakan ihwal intervensi yang dilakukan oleh Aa Umbara.
"Pak Aa menanggapi dan bertanya tentang intervensi Aa menunjuk Totoh dan rekanan dari pihak Andri Wibawa. Aa bertanya, apakah saat itu intervensi bentuknya keharusan atau hanya mereferensi, kalau ada yang lebih baik ya silakan. Ternyata dijawab oleh Heri Partomo (Kepala Dinas Sosial) bahwa Aa hanya mereferensi, tapi karena Heri Partomo bawahan Pak Aa, dia beranggapan referensi itu sebuah keharusan," paparnya.
Terkait intervensi lainnya berupa penunjukkan PPK, Rizky juga menyatakan bahwa tidak ada bukti kuat Aa Umbara melakukan intervensi untuk mengganti PPK sebelumnya, yakni Tian Firmansyah ke Dian Soehartini. Menurut dia, penunjukkan Dian dilakukan oleh Dinas Sosial (Dinsos) Bandung Barat.
"Yang menarik itu PPK karena di dakwaan itu disebutkan bahwa ada pergantian PPK dari Tian Firmansyah ke Bu Dian, seolah itu kehendak bupati karena disebutkan bupati perintahkan kadis buat surat keputusan PPK baru, mengganti yang lama."
"Faktanya, berdasarkan keterangan Tian Firmansyah, dia itu malah minta mundur karena dia sebagai PPK di dinas setelah konsultasi ada PPK yang khusus untuk pengadaan bansos, sehingga dia mengundurkan diri. Selain itu, karena dia sakit, jadi tidak bisa mengikuti dinamika kerja yang cepat, sehingga diganti," beber Rizky.
"Ada tiga hal yang membuat Dian mau menggantikan Tian. Mungkin tersentuh dengan omongan kadis dan ASN di Dinsos, itu tidak bisa memberikan uang kepada masyarakat, jadi berikan tenaga sehingga Dian mau dan dibuatkan SK-nya sendiri."
"Berarti soal surat itu bukan perintah bupati. Kemarin ketika Heri Partomo ditanya, memang dia membenarkan inisiatif kadis menunjuk Dian karena mengetahui kinerjanya dan dia juga membenarkan dan tidak ada intervensi dari bupati menunjuk Dian," tambah Rizky.
Di dalam dakwaan sendiri, Aa Umbara disebut memerintahkan Heri Partomo selalu Kepala Dinsos Bandung Barat untuk mengganti Tian Firmansyah dengan Dian Soehartini. Aa Umbara didakwa meminta Heri Partomo untuk membuatkan SK penggantian tersebut.
Sebelumnya, JPU KPK membeberkan sepak terjang Aa Umbara Sutisna dalam kasus korupsi pengadaan bansos COVID-19 di Kabupaten Bandung Barat.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (18/8/2021) lalu, Jaksa KPK, Tito Jaelani mengatakan, Aa Umbara yang seharusnya mengawasi pengadaan barang atau jasa dalam keadaan darurat malah mengatur tender pengadaan paket bansos.
"Perbuatan terdakwa selaku Bupati Bandung Barat yang ditugaskan mengawasi pengadaan barang atau jasa dalam keadaan darurat, namun terdakwa ternyata ikut mengatur penyedia paket pengadaan barang tanggap darurat bencana pandemi COVID-19 pada Dinas Sosial Kabupaten Bandung Barat," beber Tito saat membacakan dakwaannya.
(shf)