Pengacara Pembacok Polisi Tolak BAP Penyidik karena Dinilai Janggal
loading...
A
A
A
DEMAK - Kasus pembacokan polisi di Desa Batursari, Kecamatan Mranggen, Demak, Jawa Tengah (Jateng) , pada akhir November 2020, mulai di sidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Demak.
Dalam sidang kedua, pengajuan eksepsi atau nota keberatan, pengacara terdakwa, Yusuf Istanto menolak seluruh Berita Acara Pidana (BAP) yang dibuat oleh penyidik Polres Demak .
Dalam BAP terdakwa, Ade Avi Bachtiar bin Mashadi Ali Nur Khasan, (27), dalam pasal 170 KUHP, dan Pasal 2 Undang-Undang Darurat nomor 12 tahun 1951 Jo Pasal 55 terdakwa terancam hukuman penjara 15 tahun.
Menurut Yusuf, dalam pembuatan BAP terdakwa dengan ancaman pidana lebih dari 5 tahun, penyidik tidak mengijinkan terdakwa didampingi kuasa hukum, dalam kondisi masih ada peluru bersarang di kaki terdakwa dipaksakan untuk melakukan BAP dengan ancaman, jika tidak bersedia maka terdakwa tidak akan diperbolehkan untuk operasi pengangkatan peluru dari kakinya.
“Dalam proses BAP, terdakwa dalam tekanan dan sakit lantaran luka tembak di kaki kirinya yang dilakukan oleh korban, Rahmat Santoso seorang anggota polri yang bertugas di Paminal Polda Jateng berpangkat Aipda,” beber Yusuf, Selasa (243/2).
Lantaran kesakitan, terdakwa terpaksa menandatangani BAP, karena ada harapan janji penyidik untuk membantarkan (ijin berobat) diberikan. yang akhirnya setelah BAP diteken pada tanggal 29 November 2020, penyidik kemudian mengeluarkan surat pembantaran tertanggal 30 November 2020, akan tetapi terdakwa baru dibawa di RSUD Sunan Kalijaga pada tanggal 5 Desember 2020.
Dalam sidang, Yusuf juga memberikan barang bukti berupa kwitansi pengobatan terdakwa yang cukup janggal. Di mana awal penembakan pada 28 Novenber 2020, hanya dibawa ke rumah sakit untuk membersihkan luka tembak.
Selanjutnya tanggal 30 November ijin pembataran diberikan penyidik, namun kwitansi rumah sakit menyebutkan, proses pengobatan terdakwa, dan pengambilan proyektil peluru dilakukan pada 5 Desember 2020. Sidang eksepsi kasus pembacokan Polisi yang dipimpin Ketua Majelis M Deni Firdaus, cukup mengagetkan Jaksa Penuntun Umum (JPU).
Diberitakan, kasus pembacokan polisi berawal dari persoalan hutang-piutang. Dimana terdakwa hendak menagih hutang, saudara ipar korban, namun tanpa mengenalkan diri korban justru memukul terdakwa. Dan ujungnya terjadi perkelahian dimana terdakwa mengambil arit yang dibawanya setelah memasang baliho.
Yusuf mengatakan, usai kejadian itu, terdakwa sempat pergi, namun kembali lagi untuk menjemput temannya yang menjadi saksi. Saat menjemput, korban sudah menyiapkan senjata api dengan mengatakan "Tak Tembak lo..Tak Tembak Lo.." mendadak terdengar satu kali letusan yang mengenai kaki terdakwa.
Dalam sidang kedua, pengajuan eksepsi atau nota keberatan, pengacara terdakwa, Yusuf Istanto menolak seluruh Berita Acara Pidana (BAP) yang dibuat oleh penyidik Polres Demak .
Dalam BAP terdakwa, Ade Avi Bachtiar bin Mashadi Ali Nur Khasan, (27), dalam pasal 170 KUHP, dan Pasal 2 Undang-Undang Darurat nomor 12 tahun 1951 Jo Pasal 55 terdakwa terancam hukuman penjara 15 tahun.
Menurut Yusuf, dalam pembuatan BAP terdakwa dengan ancaman pidana lebih dari 5 tahun, penyidik tidak mengijinkan terdakwa didampingi kuasa hukum, dalam kondisi masih ada peluru bersarang di kaki terdakwa dipaksakan untuk melakukan BAP dengan ancaman, jika tidak bersedia maka terdakwa tidak akan diperbolehkan untuk operasi pengangkatan peluru dari kakinya.
“Dalam proses BAP, terdakwa dalam tekanan dan sakit lantaran luka tembak di kaki kirinya yang dilakukan oleh korban, Rahmat Santoso seorang anggota polri yang bertugas di Paminal Polda Jateng berpangkat Aipda,” beber Yusuf, Selasa (243/2).
Lantaran kesakitan, terdakwa terpaksa menandatangani BAP, karena ada harapan janji penyidik untuk membantarkan (ijin berobat) diberikan. yang akhirnya setelah BAP diteken pada tanggal 29 November 2020, penyidik kemudian mengeluarkan surat pembantaran tertanggal 30 November 2020, akan tetapi terdakwa baru dibawa di RSUD Sunan Kalijaga pada tanggal 5 Desember 2020.
Dalam sidang, Yusuf juga memberikan barang bukti berupa kwitansi pengobatan terdakwa yang cukup janggal. Di mana awal penembakan pada 28 Novenber 2020, hanya dibawa ke rumah sakit untuk membersihkan luka tembak.
Selanjutnya tanggal 30 November ijin pembataran diberikan penyidik, namun kwitansi rumah sakit menyebutkan, proses pengobatan terdakwa, dan pengambilan proyektil peluru dilakukan pada 5 Desember 2020. Sidang eksepsi kasus pembacokan Polisi yang dipimpin Ketua Majelis M Deni Firdaus, cukup mengagetkan Jaksa Penuntun Umum (JPU).
Diberitakan, kasus pembacokan polisi berawal dari persoalan hutang-piutang. Dimana terdakwa hendak menagih hutang, saudara ipar korban, namun tanpa mengenalkan diri korban justru memukul terdakwa. Dan ujungnya terjadi perkelahian dimana terdakwa mengambil arit yang dibawanya setelah memasang baliho.
Yusuf mengatakan, usai kejadian itu, terdakwa sempat pergi, namun kembali lagi untuk menjemput temannya yang menjadi saksi. Saat menjemput, korban sudah menyiapkan senjata api dengan mengatakan "Tak Tembak lo..Tak Tembak Lo.." mendadak terdengar satu kali letusan yang mengenai kaki terdakwa.
(nic)