Kunjungi Lapter Ekstrim Distrik Doufo, Bupati Puncak Pastikan Tingkatkan Lapter 2022
loading...
A
A
A
ILAGA - Menerbangkan pesawat di lapangan perintis di pedalaman Papua,tidak seperti di daerah lain, karena memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi. Kondisi topograsi dan cuaca yang sering berubah terutama angin yang kencang. Salah satunya ada di Lapangan terbang Distrik Doufo.
Bupati Puncak Willem Wandik menyatakan lapangan terbang ini bisa dikatakan sebagai salah satu lapangan terbang perintis di Papua bahkan Indonesia. Bahkan lapangan terbang ini masuk dalam lapter terekstrim di Indonesia.
Dikatakan lapter perintis cukup ekstrim, karena panjang lapter ini saja sekitar 800 meter, dan Run Way lapangan terbang ini belum beraspal. Run way hanya terdiri dari tanah merah dan rumput,bahkan ada harus melewati bukit di tengah landasan untuk menuju ke tempat parkir pesawat. Di samping lapter ini dikelilingi sungai Mamberamo. Sehingga membutuhkan kemampuan ekstra dari para pilot saat mendaratkan pesawatnya.
Mengingat jika sedikit salah perhitungan, pesawat bakal tergelincir dan masuk dalam jurang. Seperti yang disampaikan Captain Jesse baker, pilot asal Selandia baru, yang membawa pesawat Cesna Grand Caravan milik Pemkab Puncak, saat mengantar Bupati ke Distrik Doufo.
“Kita harus hati-hati di lapangan terbang ini,karena lapangan terbang masih belum bagus,apalagi di kelilingi oleh sungai Memberamo. Kami berharap sekali ada pembangunan lapangan terbang ini,biar lebih bagus untuk didarati pesawat,” katanya.
Direktur PT. Aviation Puncak Papua di bawah naungan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemda Puncak Semuel Resubun mengatakan, salah satu penyebab lapangan terbang di Papua sangat ekstrim, karena berada ada lapangan terbang yang berada di atas gunung,lembah. Selain itu, fasilitas lapangan terbang juga sangat minim.
Di daerah tersebut, ungkap Semuel kondisi cuacanya tidak bisa diprediksi, bisa berubah setiap saat. Sehingga untuk menjadi pilot di Papua, ungkap dia memang membutuhkan kemampuan khusus atau visual. Ia harus mampu membaca tanda alam maupun cuaca, sehingga mampu mengendalikan pesawat tetap terbang pada jalurnya.
“Sebelum kami menerima Kapten pilot itu bekerja di kami, biasanya kami cek dulu mereka (Pilot-red) apakah sudah mengusai medan di Papua, masuk keluar di landasan yang sulit, kami biasanya ada pendampingan dari instruktur berkali-kali. Jika kami nilai sudah siap baru bisa dilepas. Jadi bukan saja melihat dari persyaratan penerbang, namun harus lebih memiliki kemampuan khusus lagi. Apalagi sebagian besar lapangan perintis di pedalaman Papua tidak begitu dilengkapi fasilitas pendukung,” ujarnya.
Salah satu warga Distrik Doufo Bapak Daniel mengatakan, bahwa warga setempat sudah lama sekali merindukan lapangan terbang yang diaspal, sehingga pesawat tidak ragu masuk di daerah ini. Menurutnya dampak dari landasan pacu yang masih belum diaspal, membuat pesawat jarang masuk di distrik ini.
“Landasan mungkin tidak bagus, jadi pesawat tidak mau datang ke sini. Kami sudah lama merindukan lapangan terbang diaspal, kami harap Bapak Bupati sudah datang,sudah liat sendiri, kalau bisa segera bangun lapangan terbang ini, biar pesawat banyak masuk ke sini,” ucapnya.
Bupati Puncak Willem Wandik menyatakan lapangan terbang ini bisa dikatakan sebagai salah satu lapangan terbang perintis di Papua bahkan Indonesia. Bahkan lapangan terbang ini masuk dalam lapter terekstrim di Indonesia.
Dikatakan lapter perintis cukup ekstrim, karena panjang lapter ini saja sekitar 800 meter, dan Run Way lapangan terbang ini belum beraspal. Run way hanya terdiri dari tanah merah dan rumput,bahkan ada harus melewati bukit di tengah landasan untuk menuju ke tempat parkir pesawat. Di samping lapter ini dikelilingi sungai Mamberamo. Sehingga membutuhkan kemampuan ekstra dari para pilot saat mendaratkan pesawatnya.
Mengingat jika sedikit salah perhitungan, pesawat bakal tergelincir dan masuk dalam jurang. Seperti yang disampaikan Captain Jesse baker, pilot asal Selandia baru, yang membawa pesawat Cesna Grand Caravan milik Pemkab Puncak, saat mengantar Bupati ke Distrik Doufo.
“Kita harus hati-hati di lapangan terbang ini,karena lapangan terbang masih belum bagus,apalagi di kelilingi oleh sungai Memberamo. Kami berharap sekali ada pembangunan lapangan terbang ini,biar lebih bagus untuk didarati pesawat,” katanya.
Direktur PT. Aviation Puncak Papua di bawah naungan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemda Puncak Semuel Resubun mengatakan, salah satu penyebab lapangan terbang di Papua sangat ekstrim, karena berada ada lapangan terbang yang berada di atas gunung,lembah. Selain itu, fasilitas lapangan terbang juga sangat minim.
Di daerah tersebut, ungkap Semuel kondisi cuacanya tidak bisa diprediksi, bisa berubah setiap saat. Sehingga untuk menjadi pilot di Papua, ungkap dia memang membutuhkan kemampuan khusus atau visual. Ia harus mampu membaca tanda alam maupun cuaca, sehingga mampu mengendalikan pesawat tetap terbang pada jalurnya.
“Sebelum kami menerima Kapten pilot itu bekerja di kami, biasanya kami cek dulu mereka (Pilot-red) apakah sudah mengusai medan di Papua, masuk keluar di landasan yang sulit, kami biasanya ada pendampingan dari instruktur berkali-kali. Jika kami nilai sudah siap baru bisa dilepas. Jadi bukan saja melihat dari persyaratan penerbang, namun harus lebih memiliki kemampuan khusus lagi. Apalagi sebagian besar lapangan perintis di pedalaman Papua tidak begitu dilengkapi fasilitas pendukung,” ujarnya.
Salah satu warga Distrik Doufo Bapak Daniel mengatakan, bahwa warga setempat sudah lama sekali merindukan lapangan terbang yang diaspal, sehingga pesawat tidak ragu masuk di daerah ini. Menurutnya dampak dari landasan pacu yang masih belum diaspal, membuat pesawat jarang masuk di distrik ini.
“Landasan mungkin tidak bagus, jadi pesawat tidak mau datang ke sini. Kami sudah lama merindukan lapangan terbang diaspal, kami harap Bapak Bupati sudah datang,sudah liat sendiri, kalau bisa segera bangun lapangan terbang ini, biar pesawat banyak masuk ke sini,” ucapnya.