Kisah Buaya Kuning Penjaga dan Suku Dayak Tunjung

Jum'at, 23 Juli 2021 - 05:00 WIB
loading...
Kisah Buaya Kuning Penjaga dan Suku Dayak Tunjung
Buaya berwarna kuning diyakini Suku Dayak Tunjung yang mendiami sepanjang alur Sungai Enggelam yang bermuara ke Danau Melintang menjaga komunitas mereka dari serangan pihak luar. Foto SINDOnews/Tsabita
A A A
Dahulu kala, penaklukan wilayah hingga perang antar suku dayak kerap terjadi. Perebutan sebuah kawasan hingga penguasaan tanah ladang menjadi ancaman dan kecemasan di kala itu.
Kisah Buaya Kuning Penjaga dan Suku Dayak Tunjung

Seperti yang dialami Suku Dayak Tunjung saat mendiami kawasan dataran rendah di Kalimantan Timur . Kawasan ini merupakan kawasan danau dan rawa gambut dengan sungai-sungai kecil.

Mereka hidup di sepanjang alur Sungai Enggelam yang bermuara ke Danau Melintang. Akibat perang dan penaklukkan wilayah, Suku Dayak Tunjung terpaksa harus berpindah tempat. Hingga kemudian sebuah keajaiban membuat suku ini kini mendiami Desa Enggelam, Kecamatan Muara Wis, Kabupaten Kutai Kartanegara.

“Nenek moyang kami sudah pindah beberapa kali sebelum mendiami Desa Enggelam untuk mencari tempat aman dari serbuan kelompok lain,” kata Kepala Desa Enggelam, Mong.

Setelah membangun pemukiman yang sekarang menjadi Desa Enggelam, warga tentu tetap cemas. Upaya membangun pertahanan dengan memasang titik pemantau di setiap sisi sungai tetap dilakukan.

Namun para penyerang tak kunjung datang lagi. Warga kemudian membangun pemukiman dengan aman.

“Dari kisah yang kami dapat, di salah satu aliran sungai ada buaya berwarna kuning yang menjaga kampung kami. Buaya ini lebih hebat sehingga tidak bisa dikalahkan oleh para penyerang itu,” papar Mong.



Di setiap upaya penyerangan, sambungnya, buaya ini tak bisa ditembus dan dikalahkan. Para penyerang kemudian putus asa dan hingga kini Desa Enggelam tetap aman.

Lokasi buaya kuning berada di salah satu sudut sungai. Lokasinya seolah menjadi gerbang masuk ke desa.

Uniknya, di tepi sungai tempat buaya kuning berada tanahnya berupa pasir. Sementara sedikit naik ke darat, ada batu besar yang sangat mencolok.

Dahulu, beberapa warga sempat melihat kemunculan buaya ini. Meski demikian, banyak juga yang percaya, hewan tersebut merupakan makhluk gaib yang memang menjadi penghuni desa tersebut.

“Warga menamakan tempat ini sebagai Batu Berhala yang kemudian dijadikan simbol untuk memohon sesuatu,” papar Mong.

Karena sudah menolong dan melindungi desa dari ancaman penyerangan, warga kemudian menjadikan lokasi buaya kuning sebagai ritual untuk meminta dan memohon sesuatu.

“Kalau mau membangun usaha, seperti membuka ladang, penduduk desa ke sini dengan membawa sesuatu seperti makanan kemudian memohon sesuatu. Permohonan harus disertai dengan nazar, jika berhasil atau sukses, harus kembali dengan memberikan sesuatu,” kata Mong di lokasi Batu Berhala.

Di lokasi buaya kuning banyak terlihat tongkat kayu ulin dengan ukiran khas Suku Dayak Tunjung. Rata-rata tingginya satu meter.

Mong menjelaskan, dahulu setiap permohonan, selain membawa sesuatu sebagai niat tulus meminta, juga harus menancapkan kayu ulin di batu. Ulin tersebut kini menumpuk ke tengah, berdiri saling menumpuk.

Penggunaan tongkat ulin sekarang sudah kurang dipilih sebagai syarat permohonan. Warga hanya membawa makanan atau sesuatu yang dijadikan persembahan dan ditaruh di sebuah meja kayu di atas batu tersebut.

Disamping itu, serbuan agama juga membuat warga tak lagi menggunakan Batu Berhala sebagai tempat permohonan. Hanya warga desa berusia tua yang hingga kini masih sering datang ke Batu Berhala.

“Jika ada Pilkada, biasanya ada calon kepala daerah yang datang. Dulu pernah ada calon bupati ke sini. Setelah menang, dia datang lagi dan membelikan puluhan ekor babi dan dipotong di Batu Berhala,” kata Mong.

Baca juga : Misteri 12 Kerajaan Gaib di Gua Matu Pesisir Barat Lampung


Desa Enggelam terbagi menjadi beberapa dusun. Dusun utama yakni Dusun Mboyong. Dusun lainnya yang cukup ramai dihuni penduduk adalah Dusun Ketibeh.
(sms)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 2.2614 seconds (0.1#10.140)