Kebijakan PPKM Tak Jelas, Pelaku Usaha Sektor Wisata Kibarkan Bendera Putih
loading...
A
A
A
MOJOKERTO - Masyarakat Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) Mojokerto di lereng gunung Penanggungan mengibarkan bendera putih . Aksi ini sebagai bentuk protes atas kebijakan pemerintah yang tak berpihak pada pelaku usaha di sektor pariwisata di tengah pemberlakukan kebijakan PPKM.
Pengibaran bendera putih ini dilakukan para pelaku usaha di kawasan wisata Air Panas Padusan Kecamatan Pacet, wisata Taman Ghanjaran, Sumber Gempong, Kecamatan Trawas, dan percandian Kecamatan Trowulan. Pengibaran bendera putih sebagai simbol menyerah ini juga berlanjut ke kecamatan lain di wilayah Kabupaten Mojokerto.
Diantaranya, area wisata air Lebak Jabung, Kecamatan Jatirejo, wisata Waduk Tanjungan, Kecamatan Kemlagi, wisata Bukit Kayu Putih, Kecamatan Dawarblandong. Aksi ini dimulai sejak Sabtu (24/7) hingga hari ini Minggu (25/7/2021).
Baca juga: Laboratorium SMP Muhammadiyah Ponorogo Ludes Terbakar
"Kami mengetuk pintu hati Bupati Mojokerto, mengetuk pintu hati Presiden Jokowi karena kami bagian dari masyarakat Indonesia yang amat sangat terdampak langsung secara ekonomi dari adanya kebijakan penutupan usaha-usaha kami ini," kata Koordinator Lapangan (Korlap) aksi Wiwit Haryono.
Sejak diberlakukannya PPKM Darurat pada 3 Juli lalu, dan keputusan pemerintah memperpanjang kebijakan tersebut hingga 25 Juli, dengan nama PPKM Level 3 dan Level 4, sangat memberikan dampak signifikan terhadap masyarakat Parekraf Mojokerto. Bagaimana tidak setiap hari mereka menggantungkan hidup dari usaha di sektor wisata itu.
Pria yang akrab disapa Sarko ini membeberkan, ada ribuan para pelaku usaha yang menggantungkan hidup dari sektor wisata. Di kawasan wisata Air Panas Padusan Pacet saja, kata Sarko, ada lebih 200 pelaku usaha dan pekerja yang menggantungkan hidup di sektor non esensial. Akan tetapi dengan diberlakukan kebijakan ini, kini mereka sudah tak mampu berbuat apa-apa lagi.
"Permodalan kami sudah tidak ada. Dana simpanan atau sampingan juga habis. Sementara listrik tetap harus bayar, pegawai atau pekerja juga tetap digaji. Karena mereka menjaga tempat usaha. Belum lagi bahan dagangan yang busuk, seperti pedagang buah, sayur, bahan-bahan makanan di warung, cafe, dan restoran," imbuhnya.
Menurut Sarko, melalui pengibaran bendera putih serentak dari berbagai wilayah kawasan wisata di Mojokerto ini, merupakan bentuk ungkapan hati para pelaku usaha di sektor wisata yang terkena dampak luar biasa. Sebab, sejauh ini para pelaku usaha ini sering kali luput dari jangkauan pemerintah.
"Sudah satu bulan, tidak ada bantuan sembako sama sekali yang diterima. Informasi memang ada, katanya ke desa. Tapi sampai saat ini tidak ada bantuan yang diterima sama sekali. Sekalinya panggilan pertemuan, dikira penyaluran sembako, ternyata sosialisasi SE (Surat Edaran) PPKM," jelas Sarko.
Para pelaku usaha di sektor wisata ini lanjut Sarko, berharap adanya ganti rugi pendapatan untuk pengusaha dan gaji untuk para pekerja. Sebab, mereka tidak bisa menghentikan para pekerjanya. Lantaran para pelaku usaha ini juga masih mempertimbangkan sisi kemanusiaan.
"Selain itu juga tetap menjaga barang, dan mereka juga butuh makan setiap hari. Dari mana lagi bisa memenuhi kehidupan sehari-hari, minimal hanya untuk makan saja bersama keluarga masing-masing," ungkap Sarko.
Sarko mendesak pemerintah pusat, provinsi, maupun daerah untuk memperhatikan nasib para pelaku usaha di sektor wisata ini. Sebab sektor wisata merupakan salah satu sektor penyumbang PAD tertinggi dari retribusi pajak. Ia menandaskan, tak menolak adanya PPKM , namun para pelaku Parekraf Mojokerto bisa diizinkan untuk tetap membuka usaha kembali dengan pembatasan pengunjung dan prokes ketat.
"Kami tidak menolak PPKM, tapi bentuk nyata pemerintah sangat diharapkan. Kami juga ingin buka kembali, tidak apa-apa walau harus dibatasi hanya 25 sampai 30 persen pengunjung saja. Terpenting usaha kami semua masih bisa berjalan dan berputar," tandas Sarko
Pengibaran bendera putih ini dilakukan para pelaku usaha di kawasan wisata Air Panas Padusan Kecamatan Pacet, wisata Taman Ghanjaran, Sumber Gempong, Kecamatan Trawas, dan percandian Kecamatan Trowulan. Pengibaran bendera putih sebagai simbol menyerah ini juga berlanjut ke kecamatan lain di wilayah Kabupaten Mojokerto.
Diantaranya, area wisata air Lebak Jabung, Kecamatan Jatirejo, wisata Waduk Tanjungan, Kecamatan Kemlagi, wisata Bukit Kayu Putih, Kecamatan Dawarblandong. Aksi ini dimulai sejak Sabtu (24/7) hingga hari ini Minggu (25/7/2021).
Baca juga: Laboratorium SMP Muhammadiyah Ponorogo Ludes Terbakar
"Kami mengetuk pintu hati Bupati Mojokerto, mengetuk pintu hati Presiden Jokowi karena kami bagian dari masyarakat Indonesia yang amat sangat terdampak langsung secara ekonomi dari adanya kebijakan penutupan usaha-usaha kami ini," kata Koordinator Lapangan (Korlap) aksi Wiwit Haryono.
Sejak diberlakukannya PPKM Darurat pada 3 Juli lalu, dan keputusan pemerintah memperpanjang kebijakan tersebut hingga 25 Juli, dengan nama PPKM Level 3 dan Level 4, sangat memberikan dampak signifikan terhadap masyarakat Parekraf Mojokerto. Bagaimana tidak setiap hari mereka menggantungkan hidup dari usaha di sektor wisata itu.
Pria yang akrab disapa Sarko ini membeberkan, ada ribuan para pelaku usaha yang menggantungkan hidup dari sektor wisata. Di kawasan wisata Air Panas Padusan Pacet saja, kata Sarko, ada lebih 200 pelaku usaha dan pekerja yang menggantungkan hidup di sektor non esensial. Akan tetapi dengan diberlakukan kebijakan ini, kini mereka sudah tak mampu berbuat apa-apa lagi.
"Permodalan kami sudah tidak ada. Dana simpanan atau sampingan juga habis. Sementara listrik tetap harus bayar, pegawai atau pekerja juga tetap digaji. Karena mereka menjaga tempat usaha. Belum lagi bahan dagangan yang busuk, seperti pedagang buah, sayur, bahan-bahan makanan di warung, cafe, dan restoran," imbuhnya.
Menurut Sarko, melalui pengibaran bendera putih serentak dari berbagai wilayah kawasan wisata di Mojokerto ini, merupakan bentuk ungkapan hati para pelaku usaha di sektor wisata yang terkena dampak luar biasa. Sebab, sejauh ini para pelaku usaha ini sering kali luput dari jangkauan pemerintah.
"Sudah satu bulan, tidak ada bantuan sembako sama sekali yang diterima. Informasi memang ada, katanya ke desa. Tapi sampai saat ini tidak ada bantuan yang diterima sama sekali. Sekalinya panggilan pertemuan, dikira penyaluran sembako, ternyata sosialisasi SE (Surat Edaran) PPKM," jelas Sarko.
Para pelaku usaha di sektor wisata ini lanjut Sarko, berharap adanya ganti rugi pendapatan untuk pengusaha dan gaji untuk para pekerja. Sebab, mereka tidak bisa menghentikan para pekerjanya. Lantaran para pelaku usaha ini juga masih mempertimbangkan sisi kemanusiaan.
"Selain itu juga tetap menjaga barang, dan mereka juga butuh makan setiap hari. Dari mana lagi bisa memenuhi kehidupan sehari-hari, minimal hanya untuk makan saja bersama keluarga masing-masing," ungkap Sarko.
Sarko mendesak pemerintah pusat, provinsi, maupun daerah untuk memperhatikan nasib para pelaku usaha di sektor wisata ini. Sebab sektor wisata merupakan salah satu sektor penyumbang PAD tertinggi dari retribusi pajak. Ia menandaskan, tak menolak adanya PPKM , namun para pelaku Parekraf Mojokerto bisa diizinkan untuk tetap membuka usaha kembali dengan pembatasan pengunjung dan prokes ketat.
"Kami tidak menolak PPKM, tapi bentuk nyata pemerintah sangat diharapkan. Kami juga ingin buka kembali, tidak apa-apa walau harus dibatasi hanya 25 sampai 30 persen pengunjung saja. Terpenting usaha kami semua masih bisa berjalan dan berputar," tandas Sarko
(msd)