200 Fasilitator Dilatih dan Disebar untuk Dukung Pencegahan Bullying di Sekolah
loading...
A
A
A
SURABAYA - Yayasan PLATO bersama Yayasan Setara dan LPA Klaten melaksanakan pelatihan bagi 200 calon fasilitator untuk Replikasi Program ROOTS. Program ROOTS mengedepankan perubahan perilaku siswa ke arah yang lebih positif dan membangun iklim sekolah yang aman dan bersahabat.
Pelatihan dilakukan dua gelombang pada 14-16 Juli dan 17-19 Juli. Pelatihan yang didukung oleh UNICEF Indonesia ini merupakan dukungan terhadap upaya Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud) untuk mencegah perundungan atau bullying di sekolah melalui Program ROOTS.
Pelaksana Tugas Kepala Perlindungan Anak UNICEF Ali Aulia Ramly menuturkan, program berbasis sekolah ini diharapkan mampu mencetak agen-agen perubahan yang nantinya bisa menjadi subyek untuk menjalankan program dan kampanye anti bullying di lingkungan sekolah dan di media sosial.
“Di Pulau Jawa, Roots dilakukan di enam provinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten,” kata Ali, Jumat (16/7/2021).
Ia melanjutkan, hasil Global School Health Survey 2015 menyebutkan bahwa sekitar 21 persen anak usia 13-15 atau setara dengan 18 juta anak di Indonesia pernah mengalami perundungan dalam 1 bulan terakhir.“Makanya isu perundungan ini perlu menjadi prioritas dan melibatkan berbagai pihak untuk bersama-sama mencegah dan menanggulanginya,” ucapnya.
Ali menambahkan, kasus perundungan merupakan isu global yang masih terjadi di dunia Pendidikan. Menurut WHO, bullying merupakan penggunaan kekuatan fisik atau psikologis secara agresif yang ditujukan kepada pihak lain, dilakukan secara sengaja, berulang, dan terdapat perbedaan kekuatan.
Bahkan, selama pandemi COVID-19 aksi perundungan juga masih terjadi di ruang-ruang digital. Butuh percepatan penanganan bullying untuk menciptakan iklim sekolah yang aman, nyaman dan bersahabat.
Pencegahan perundungan juga menjadi salah satu fokus program nasional untuk pencegahan dan penanggulangan kekerasan pada anak, sebagaimana tercantum pada RPJMN 2020-2024 serta Permendikbud 82/2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan.
“Pencegahan kekerasan juga menjadi salah satu nilai yang didorong dalam upaya penguatan karakter siswa didik melalui promosi profil Pelajar Pancasila. Dalam Permendikbud 82/2015 tercantum peran satuan pendidikan (sekolah) dalam mencegah dan menanggulangi kekerasan di satuan pendidikan, beberapa di antaranya adalah melaksanakan kegiatan pencegahan,” ungkapnya.
Untuk membangun sistem pencegahan perundungan, pola kolaborasi dilakukan dengan menggandeng Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, LSM dan media untuk bersama-sama berjuang menghapus perundungan di dunia pendidikan.
Program Manager Yayasan Plato, Niken Agus Tianingrum menambahkan, pelatihan calon Fasilitator Nasional ini diselenggarakan secara daring pada 14-16 Juli untuk gelombang I dan pada tanggal 17-19 Juli untuk gelombang II. Sebanyak 200 peserta dari enam provinsi mengikuti pelatihan ini.
Selanjutnya, katanya, mereka akan dipilih 50 orang Fasilitator Nasional yang akan memfasilitasi pelatihan bagi Fasilitator Roots Daerah agar mampu memfasilitasi terbentuknya Agen Perubahan dan pelaksanaan Program Roots di sekolah. Agen Perubahan inilah yang nantinya secara sistemik mengajak sebayanya agar menjadi pembela aktif untuk mencegah perundungan di sekolah.
“Dukungan teknis lainnya adalah penguatan koordinasi di tingkat provinsi dan pelatihan media kreatif bagi siswa dan pengembangan platform digital sebagai wadah konsultasi dan berbagi pengalaman terkait isu perundungan. Program ini diharapkan mampu meraih keberhasilan dalam menurunkan kasus perundungan di sekolah,” jelasnya.
Lihat Juga: Aipda Ambarita dan Ipda Ibas Jadi Guest Teacher Sosialisasi Pencegahan Bullying di SDN Gunung 05
Pelatihan dilakukan dua gelombang pada 14-16 Juli dan 17-19 Juli. Pelatihan yang didukung oleh UNICEF Indonesia ini merupakan dukungan terhadap upaya Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud) untuk mencegah perundungan atau bullying di sekolah melalui Program ROOTS.
Pelaksana Tugas Kepala Perlindungan Anak UNICEF Ali Aulia Ramly menuturkan, program berbasis sekolah ini diharapkan mampu mencetak agen-agen perubahan yang nantinya bisa menjadi subyek untuk menjalankan program dan kampanye anti bullying di lingkungan sekolah dan di media sosial.
Baca Juga
“Di Pulau Jawa, Roots dilakukan di enam provinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten,” kata Ali, Jumat (16/7/2021).
Ia melanjutkan, hasil Global School Health Survey 2015 menyebutkan bahwa sekitar 21 persen anak usia 13-15 atau setara dengan 18 juta anak di Indonesia pernah mengalami perundungan dalam 1 bulan terakhir.“Makanya isu perundungan ini perlu menjadi prioritas dan melibatkan berbagai pihak untuk bersama-sama mencegah dan menanggulanginya,” ucapnya.
Ali menambahkan, kasus perundungan merupakan isu global yang masih terjadi di dunia Pendidikan. Menurut WHO, bullying merupakan penggunaan kekuatan fisik atau psikologis secara agresif yang ditujukan kepada pihak lain, dilakukan secara sengaja, berulang, dan terdapat perbedaan kekuatan.
Bahkan, selama pandemi COVID-19 aksi perundungan juga masih terjadi di ruang-ruang digital. Butuh percepatan penanganan bullying untuk menciptakan iklim sekolah yang aman, nyaman dan bersahabat.
Pencegahan perundungan juga menjadi salah satu fokus program nasional untuk pencegahan dan penanggulangan kekerasan pada anak, sebagaimana tercantum pada RPJMN 2020-2024 serta Permendikbud 82/2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan.
“Pencegahan kekerasan juga menjadi salah satu nilai yang didorong dalam upaya penguatan karakter siswa didik melalui promosi profil Pelajar Pancasila. Dalam Permendikbud 82/2015 tercantum peran satuan pendidikan (sekolah) dalam mencegah dan menanggulangi kekerasan di satuan pendidikan, beberapa di antaranya adalah melaksanakan kegiatan pencegahan,” ungkapnya.
Untuk membangun sistem pencegahan perundungan, pola kolaborasi dilakukan dengan menggandeng Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, LSM dan media untuk bersama-sama berjuang menghapus perundungan di dunia pendidikan.
Program Manager Yayasan Plato, Niken Agus Tianingrum menambahkan, pelatihan calon Fasilitator Nasional ini diselenggarakan secara daring pada 14-16 Juli untuk gelombang I dan pada tanggal 17-19 Juli untuk gelombang II. Sebanyak 200 peserta dari enam provinsi mengikuti pelatihan ini.
Selanjutnya, katanya, mereka akan dipilih 50 orang Fasilitator Nasional yang akan memfasilitasi pelatihan bagi Fasilitator Roots Daerah agar mampu memfasilitasi terbentuknya Agen Perubahan dan pelaksanaan Program Roots di sekolah. Agen Perubahan inilah yang nantinya secara sistemik mengajak sebayanya agar menjadi pembela aktif untuk mencegah perundungan di sekolah.
“Dukungan teknis lainnya adalah penguatan koordinasi di tingkat provinsi dan pelatihan media kreatif bagi siswa dan pengembangan platform digital sebagai wadah konsultasi dan berbagi pengalaman terkait isu perundungan. Program ini diharapkan mampu meraih keberhasilan dalam menurunkan kasus perundungan di sekolah,” jelasnya.
Lihat Juga: Aipda Ambarita dan Ipda Ibas Jadi Guest Teacher Sosialisasi Pencegahan Bullying di SDN Gunung 05
(don)