Syaikhona Kholil, Guru Para Pahlawan yang Diusulkan Jadi Pahlawan

Jum'at, 09 April 2021 - 05:00 WIB
loading...
Syaikhona Kholil, Guru Para Pahlawan yang Diusulkan Jadi Pahlawan
Syaikhona Kholil.Foto/ist
A A A
BANGKALAN - Nama Syaikhona Kholil beberapa pekan belakangan ramai diperbincangkan di media massa. Tokoh ulama kharismatis asal Bangkalan, Madura itu oleh ormas Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah diusulkan menjadi Pahlawan Nasional. Sejumlah partai politik (parpol) juga mengusulkan hal serupa, menjadikan Syaikhona Kholil atau Mbah Kholil sebagai Pahlawan Nasional.

Lantas siapakah Syaikhona Kholil?. Syaikhona Kholil bernama asli Muhammad Kholil. Beliau putra dari KH Abdul Lathif, warga Desa Kemayoran, Kecamatan Kota, Bangkalan. Mbah Kholil lahir pada Selasa 11 Jumadil Akhir 1235 H atau 27 Januari 1820 Masehi.

Sejak kecil, beliau dididik sangat ketat oleh ayahnya. Mbah Kholil kecil memang menunjukkan bakat yang istimewa, kehausannya akan ilmu, terutama ilmu Fiqh dan nahwu. Bahkan, beliau sudah hafal dengan baik Nazham Alfiyah Ibnu Malik (seribu bait ilmu Nahwu) sejak usia muda.

Baca juga: Dukungan Syaikhona Kholil Jadi Pahlawan Nasional Terus Mengalir

Melihat bakatnya dalam ilmu agama yang luar biasa, orang tua Mbah Kholil kecil mengirimnya ke berbagai pesantren untuk menimba ilmu. Mengawali pengembaraannya, Mbah Kholil muda belajar kepada Kiai Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur.

Dari Langitan pindah ke Pondok Pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian pindah ke Pondok Pesantren Keboncandi, Pasuruan. Selama belajar di Pondok Pesantren ini beliau belajar pula kepada Kiai Nur Hasan di Sidogiri, 7 kilometer (km) dari Keboncandi.

Kehausannya akan ilmu agama terus bertambah. Mbah Kholil muda berkeinginan untuk menimba ilmu ke Makkah. Niatnya itu tidak disampaikan kepada orangtuanya, apalagi meminta ongkos kepada orangtua. Mbah Kholil akhirnya pergi ke pesantren di Banyuwangi dan nyambi menjadi “buruh” pemetik kelapa pada gurunya. Untuk setiap pohonnya, dia mendapat upah 2,5 sen.

Uang yang diperolehnya tersebut dia tabung. Sedangkan untuk makan, Mbah Kholil menyiasatinya dengan mengisi bak mandi, mencuci dan melakukan pekerjaan rumah lainnya, serta menjadi juru masak teman-temannya.

Menginjak usia 24 tahun, Mbah Kholil memutuskan untuk pergi ke Makkah. Di Mekkah, Mbah Kholil belajar dengan Syeikh Nawawi Al-Bantani (Guru Ulama Indonesia dari Banten). Di antara gurunya di Makkah ialah Syeikh Utsman bin Hasan Ad-Dimyathi, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syeikh Mustafa bin Muhammad Al-Afifi Al-Makki, Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud Asy-Syarwani. Beberapa sanad hadits yang musalsal diterima dari Syeikh Nawawi Al-Bantani dan Abdul Ghani bin Subuh bin Ismail Al-Bimawi (Bima, Sumbawa).

Baca juga: KH Syaikhona Kholil Diajukan Menjadi Pahlawan Nasional

Sewaktu berada di Mekkah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Mbah Kholil bekerja mengambil upah sebagai penyalin kitab-kitab yang diperlukan oleh para pelajar. Sepulangnya dari Mekkah, Mbah Kholil dikenal sebagai seorang ahli Fiqh dan Tarekat.

Bahkan beliau dikenal sebagai salah seorang Kiai yang dapat memadukan kedua hal itu dengan serasi. Dia juga dikenal sebagai al-Hafidz (hafal Al-Qur’an 30 Juz). Sepulang dari Mekkah, Mbah Kholil mendirikan pesantren di daerah Cengkubuan, Bangkalan.

Tak butuh waktu lama, banyak santri berdatangan dari desa-desa sekitarnya. Namun, setelah putrinya, Siti Khatimah dinikahkan dengan keponakannya sendiri, yaitu Kiai Muntaha, pesantren di Cengkebuan itu kemudian diserahkan kepada menantunya.

Mbah Kholil kemudian mendirikan pesantren lagi di daerah Demangan, 1 km dari pesantren lama. Di pesantren baru ini, Mbah Kholil juga cepat memperoleh santri lagi, bukan saja dari daerah sekitar, tetapi juga dari Pulau Jawa.

Santri pertama yang datang dari Jawa tercatat bernama Hasyim Asy'ari, dari Jombang. Kemudian banyak santri-santri lain yang menimba ilmu agama dari Mbah Kholil. Selain KH. Hasyim Asy'ari, pendiri NU dan pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang ada juga KHR. As'ad Syamsul Arifin, Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah, Sukorejo Asembagus, Situbondo. KH. Wahab Hasbullah: Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Tambak Beras Jombang. Pernah menjabat sebagai Rais Aam NU (1947 – 1971).

KH. Bisri Syansuri, Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Denanyar, Jombang.KH. Maksum, Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Rembang, Jawa Tengah. KH. Bisri Mustofa, Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Rembang. KH. Muhammad Siddiq, Pendiri, Pengasuh Pesantren Siddiqiyah, Jember.

KH. Muhammad Hasan Genggong, Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong. KH. Zaini Mun'im, Pendiri, Pengasuh Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo dan puluhan kiai besar lainnya.

Guru Besar Sosiologi Agama Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya Abdul A'la menyebut, Syaikhona Kholil memiliki banyak santri yang tersebar ke seluruh penjuru Nusantara. Bahkan, sebagian diantaranya menyandang gelar pahlawan nasional.

Seperti pendiri NU KH Hasyim Asy'ari, KH Wahab Hazbullah hingga KH As'ad Syamsul Arifin Situbondo. “Pada zamannya, Syaikhona Kholil adalah episentrum keilmuan agama Islam di Indonesia,” katanya.

Menurutnya, salah satu ajaran Syaikhona Kholil yang masih relevan sampai saat ini dan selalu dipegang teguh oleh semua muridnya adalah hubbul wathan minal iman atau cinta Tanah Air adalah sebagian dari iman. Sehingga, kata dia, penetapan Syaikhona Kholil sebagai pahlawan nasional tidak memiliki alasan untuk ditunda.

“Signifikansi Syaikhona Kholil sebagai pahlawan nasional bukan hanya berjuang untuk menginspirasi perjuangan untuk kemerdekaan, tapi juga mempersiapkan bagaimana mengisi kemerdekaan serta peradaban Islam Nusantara,” ujarnya.

Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa juga sangat mendukung usulan gelar pahlawan nasional kepada Syaikhona Kholil. Menurutnya, jasa ulama yang wafat pada pada 29 Ramadhan 1343 H/ 24 April 1925 Masehi itu terhadap bangsa dan negara saat masa perjuangan tak perlu diragukan lagi. “Sehingga beliau sangat layak mendapatkan gelar pahlawan nasional," kata Khofifah.

Ia berpesan agar tim khusus yang menangani usulan gelar pahlawan nasional Syaikhona Muhammad Kholil supaya bekerjasama dengan berbagai elemen untuk mengumpulkan dan melengkapi berbagai dokumen yang diperlukan.

"Kelengkapan dokumen yang dibutuhkan oleh Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) maupun Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) harus disiapkan dengan baik karena itu berjenjang dan menjadi penentu cepat tidaknya untuk disetujui Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan untuk diusulkan kepada Presiden. Jangan sampai seperti saat mengusulkan Trunojoyo sebagai Pahlawan Nasional yang tertunda karena ada sangkalan dari beberapa pihak," jelas Khofifah.

Gubernur perempuan pertama di Jatim itu mengakui TP2GD Kabupaten Bangkalan telah melakukan kajian dan sarasehan pada 15 Januari 2021. Kemudian ditindaklanjuti Bupati Bangkalan dengan menerbitkan surat rekomendasi untuk usulan gelar pahlawan nasional kepada Alm Syaikhona Muhammad Kholil.

Sementara itu Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Jatim, M Alwi mengatakan, Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) provinsi juga sudah melakukan kajian. Hasilnya, masih ada beberapa dokumen yang perlu dilengkapi seperti nama, tempat dan tanggal lahir, pendidikan, tempat dan tanggal meninggal, serta riwayat perjuangan secara kronologis.

"Dokumen pendukung seperti foto 5R tiga lembar juga sangat penting jangan sampai berubah-berubah. Selain itu tolong diperbanyak pengabadian nama Syaikhona Muhammad Kholil melalui sarana monumental disertai surat keterangan dan foto," pinta Alwi.

Setelah dokumen-dokumen kelengkapan itu terpenuhi, kata dia, Gubernur Jatim akan segera mengirim pengajuan usulan kepada Menteri Sosial (Mensos). Kemudian digodok oleh TP2GP lalu oleh Mensos diajukan ke Presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan guna mendapatkan persetujuan penganugerahan gelar pahlawan nasional sekaligus tanda kehormatan lainnya.
(msd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1720 seconds (0.1#10.140)