Ada COVID-19 Jenis Baru, WNA Dilarang Masuk Indonesia, Farhan: Langkah Telat, Tapi...

Jum'at, 01 Januari 2021 - 11:56 WIB
loading...
Ada COVID-19 Jenis Baru, WNA Dilarang Masuk Indonesia, Farhan: Langkah Telat, Tapi...
Pemerintah Indonesia, melarang Warga Negara Asing (WNA) masuk wilayah Indonesia, untuk mencegah penularan COVID-19 jenis baru. Foto/Ilustrasi
A A A
BANDUNG - Mulai hari ini, Pemerintah Indonesia melarang Warga Negara Asing (WNA) datang ke Indonesia, menyusul upaya melakukan pengendalian varian virus baru COVID-19 .

(Baca juga: Mulai Besok Hingga 14 Januari 2021, Seluruh WNA Dilarang Masuk Indonesia )

Kendati begitu, Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi NasDem, Muhammad Farhan mengatakan, keputusan pemerintah menutup akses WNA ke Indonesia untuk memutus mata rantai penularan COVID-19 merupakan langkah yang telat.

"Pernyataan tegas Menlu menutup perbatasan negara walau terlambat, tapi layak diacungi jempol. Kebijakan seperti ini semestinya dicanangkan sejak awal pandemi ini. Sehingga membangun kepercayaan masyarakat yang sempat bingung pernyataan para menteri yang gagal menerjemahkan kebijakan presiden," kata dia dalam keterangan resminya, Jumat (1/1/2021).

Menurut dia, sejak awal, Indonesia dianggap gagap menghadapi pandemi ini. Sehingga sampai saat ini kasus positif COVID-19 terus meningkat disertai dengan dampak sosial bagi masyarakat.

"Harus diakui kita semua gagap, panik dan teledor. Menkes (Terawan) yang tadinya ingin menenangkan dan menghindarkan kepanikan, malah berulang kali membuat error sehingga Presiden mengangkat Ketua BNPB untuk menangani masalah pandemi COVID-19 ," ujar Farhan.



Bahkan, musibah pandemi COVID-19 di 2020 menjadi bola liar bagi pihak yang kontra dengan pemerintah hingga berujung pada kasus hukum. "Tentu semua orang bebas berpendapat tentang pandemi ini. Bahkan ada yang menganggap walau tanpa bukti ilmiah bahwa semua ini adalah konspirasi elite global, bermotif ekonomi," terangnya.

(Baca juga: Ratusan Gram Sabu dan 29,5 Butir Ekstasi Seharga Rp100 Juta Diblender )

Pemerintah pusat, lanjut Farhan, memilih fokus prioritas ekonomi dalam menangani pandemi. Di negara luar, kebanyakan memilih lockdown dalam memutus mata rantai penularan COVID-19 dibandingkan Indonesia yang memilih Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Kenyataannya Pemerintah Indonesia pun memilih motivasi ekonomi dalam penanganan pandemi sehingga tidak memilih opsi lockdown dan tidak menutup perbatasan Negara dari mobilitas internasional di awal pandemi hingga akhirnya di bulan Desember perbatasan pun ditutup. Presiden Jokowi mengambil risiko menunggu sampai adanya penanganan lewat vaksin dan herd immunity (kekebalan kelompok) yang tidak akan membuat ekonomi kolaps," ujarnya.

(Baca juga: Data Terbaru, 2.495 WNI Covid-19 di Luar Negeri )

Menurut dia, langkah tersebut dihadapkan dengan kesulitan berkepanjangan. Bahkan, upaya penanganan jaminan sosial bagi warga terdampak pandemi diwarnai dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dalam kasus korupsi program bantuan sosial penanganan COVID-19 .

"Kenyataannya, kebijakan menanti vaksin tanpa pengetatan mobilitas dan penutupan wilayah (lockdown) membuat kita sulit bangkit dari kontraksi pertumbuhan ekonomi yang negatif. Kita bersyukur pemerintah level pusat sampai daerah sangat baik melakukan penanganan jaminan sosial, baik untuk faskes maupun kebutuhan sosial lain," imbuh dia.

(Baca juga: Bertahun-tahun Terdampak Lumpur Lapindo, 3 Desa di Sidoarjo Dilebur )

Dia berharap, enam menteri baru yang dilantik beberapa waktu lalu, bisa berinovasi dan mampu menerjemahkan visi Jokowi dalam menangani COVID-19 . "Saya melihat para menteri baru punya kapasitas sangat baik walaupun belum bisa menutupi 100 persen kelemahan kabinet kerja periode kedua Jokowi. Mereka akan menghadapi tantangan yang sangat terjal," katanya.

"Menteri KKP dan Mensos harus bersih-bersih internal karena kasus korupsi dahulu sebelum bisa kebutuhan dengan program. Menkes harus mampu menjadi leading sektor dan pemersatu gerak langkah menghadapi krisis kesehatan global ini," kata dia.

Sementara Menag punya pekerjaan rumah besar menghilangkan sisa-sisa dikotomi agama yang timbul karena radikalisasi, dan pemanfaatan nya untuk kontestasi politik. Menparekraf harus mampu bersinergi dengan Mendag yang baru membangun pasar ekspor budaya Indonesia. Maka keduanya harus bisa menciptakan ekosistem bagi tumbuhnya industri ekonomi kreatif yang berkelas dunia.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2177 seconds (0.1#10.140)