Kerangka Homo Sapiens Berusia 7.200 Tahun Ditemukan di Leang Panninge
loading...
A
A
A
MAROS - Kerangka manusia purba berusia 7.200 ditemukan di Leang Panninge Desa Wanuawaru Kecamatan Mallawa Kabupaten Maros. Berdasarkan hasil tes DNA, diketahui rangka manusia tersebut menunjukan sub spesies dari Homo Sapiens.
Penemuan kerangka oleh tim peneliti ini diberi nama Besse , yang merujuk penunjukan perempuan di daerah Bugis. Hal ini merujuk pada awal penelitian dilakukan enam tahun lalu.
Salah satu tim peneliti, Fardi Ali Syahdar mengatakan, awal penelitian ini dilakukan di tahun 2015. Pada waktu itu kata dia, ada kegiatan penelitian yang diinisiasi oleh Prof Akin Duli yang merupakan Dekan FIB Unhas. "Melalui kerjasama Unhas dengan Universitas Sains Malaysia itulah kemudian menjadi cikal bakal penemuan rangka yang disebut sebagai Besse," katanya saat ditemui di Leang-leang, Selasa, (31/8/2021).
Penelitian itu kata dia, kemudian menemukan rangka manusia yang diperkirakan berusia 7.200 tahun. Hanya saja, saat ditemukan waktu itu, kerangka manusia itu belum diangkat. "Temuan rangka itu kemudian ditindaklanjuti di tahun 2018 dan dilakukan pengangkatan," ungkapnya.
Di tahun 2018, dia bersama tim peneliti dari Griffith University Australia melakukan pendalaman dan perluasan kotak gali di Leang Panninge untuk melihat asosiasi temuan.
"Untuk melihat lapisan dari Besse di Leang Panninge saya bersama tim Griffith University Asutralia melakukan pendalaman perluasan kotak galian," jelasnya.
Dia juga mengatakan dari hasil temuan rangka itu, di tahun 2019 dilakukan ekstrak DNA. Dukungan dari Griffith Australia itu dengan memeriksa ekstrak DNA.
"Dibagian DNA Besse ini diekstraksi dari bagian tulang petrous. Ini terletak di telinga bagian dalam manusia dan menghasilkan data DNA. Ini yang kemudian diterbitkan di Jurnal Nature," ungkapnya.
Dia juga mengatakan, kalau dari hasil penelitian itu menunjukkan kalau Besse ini ada di kebudayaan Toala. Di Karst Maros-Pangkep sendiri kata dia, dikenal istilah kebudayaan Toala yang memiliki beberapa ciri khas.
"Kebudayaan Toala ini hidup di masa berburu dan meramu, dan asosiasi Besse ini ada di kebudayaan Toala itu. Jadi sampai sekarang kita bisa beranggapan kalau Besse ini manusia pendukung dari kebudayaan Toala. Dan ini termasuk manusia modern homo sapiens," jelasnya.
Dia juga mengatakan jika berbicara Toala, ada temuan-temuan spesifik dan sangat banyak jumlahnya di kawasan Karst Maros-Pangkep.
Terkait DNA, kata dia, dari terbitan jurnal menegaskan, kalau ada poin penting terkait unsur Besse yang mengandung genetik Denisova yang merupakan sub spesis dari homo sapiens yang ditemukan di Siberia di tahun 2010 lalu.
Dia mengatakan, hal ini dianggap spektakuler karena DNA ini ditemukan di iklim tropis di Indonesia.
"Temuan Besse itu ada unsur DNA denisova. Padahal Indonesia berada di iklim tropis. Beda dengan penemuan di Siberia itu yang berada di suhu lebih rendah dibanding Indonesia. Sehingga menjadi satubhal menarik kenapa DNA dari Besse bisa bertahan di Iklim tropis seperti yang ada di Leang Panninge," jelasnya.
Dia mengatakan, rangka perempuan yang diperkirakan memiliki usia antara 17-18 ini ini sengaja diberi nama Besse. "Besse merupakan gelar untuk putri atau perempuan Bugis-Makassar. Jadi penemuan itu untuk mennandakan kalau Besse ditemukan di Sulsel atau lebih khusus Bugis-Makassar," katanya.
Dia mengatakan, dari temuam itu sementara disimpulkan kalau Leang Panninge kemungkinannya dijadikan area bermukim di masa lalu.
"Secara morfologi gua itu memungkinkan untuk dihuni. Guanya sangat besar dan ada kemungkinan Leang Panninge dijadikan sebagai area bermukim di masa lalu," sebutnya.
Kepala BPCB Sulsel, Laode Muhammad Aksa mengatakan, setelah penemuan itu BPCB Sulsel telah berkomunikasi dengan tim penemu kerangka itu dan menyampaikan pentingnya Leang Panninge untuk dilindungi.
"Jadi langkah awal di tahun 2019 kita telah menugaskan juru pelihara untuk menjaga pelestaraian maupun pengamanannya. Dan di tahun 2020 BPCB sudah melakukan zonasi untuk lahan yang dilindungi. Karena banyak juga kebun masyarakat dan kebutuhan wista di sekitar Leang Panning ," katanya.
Dia juga mengatakan, kalau Pemda Maros melalui Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) sudah menetapkan sebagau situs cagar budaya.
"Artinya Leang Panninge ini lengkap sudah untuk pelestarian. Karena sudah punya status hukum. Terutama sudah ada penetapan Bupati Maros sebagai situs cagar budaya. Itu yang paling penting sehingga kita bisa lestarikan," paparnya.
Penemuan kerangka oleh tim peneliti ini diberi nama Besse , yang merujuk penunjukan perempuan di daerah Bugis. Hal ini merujuk pada awal penelitian dilakukan enam tahun lalu.
Salah satu tim peneliti, Fardi Ali Syahdar mengatakan, awal penelitian ini dilakukan di tahun 2015. Pada waktu itu kata dia, ada kegiatan penelitian yang diinisiasi oleh Prof Akin Duli yang merupakan Dekan FIB Unhas. "Melalui kerjasama Unhas dengan Universitas Sains Malaysia itulah kemudian menjadi cikal bakal penemuan rangka yang disebut sebagai Besse," katanya saat ditemui di Leang-leang, Selasa, (31/8/2021).
Penelitian itu kata dia, kemudian menemukan rangka manusia yang diperkirakan berusia 7.200 tahun. Hanya saja, saat ditemukan waktu itu, kerangka manusia itu belum diangkat. "Temuan rangka itu kemudian ditindaklanjuti di tahun 2018 dan dilakukan pengangkatan," ungkapnya.
Di tahun 2018, dia bersama tim peneliti dari Griffith University Australia melakukan pendalaman dan perluasan kotak gali di Leang Panninge untuk melihat asosiasi temuan.
"Untuk melihat lapisan dari Besse di Leang Panninge saya bersama tim Griffith University Asutralia melakukan pendalaman perluasan kotak galian," jelasnya.
Dia juga mengatakan dari hasil temuan rangka itu, di tahun 2019 dilakukan ekstrak DNA. Dukungan dari Griffith Australia itu dengan memeriksa ekstrak DNA.
"Dibagian DNA Besse ini diekstraksi dari bagian tulang petrous. Ini terletak di telinga bagian dalam manusia dan menghasilkan data DNA. Ini yang kemudian diterbitkan di Jurnal Nature," ungkapnya.
Dia juga mengatakan, kalau dari hasil penelitian itu menunjukkan kalau Besse ini ada di kebudayaan Toala. Di Karst Maros-Pangkep sendiri kata dia, dikenal istilah kebudayaan Toala yang memiliki beberapa ciri khas.
"Kebudayaan Toala ini hidup di masa berburu dan meramu, dan asosiasi Besse ini ada di kebudayaan Toala itu. Jadi sampai sekarang kita bisa beranggapan kalau Besse ini manusia pendukung dari kebudayaan Toala. Dan ini termasuk manusia modern homo sapiens," jelasnya.
Dia juga mengatakan jika berbicara Toala, ada temuan-temuan spesifik dan sangat banyak jumlahnya di kawasan Karst Maros-Pangkep.
Terkait DNA, kata dia, dari terbitan jurnal menegaskan, kalau ada poin penting terkait unsur Besse yang mengandung genetik Denisova yang merupakan sub spesis dari homo sapiens yang ditemukan di Siberia di tahun 2010 lalu.
Dia mengatakan, hal ini dianggap spektakuler karena DNA ini ditemukan di iklim tropis di Indonesia.
"Temuan Besse itu ada unsur DNA denisova. Padahal Indonesia berada di iklim tropis. Beda dengan penemuan di Siberia itu yang berada di suhu lebih rendah dibanding Indonesia. Sehingga menjadi satubhal menarik kenapa DNA dari Besse bisa bertahan di Iklim tropis seperti yang ada di Leang Panninge," jelasnya.
Dia mengatakan, rangka perempuan yang diperkirakan memiliki usia antara 17-18 ini ini sengaja diberi nama Besse. "Besse merupakan gelar untuk putri atau perempuan Bugis-Makassar. Jadi penemuan itu untuk mennandakan kalau Besse ditemukan di Sulsel atau lebih khusus Bugis-Makassar," katanya.
Dia mengatakan, dari temuam itu sementara disimpulkan kalau Leang Panninge kemungkinannya dijadikan area bermukim di masa lalu.
"Secara morfologi gua itu memungkinkan untuk dihuni. Guanya sangat besar dan ada kemungkinan Leang Panninge dijadikan sebagai area bermukim di masa lalu," sebutnya.
Kepala BPCB Sulsel, Laode Muhammad Aksa mengatakan, setelah penemuan itu BPCB Sulsel telah berkomunikasi dengan tim penemu kerangka itu dan menyampaikan pentingnya Leang Panninge untuk dilindungi.
"Jadi langkah awal di tahun 2019 kita telah menugaskan juru pelihara untuk menjaga pelestaraian maupun pengamanannya. Dan di tahun 2020 BPCB sudah melakukan zonasi untuk lahan yang dilindungi. Karena banyak juga kebun masyarakat dan kebutuhan wista di sekitar Leang Panning ," katanya.
Dia juga mengatakan, kalau Pemda Maros melalui Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) sudah menetapkan sebagau situs cagar budaya.
"Artinya Leang Panninge ini lengkap sudah untuk pelestarian. Karena sudah punya status hukum. Terutama sudah ada penetapan Bupati Maros sebagai situs cagar budaya. Itu yang paling penting sehingga kita bisa lestarikan," paparnya.
(agn)