Hidup dari Menjual Tulisan, Fauzan Kini Jadi Ketua Fraksi dan Bendahara PKB Jatim
loading...
A
A
A
Sejak kecil, Fauzan sudah terdidik untuk menjalani kehidupan yang keras dan mandiri. Kedua orangtuanya waktu itu harus menghidupi tujuh anak dengan penghasilan sebagai tukang ojek. Sementara ibunya membantu ekonomi keluarga dengan berjualan kopi.
Kampung halamannya berada di Desa Jatirenggo, Glagah, Lamongan, sebuah kawasan terpencil yang sebagian besar masyarakatnya menekuni profesi sebagai petani. Sisanya adalah para perantau yang mengadu nasib sebagai pedagang di luar kota.
Di jalanan itu pun ia terdidik dengan matang. Memahami kebutuhan utama masyarakat dan menyerap semua sisi kehidupan. Dengan menjual ide dan gagasan melalui tulisan, Fauzan sempat terpuruk ketika tak ada satu pun media yang memuat opininya. Kehidupan di perantauan membuatnya harus bisa bertahan hidup. “Pernah dua hari tidak makan, dan tidak tidur berhari-hari untuk terus menulis opini,” jelasnya.
Perkenalannya dengan politik dimulai ketika dirinya diserahi amanah sebagai Ketua Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Malang. Dinamika pergerakan membentuknya menjadi anak muda yang berpikir lebih kritis dan berani.
Dari ceruk pergerakan itu, ia menyerap begitu banyak keinginan masyarakat serta kesulitan yang mereka hadapi. Baik di sektor pertanian, perikanan, perburuhan sampai ekonomi kreatif yang bisa dibangun untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
“Rasanya tidak terbayang, dulu itu ketika masih jadi mahasiswa takut sekali kalau mau masuk ke kantor PKB Jatim, karena tidak ada yang kenal. Menoleh kanan dan kiri nggak tahu apa-apa. Lha, sekarang malah jadi Bendahara DPW PKB,” jelasnya.
Kini, sebagai milenial yang masuk di ruang-ruang politik, Fauzan ingin memberikan warna yang berbeda. Ia memahami pentingnya transparansi anggaran pemerintahan daerah berbasis informasi teknologi (IT). Sehingga wakil rakyat maupun partai bisa mendengar dan memperjuangkan aspirasi konstituen dengan cepat, tepat dan berkelanjutan.
“Teknologi akan menjadi pembeda, di Indonesia pun sudah merintis dan siap masuk era Society 5.0 yang mengedepankan percepatan dan teknologi yang dikendalikan oleh manusia untuk menunjang semua aktifitas,” jelasnya.
Kini, dirinya ikut merumuskan regulasi daerah yang pro santri dan bertujuan kesejahteraan bagi masyarakat. Percepatan kebangkitan ekonomi harus terus ditabuh di tengah pandemi COVID-19. Era kebiasaan baru dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat harus bisa diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi yang seimbang.
Dirinya yakin, dengan hadirnya milenial di berbagai partai politik serta peranan mereka sebagai wakil rakyat di ruang-ruang legislasi bisa menjadi kolaborasi yang strategis untuk membangun kesejahteraan masyarakat.
Kampung halamannya berada di Desa Jatirenggo, Glagah, Lamongan, sebuah kawasan terpencil yang sebagian besar masyarakatnya menekuni profesi sebagai petani. Sisanya adalah para perantau yang mengadu nasib sebagai pedagang di luar kota.
Di jalanan itu pun ia terdidik dengan matang. Memahami kebutuhan utama masyarakat dan menyerap semua sisi kehidupan. Dengan menjual ide dan gagasan melalui tulisan, Fauzan sempat terpuruk ketika tak ada satu pun media yang memuat opininya. Kehidupan di perantauan membuatnya harus bisa bertahan hidup. “Pernah dua hari tidak makan, dan tidak tidur berhari-hari untuk terus menulis opini,” jelasnya.
Perkenalannya dengan politik dimulai ketika dirinya diserahi amanah sebagai Ketua Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Malang. Dinamika pergerakan membentuknya menjadi anak muda yang berpikir lebih kritis dan berani.
Dari ceruk pergerakan itu, ia menyerap begitu banyak keinginan masyarakat serta kesulitan yang mereka hadapi. Baik di sektor pertanian, perikanan, perburuhan sampai ekonomi kreatif yang bisa dibangun untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
“Rasanya tidak terbayang, dulu itu ketika masih jadi mahasiswa takut sekali kalau mau masuk ke kantor PKB Jatim, karena tidak ada yang kenal. Menoleh kanan dan kiri nggak tahu apa-apa. Lha, sekarang malah jadi Bendahara DPW PKB,” jelasnya.
Kini, sebagai milenial yang masuk di ruang-ruang politik, Fauzan ingin memberikan warna yang berbeda. Ia memahami pentingnya transparansi anggaran pemerintahan daerah berbasis informasi teknologi (IT). Sehingga wakil rakyat maupun partai bisa mendengar dan memperjuangkan aspirasi konstituen dengan cepat, tepat dan berkelanjutan.
“Teknologi akan menjadi pembeda, di Indonesia pun sudah merintis dan siap masuk era Society 5.0 yang mengedepankan percepatan dan teknologi yang dikendalikan oleh manusia untuk menunjang semua aktifitas,” jelasnya.
Kini, dirinya ikut merumuskan regulasi daerah yang pro santri dan bertujuan kesejahteraan bagi masyarakat. Percepatan kebangkitan ekonomi harus terus ditabuh di tengah pandemi COVID-19. Era kebiasaan baru dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat harus bisa diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi yang seimbang.
Dirinya yakin, dengan hadirnya milenial di berbagai partai politik serta peranan mereka sebagai wakil rakyat di ruang-ruang legislasi bisa menjadi kolaborasi yang strategis untuk membangun kesejahteraan masyarakat.