Hidup di Tengah Pandemi COVID-19, Ini Kata Rektor Kampus NU
loading...
A
A
A
SURABAYA - Skenario new normal atau pola hidup normal baru mulai digaungkan di masyarakat. Hal itu menyusul pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini, sehingga membutuhkan adaptasi masyarakat dalam pranata kehidupannya.
(Baca juga: Titik Air Mata Wali Kota Malang dan Perawat COVID-19 di Malam Takbiran )
Masyarakat diharapkan mampuberadaptasi dalam situasi pandemi COVID-19, dengan cara mejadikan perilaku hidup bersih sebagai kebiasaan sesuai protokol kesehatan dalam kehidupan sehari-hari, sampai nantinya vaksin COVID-19 ditemukan.
Segaimana diungkapkan oleh Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Achmad Jazidie. Pria yang telah menyandang gelar profesor ini menuturkan, bahwa mau tidak mau manusia harus beradaptasi dengan era baru yang disebut-sebut sebagai new normal life tersebut.
Setiap individu, kata dia, harus mempersiapkan mental dan fisik agar tetap mampu bertahan hidup menghadapi kondisi ini. Kondisi di mana COVID-19 merubah manusia menjadi tidak gampang percaya dengan membatasi kegiatan atau aktivitas yang seringkali dilakukan sebelum pandemi berlangsung. "Salah satunya disiplin menerapkan protokol kesehatan," tuturnya.
Menurutnya, saat ini ada kesan orang tidak mudah percaya dengan orang lain. "Tapi itu nanti yang akan dianggap sebagai sebuah kewajaran baru," imbuhnya.
Pada akhirnya, lanjut Jazidie, masyarakat akan terbiasa saling memaklumi. Hanya saja yang penting adalah masing-masing pribadi harus mempersiapkan mental dan fisik untuk mengadaptasikan diri dengan tuntutan-tuntutan pola kehidupan yang baru.
"Jadi harus adaptif. Karena manusia sebenarnya adalah makhluk sosial yang adaptif. Sangat adaptif," tandasnya.
Tuntutan-tuntutan new normal itu mengharuskan manusia menggunakan bekal adaptasi yang sudah dimiliki. Seperti tubuh manusia yang dilengkapi oleh suatu sistem.
"Lihat saja sistem pengaturan suhu tubuh. Kalau masuk ke daerah yang dingin, sebentar kemudian akhirnya merasa kedinginan. Tapi sesaat tubuh ini sudah bisa menyesuaikan dirinya. Jadi by nature tubuh kita ini dilengkapi kemampuan mengadaptasi diri," jelasnya.
Sama halnya dengan kejiwaan atau psikologis. Mekanisme tubuh manusia dilengkapi dengan kemampuan adaptasi yang luar biasa.
"Psikis juga begitu. Melihat situasi yang berubah seperti ini, maka ada proses dinamika dalam kejiwaan kita dalam pikiran kita kemudian menyesuaikan dengan tuntutan-tuntutan baru," kata Prof Jazidie menambahkan.
Ia mengingatkan, hal-hal yang prinsip seperti halal haram tidak bisa ditawar-tawar lagi. Meskipun dengan alasan adaptasi.
"Itu yang mestinya haram lalu dengan alasan tuntutan kedaruratan tiba-tiba halal. Bukan seperti itu. Jadi hal yang prinsip yang itu ada tuntutan agama misalkan, tidak bisa ditawar lagi dengan alasan apapun kecuali keadaan yang memaksa," pungkasnya.
(Baca juga: Titik Air Mata Wali Kota Malang dan Perawat COVID-19 di Malam Takbiran )
Masyarakat diharapkan mampuberadaptasi dalam situasi pandemi COVID-19, dengan cara mejadikan perilaku hidup bersih sebagai kebiasaan sesuai protokol kesehatan dalam kehidupan sehari-hari, sampai nantinya vaksin COVID-19 ditemukan.
Segaimana diungkapkan oleh Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Achmad Jazidie. Pria yang telah menyandang gelar profesor ini menuturkan, bahwa mau tidak mau manusia harus beradaptasi dengan era baru yang disebut-sebut sebagai new normal life tersebut.
Setiap individu, kata dia, harus mempersiapkan mental dan fisik agar tetap mampu bertahan hidup menghadapi kondisi ini. Kondisi di mana COVID-19 merubah manusia menjadi tidak gampang percaya dengan membatasi kegiatan atau aktivitas yang seringkali dilakukan sebelum pandemi berlangsung. "Salah satunya disiplin menerapkan protokol kesehatan," tuturnya.
Menurutnya, saat ini ada kesan orang tidak mudah percaya dengan orang lain. "Tapi itu nanti yang akan dianggap sebagai sebuah kewajaran baru," imbuhnya.
Pada akhirnya, lanjut Jazidie, masyarakat akan terbiasa saling memaklumi. Hanya saja yang penting adalah masing-masing pribadi harus mempersiapkan mental dan fisik untuk mengadaptasikan diri dengan tuntutan-tuntutan pola kehidupan yang baru.
"Jadi harus adaptif. Karena manusia sebenarnya adalah makhluk sosial yang adaptif. Sangat adaptif," tandasnya.
Tuntutan-tuntutan new normal itu mengharuskan manusia menggunakan bekal adaptasi yang sudah dimiliki. Seperti tubuh manusia yang dilengkapi oleh suatu sistem.
"Lihat saja sistem pengaturan suhu tubuh. Kalau masuk ke daerah yang dingin, sebentar kemudian akhirnya merasa kedinginan. Tapi sesaat tubuh ini sudah bisa menyesuaikan dirinya. Jadi by nature tubuh kita ini dilengkapi kemampuan mengadaptasi diri," jelasnya.
Sama halnya dengan kejiwaan atau psikologis. Mekanisme tubuh manusia dilengkapi dengan kemampuan adaptasi yang luar biasa.
"Psikis juga begitu. Melihat situasi yang berubah seperti ini, maka ada proses dinamika dalam kejiwaan kita dalam pikiran kita kemudian menyesuaikan dengan tuntutan-tuntutan baru," kata Prof Jazidie menambahkan.
Ia mengingatkan, hal-hal yang prinsip seperti halal haram tidak bisa ditawar-tawar lagi. Meskipun dengan alasan adaptasi.
"Itu yang mestinya haram lalu dengan alasan tuntutan kedaruratan tiba-tiba halal. Bukan seperti itu. Jadi hal yang prinsip yang itu ada tuntutan agama misalkan, tidak bisa ditawar lagi dengan alasan apapun kecuali keadaan yang memaksa," pungkasnya.
(eyt)