Prof Al Makin Dorong Pengenalan Keragaman melalui Pendidikan
loading...
A
A
A
YOGYAKARTA - Sikap menyeragamkan atau homogenisasi lahir dari minimnya pengetahuan tentang keragaman. Karena itu, penting mengenalkan suku, budaya, dan agama lain di tengah-tengah masyarakat, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal.
Hal tersebut tersaji dalam diskusi virtual yang diadakan oleh Lembaga Kajian Dialektik (LKD) yang mengusung tema "Memperkokoh Toleransi dan Kerukunan Umat Beragama", Kamis (21/05/2020). Hadir sebagai narasumber dalam diskusi tersebut adalah Prof Al Makin (Guru Besar UIN Sunan Kalijaga) dan Rezky Tuanany (Wasekjen Pemuda Bravo 5).
Ancaman gerakan homogenisasi di kalangan pemuda disampaikan oleh Rezky Tuanany. Rezky menyebut eksklusivisme menjadi awal dari tindakan inteloran. Ia mengatakan perguruan tinggi yang seharusnya menjadi tempat bertukar ide dan gagasan, saat ini malah menjadi tempat bersarangnya paham-paham ekslusif.
"Anak-anak yang kuper dan membatasi diri diskusi dengan lintas golongan, yang akhirnya gampang terkena doktrin-doktrin tersebut," kata Rezky.
Untuk itu, Rezky menekankan pentingnya mengenal budaya dan tradisi kelompok yang lain, yaitu dengan cara berdialog. "Pengalaman berdialog dengan lintas agama, lintas kutub, menjadikan para pemuda semakin Indonesia, become Indonesia," kata Rezky.
Selanjutnya, Rezky mengajak para pemuda melakukan aksi solidaritas sosial di tengah pandemi COVID-19 tanpa melihat latar belakang etnis dan agama.
Sementara itu Prof Al Makin menekankan pentingnya mengenalkan keragaman melalui pendidikan. Menurut Al Makin, pendidikan saat ini belum mampu melahirkan paradigma yang inkulusif, sebaliknya malah mencetak orang-orang berpaham eksklusif. Dalam pendidikan formal, Al Makin mengusulkan adanya perombakan kurikulum yang memuat materi tentang pengenalan terhadap kelompok yang lain.
"Terus terang ya, orang itu sekarang cenderung ekslusif, misalnya membangun perumahan, kos-kosan, banyak kan, ekslusif, tidak menerima ini atau itu," kata Al Makin.
Gerakan mengenalkan keragaman melalui kurikulum pendidikan merupakan investasi besar dalam jangka waktu yang panjang. "Tidak bisa setahun, dua tahun, itu kita canangkan beberapa tahun, agar kokoh ketahanan bangsa kita," kata Al Makin.
Sedangkan dalam pendidikan nonformal, Ia menekankan pentingnya mengenalkan konsep-konsep keragaman dan toleransi di tengah-tengah masyarakat. "Caranya melalui media, film, sekarang ada Youtube, kita harus memainstreamkan toleransi dan keragaman, tidak ada cara lain," kata Al Makin.
Hal tersebut tersaji dalam diskusi virtual yang diadakan oleh Lembaga Kajian Dialektik (LKD) yang mengusung tema "Memperkokoh Toleransi dan Kerukunan Umat Beragama", Kamis (21/05/2020). Hadir sebagai narasumber dalam diskusi tersebut adalah Prof Al Makin (Guru Besar UIN Sunan Kalijaga) dan Rezky Tuanany (Wasekjen Pemuda Bravo 5).
Ancaman gerakan homogenisasi di kalangan pemuda disampaikan oleh Rezky Tuanany. Rezky menyebut eksklusivisme menjadi awal dari tindakan inteloran. Ia mengatakan perguruan tinggi yang seharusnya menjadi tempat bertukar ide dan gagasan, saat ini malah menjadi tempat bersarangnya paham-paham ekslusif.
"Anak-anak yang kuper dan membatasi diri diskusi dengan lintas golongan, yang akhirnya gampang terkena doktrin-doktrin tersebut," kata Rezky.
Untuk itu, Rezky menekankan pentingnya mengenal budaya dan tradisi kelompok yang lain, yaitu dengan cara berdialog. "Pengalaman berdialog dengan lintas agama, lintas kutub, menjadikan para pemuda semakin Indonesia, become Indonesia," kata Rezky.
Selanjutnya, Rezky mengajak para pemuda melakukan aksi solidaritas sosial di tengah pandemi COVID-19 tanpa melihat latar belakang etnis dan agama.
Sementara itu Prof Al Makin menekankan pentingnya mengenalkan keragaman melalui pendidikan. Menurut Al Makin, pendidikan saat ini belum mampu melahirkan paradigma yang inkulusif, sebaliknya malah mencetak orang-orang berpaham eksklusif. Dalam pendidikan formal, Al Makin mengusulkan adanya perombakan kurikulum yang memuat materi tentang pengenalan terhadap kelompok yang lain.
"Terus terang ya, orang itu sekarang cenderung ekslusif, misalnya membangun perumahan, kos-kosan, banyak kan, ekslusif, tidak menerima ini atau itu," kata Al Makin.
Gerakan mengenalkan keragaman melalui kurikulum pendidikan merupakan investasi besar dalam jangka waktu yang panjang. "Tidak bisa setahun, dua tahun, itu kita canangkan beberapa tahun, agar kokoh ketahanan bangsa kita," kata Al Makin.
Sedangkan dalam pendidikan nonformal, Ia menekankan pentingnya mengenalkan konsep-konsep keragaman dan toleransi di tengah-tengah masyarakat. "Caranya melalui media, film, sekarang ada Youtube, kita harus memainstreamkan toleransi dan keragaman, tidak ada cara lain," kata Al Makin.