Pemkab Lutra dan Balai Kaji Penanganan Banjir Terintegrasi Hulu ke Hilir
loading...
A
A
A
LUWU UTARA - Bencana banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Luwu Utara (Lutra) Senin 13 Juli 2020 malam lalu, menyisahkan banyak persoalan yang harus segera ditangani dengan baik, agar bencana serupa tidak lagi terjadi.
Ketika penanganan di hilir dilakukan dengan pembangunan tanggul permanen dan penanganan lainnya, maka penanganan di hulu tetap harus menjadi perhatian, agar persoalan banjir bisa ditangani dengan baik.
Ini pula yang mendasari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang (BBWSPJ). Bersama Pemerintah Kabupaten Luwu Utara , BBWSPJ berencana melakukan kegiatan detail desain penanggulangan banjir terintegrasi dari hulu ke hilir, utamanya di tiga sungai besar di Luwu Utara, yaitu Masamba, Rongkong dan Radda.
“Tahun ini kita ada kegiatan yang namanya kegiatan detail desain penanggulangan banjir Sungai Masamba dan Sungai Rongkong. Nah, ini juga sementara kita kaji seperti apa penanganan di hulu,” ungkap Kepala BBWSPJ, Adenan Rasyid, usai bertemu dengan Bupati Luwu Utara , Kamis (4/3/2021), di ruang kerja bupati.
Selain pembangunan tanggul permanen, BBWSPJ akan merancang penanganan terintegrasi dari hulu ke hilir, agar penanganan bajir bisa maksimal.
“Ini sementara kita kaji sistem penanganannya seperti apa, bukan hanya di lokasi-lokasi spot yang saat ini kita tangani, tapi sistem penanganan dari hulu ke hilirnya juga akan kita kaji. Kira-kira konstruksi apa yang cocok dengan kondisi sungai Masamba dan Rongkong,” kata Adenan.
Ia mengatakan bahwa, pembangunan Sabo Dam di hulu adalah salah satu solusi bagaimana menghadirkan penanganan banjir yang terpadu dan terintegrasi.
“Tahun kemarin Tim Sabo kita sudah turun, tahun ini kita mulai kaji dan desain, selanjutnya pada 2022 dilakukan pembangunan Sabo Dam di hulu, sehingga nantinya akan terintegrasi antara penanganan banjir di hulu sampai ke muaranya atau hilir. Sekarang ini masih kita desain seperti apa model detail atau model tes-nya,” jelas dia.
“Kenapa harus ada model tes, karena bangunannya kan besar. Kalau ini fix, insyaallah tahun depan kita sudah usulkan, termasuk penanganan konstruksinya,” sambungnya.
Dijelaskan Adenan, penanganan terintegrasi hulu ke hilir menjadi penting dilakukan guna menghadirkan penanganan yang betul-betul dapat menghadirkan kenyaman.
“Di hulu, suplai sedimennya tinggi, banyak longsoran , kalau ini kita sudah kendalikan, insyaallah kenyamanan masyarakat bisa terjaga,” imbuhnya.
“Karena sedimen di hulu tinggi, maka butuh bangunan pengendali guna mengontrol sedimen ke hilir. Sedimen ini yang akan ditangkap oleh bangunan Sabo Dam nantinya,” ujar dia menambahkan.
Masih sebut dia, ukuran bangunan Sabo Dam akan lebih besar, karena dipersiapkan untuk menampung tangkapan sedimen, sehingga tertahan dan tidak mengalir ke wilayah hilir.
“Konstruksinya nanti itu akan ada air yang lewat, tapi material-material besar seperti batu, tanah dan material lainnya, akan tertahan. Tahun ini kita desain, insyaallah tahun depan kita usulkan untuk kita memulai pembangunan konstruksinya,” pungkasnya.
Ketika penanganan di hilir dilakukan dengan pembangunan tanggul permanen dan penanganan lainnya, maka penanganan di hulu tetap harus menjadi perhatian, agar persoalan banjir bisa ditangani dengan baik.
Ini pula yang mendasari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang (BBWSPJ). Bersama Pemerintah Kabupaten Luwu Utara , BBWSPJ berencana melakukan kegiatan detail desain penanggulangan banjir terintegrasi dari hulu ke hilir, utamanya di tiga sungai besar di Luwu Utara, yaitu Masamba, Rongkong dan Radda.
“Tahun ini kita ada kegiatan yang namanya kegiatan detail desain penanggulangan banjir Sungai Masamba dan Sungai Rongkong. Nah, ini juga sementara kita kaji seperti apa penanganan di hulu,” ungkap Kepala BBWSPJ, Adenan Rasyid, usai bertemu dengan Bupati Luwu Utara , Kamis (4/3/2021), di ruang kerja bupati.
Selain pembangunan tanggul permanen, BBWSPJ akan merancang penanganan terintegrasi dari hulu ke hilir, agar penanganan bajir bisa maksimal.
“Ini sementara kita kaji sistem penanganannya seperti apa, bukan hanya di lokasi-lokasi spot yang saat ini kita tangani, tapi sistem penanganan dari hulu ke hilirnya juga akan kita kaji. Kira-kira konstruksi apa yang cocok dengan kondisi sungai Masamba dan Rongkong,” kata Adenan.
Ia mengatakan bahwa, pembangunan Sabo Dam di hulu adalah salah satu solusi bagaimana menghadirkan penanganan banjir yang terpadu dan terintegrasi.
“Tahun kemarin Tim Sabo kita sudah turun, tahun ini kita mulai kaji dan desain, selanjutnya pada 2022 dilakukan pembangunan Sabo Dam di hulu, sehingga nantinya akan terintegrasi antara penanganan banjir di hulu sampai ke muaranya atau hilir. Sekarang ini masih kita desain seperti apa model detail atau model tes-nya,” jelas dia.
“Kenapa harus ada model tes, karena bangunannya kan besar. Kalau ini fix, insyaallah tahun depan kita sudah usulkan, termasuk penanganan konstruksinya,” sambungnya.
Dijelaskan Adenan, penanganan terintegrasi hulu ke hilir menjadi penting dilakukan guna menghadirkan penanganan yang betul-betul dapat menghadirkan kenyaman.
“Di hulu, suplai sedimennya tinggi, banyak longsoran , kalau ini kita sudah kendalikan, insyaallah kenyamanan masyarakat bisa terjaga,” imbuhnya.
“Karena sedimen di hulu tinggi, maka butuh bangunan pengendali guna mengontrol sedimen ke hilir. Sedimen ini yang akan ditangkap oleh bangunan Sabo Dam nantinya,” ujar dia menambahkan.
Masih sebut dia, ukuran bangunan Sabo Dam akan lebih besar, karena dipersiapkan untuk menampung tangkapan sedimen, sehingga tertahan dan tidak mengalir ke wilayah hilir.
“Konstruksinya nanti itu akan ada air yang lewat, tapi material-material besar seperti batu, tanah dan material lainnya, akan tertahan. Tahun ini kita desain, insyaallah tahun depan kita usulkan untuk kita memulai pembangunan konstruksinya,” pungkasnya.
(luq)