Jejak Dewi Kilisuci, Putri Sulung Prabu Airlangga di Puncak Gunung Pegat Blitar

Kamis, 11 Maret 2021 - 20:15 WIB
loading...
Jejak Dewi Kilisuci,...
Sempat muncul keraguan Dewi Kilisuci pernah singgah dan bertapa di puncak Gunung Pegat, Blitar. Dewi Kilisuci adalah putri sulung Prabu Airlangga, Raja Kahuripan. Foto/SINDOnews/Solichan Arif
A A A
BLITAR - Sempat muncul keraguan Dewi Kilisuci pernah singgah dan bertapa di puncak Gunung Pegat, Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar.



Karaguan muncul mengingat untuk menjejakkan kaki di puncak, energi yang terkuras begitu besar. "Masak sih Kilisuci pernah bertapa di Gunung Pegat?, "tanya Geovani (20), mahasiswa jurusan Geologi kepada rekannya Kamis (11/3/2021).



Dewi Kilisuci adalah putri sulung Prabu Airlangga, Raja Kerajaan Kahuripan (Abad ke-11). Jelang Airlangga melakukan suksesi kekuasaan, Kilisuci menolak didaulat sebagai raja pengganti. Ia lebih memilih menjadi pertapa, dan karena sikapnya, Kerajaan Kahuripan terbelah dua, yakni menjadi Kerajaan Kadiri dan Kerajaan Jenggala.

Jejak Dewi Kilisuci, Putri Sulung Prabu Airlangga di Puncak Gunung Pegat Blitar


Sementara mendaki puncak Gunung Pegat yang berketinggian 200 meter di atas permukaan laut tersebut, tidak ringan. "Medannya tergolong berat," tambahnya. Geovani pun ngos ngosan. Langkah langkah panjang dengan lutut terus menerus tertekuk nyaris 90 derajat, membuat kedua kakinya bergetar. Ia beberapa kali berhenti, untuk sekedar mengumpulkan napas.

Begitu juga dengan dua rekannya. Terbayang, seorang putri raja yang sepanjang waktunya biasa dilayani oleh para abdi istana, harus mendaki bukit terjal setinggi ratusan meter. "Apalagi dulu medannya lebih berat dari sekarang," kata Geovani membayangkan lokasi yang ia datangi dulunya hutan belantara. Sementara seiring berjalannya konsep desa wisata, semuanya telah berubah.

Di sekitar situs yang berlokasi di Desa Bagelenan dan diyakini sebagai peninggalan kerajaan kuno tersebut, disulap menjadi tempat wisata. Para pengelola menamainya bukit pertapaan. Jalan setapak menuju puncak, diubah menjadi jalan beton. Karena medan yang curam serta berliku, konstruksi jalur pendakian dibuat berundak. Untuk memperkuat daya tarik, di beberapa titik sepanjang perjalanan dibangun spot foto.

Tampak bangunan bambu, di mana ketika berdiri di atasnya akan terlihat wilayah Blitar barat dan utara dari atas udara. Adanya lapak pedagang makanan dan minuman di sepanjang jalan berundak, membuat suasana lebih semarak. Tiba di puncak dengan nafas yang masih terengah, Geovani langsung melepas lelah.

Di sebelah ia duduk dengan kaki terjuntai, terlihat arca kepala Kala. Bongkahan batu yang berukir muka raksasa dalam kondisi sudah tidak sempurna. Bagian atasnya terpancung. Di dekat kala, berdiri Yoni yang di bagian lubang berbentuk segi empat, berisi air. Yoni tersebut dililit ukiran ular naga. Tepat di bawah kepala naga terlihat bekas bakaran dupa yang masih baru.

"Sepertinya belum lama dipakai ritualan," kata Geovani. Tidak jauh dari Kala dan Yoni terdapat gundukan batu candi berbentuk persegi empat. Posisinya bertumpuk tidak beraturan. Diantara gundukan tersebut terselip umpak batu. Namun tidak terlihat adanya prasasti. Sementara yang disebut bangunan induk adalah sebuah cungkup berlantai batu candi. Konon, di situlah Dewi Kilisuci atau bernama lain Sanggramawijaya, bersemedi.

Lokasi tersebut dianggap keramat sekaligua suci. Tidak semua orang dibolehkan berada di sana. Terutama para wanita yang sedang masa menstruasi, dilarang. Tepat di depan cungkup berdiri pohon beringin besar, yang diperkirakan berusia tua. Sementara pepohonan jati, berbagai jenis tanaman merambat, serta semak belukar, tumbuh liar mengelilingi. Pada hari tertentu, kerap dijumpai kawanan kera bergelantungan di pepohonan.

Sayangnya di siang ini, kawanan binatang liar tersebut, tidak terlihat. Begitu juga juru kunci pertapaan, juga tidak tampak. Dari sumber yang dihimpun, prasasti Candi Pertapaan di Gunung Pegat berangka tahun 1120 saka atau 17 Oktober 1198 di masa pemerintahan Raja Srengga Kerajaan Kadiri. Sumber lain menyebut, selain Gunung Pegat, Kilisuci juga bertapa di kawasan Gunung Kawi, Malang dan Gunung Sempu di kawasan Yogyakarta.

Sementara Mislan, warga setempat mengatakan, sejak pandemi COVID-19, pengunjung wisata Bukit Pertapaan Gunung Pegat turun drastis. Termasuk pada tanggal merah hari ini. Sedangkan sebelum pandemi, tingkat kunjungan per hari bisa mencapai 500 orang, yakni terutama pada saat week end (Sabtu dan Minggu). Kemudian di hari biasa mencapai 200 orang per hari.

Situasi sepi tersebut yang membuat sebagian besar lapak pedagang makanan dan minuman tutup. "Ketika pandemi hanya 25 orang per hari. Dan itu berlangsung hingga hari ini," tutur Mislan. Sementara untuk masuk lokasi wisata pengunjung hanya dikenai tiket kebersihan Rp2.000 per kepala dan parkir.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1631 seconds (0.1#10.140)