Nenek dan Tante Penganiaya Gadis 7 Tahun di Bukittinggi Ditangkap Polisi
loading...
A
A
A
BUKITTINGGI - Polisi menangkap nenek dan tante yang diduga menganiaya bocah perempuan berusia tujuh tahun di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Dari rumah pelaku, polisi menyita rotan dan lidi yang digunakan pelaku saat melampiaskan kekesalan pada korban.
(Baca juga: Ditahan KPK Akibat Kasus Korupsi Pengadaan Lahan Makam, Cawabup OKU Menang Pilkada )
Sementara korban penganiayaan yang mengalami luka dan trauma, kini telah mendapat pendampingan pemulihan dari Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Bukittinggi.
Dua pelaku penganiayaan yang ditangkap polisi, yaitu Anizar (64) dan Erni Noviyanti (44) warga Jalan Abdul Manan RT 5 RW 1 Kelurahan Campago Guguk Bulek, Kecamatan Mandiangin Koto Selayan, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, yang diduga menganiaya bocah perempuan berusia tujuh tahun.
Akibat penganiayaan tersebut, korban yang merupakan cucu dan keponakan kandung kedua pelaku, mengalami luka memar di sekujur tubuh dan tulang rusuk patah. Saat diperiksa di ruang Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Bukittinggi, tersangka Anizar dan Erni mengaku kesal pada korban.
(Baca juga: Ikatan Batin Membuat Penghulu Budi Malu Menerima 'Titipan' Usai Menikahkan Pasangan Pengantin )
Menurut Anizar, sebelumnya cucunya tinggal bersama kedua orang tuanya, yakni Erizal (42), dan Sri Murni (29) di Gang Langgar, Kramat Jati, Jakarta Timur. Perceraian dan kondisi kesulitan ekonomi, membuat Erizal membawa kedua anaknya ke kampung pada bulan Juli lalu, untuk tinggal dan disekolahkan oleh nenek dan tantenya.
Selama empat bulan tinggal bersama itulah, sang nenek mulai kerap memarahi dan melakukan penganiayaan pada korban yang susah belajar. Kedua pelaku juga mengaku bingung dengan tuntutan dari wali kelas saat pembelajaran daring.
"Dia tidak mau baca, ditutupnya saja mulutnya. Sudah minum susu makan tidur saja. Paginya diantar ke sekolah, kata guru nilai pekerjaan rumahnya banyak yang turun, banyak tuntuan dari wali kelas," ujar Anizar.
Pengakuan yang sama juga diungkapkan Erni Noviyanti. Menurutnya, korban sulit untuk diajari menulis dan membaca. "Saat masuk sekolah, dia harus bisa baca, harus bisa nulis, tapi anaknya sulit diajari. Kalau abangnya pintar," ungkapnya.
Erni mengaku pernah mencubit korban, namun iya juga kasihan sehingga kerap mengingatkan nenek agar tidak main tangan saat memarahi korban. "Pernah mencubit satu kali saja. Kesal karena sambil mengurus dagangan juga dari subuh, dan sore harus jualan lagi, saya sibuk di situ," ungkapnya.
Kasatreskrim Polres Bukittinggi, AKP Chairul Amri menyebutkan, kasus ini terungkap saat guru menemukan korban lemas di sekolah. Saat didekati, terdapat luka lebam di wajah, sementara di sekujur tubuh korban juga ditemukan luka lama dan luka baru.
"Alasan pemukulan hanya kesal, kadang karena tidak mau belajar, si nenek ini pada intinya kesal karena perceraian anaknya sehingga anak dititip pada neneknya. Tulang rusuk sebelah kirinya patah, disekujur tubuhnya terdapat luka memar," terangnya.
Dalam pemeriksaan terungkap, nenek korban diduga lebih dominan melakukan penganiayaan . Perlakuan kasar tidak saja dilakukan pada korban, namun juga pada kakak korban disaat bocah laki-laki berusia sembilan tahun itu mencoba membela dan menghalangi penganiayaan terhadap adiknya.
Nenek korban yang masih merasa tidak bersalah diamankan di ruang tahanan Polres Bukittinggi. Sementara tante korban meski mengaku menyesal, ia tetap harus mempertanggung jawabkan perubatannya.
Jika terbukti bersalah, nenek dan tante korban terancam hukuman tujuh tahun penjara. Bahkan bisa lebih, karena korban masih dalam tanggungan para pelaku. "Selain anak ini menjadi korban kekerasan dan kita menangani tindak pidananya, kita membantu proses pemulihannya kepada P2TP2A Kota Bukittinggi, karena anak ini mengalami traumatis yang cukup berat. Seperti kemarin terlihat pada saat pemeriksaan, baru mendengar ada nenek dan tantenya saja anak ini histeris dan lari dari ruangan," tuturnya.
P2TP2A Kota Bukittinggi, saat melakukan pendampingan dan penyuluhan pada warga, menemukan korban saat ini dirawat di rumah warga yang peduli dan ikhlas. Keluarga yang juga memiliki anak perempuan yang seumuran dengan korban, menjadi teman bermain, belajar, dan tidur bersama.
(Baca juga: Toleransi Beragama Tumbuh Subur di Keluarga Calon Wali Kota Beragama Konghucu Andrei Angouw )
Wakil Sekretaris P2TP2A Kota Bukittinggi, Emmalia Yuli Israwanti mengatakan, penanganan kasus penganiayaan ini diawali dengan pemulihan luka fisik dan penilaian psikologis pada korban. Sementara terdahap Erizal yang telah berada di Kota Bukittinggi, juga dilakukan penilaian psikologis sebelum dapat kembali merawat anaknya. "Ayah korban saat ini dalam tekanan, ia pun masih tidak percaya pelaku adalah orang tua dan kakak kandungnya," terangnya.
Lihat Juga: Pilu Bocah di Tangerang, Disetrum dan Disiram Miras Gegara Dituduh Mencuri Uang Rp700 Ribu
(Baca juga: Ditahan KPK Akibat Kasus Korupsi Pengadaan Lahan Makam, Cawabup OKU Menang Pilkada )
Sementara korban penganiayaan yang mengalami luka dan trauma, kini telah mendapat pendampingan pemulihan dari Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Bukittinggi.
Dua pelaku penganiayaan yang ditangkap polisi, yaitu Anizar (64) dan Erni Noviyanti (44) warga Jalan Abdul Manan RT 5 RW 1 Kelurahan Campago Guguk Bulek, Kecamatan Mandiangin Koto Selayan, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, yang diduga menganiaya bocah perempuan berusia tujuh tahun.
Akibat penganiayaan tersebut, korban yang merupakan cucu dan keponakan kandung kedua pelaku, mengalami luka memar di sekujur tubuh dan tulang rusuk patah. Saat diperiksa di ruang Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Bukittinggi, tersangka Anizar dan Erni mengaku kesal pada korban.
(Baca juga: Ikatan Batin Membuat Penghulu Budi Malu Menerima 'Titipan' Usai Menikahkan Pasangan Pengantin )
Menurut Anizar, sebelumnya cucunya tinggal bersama kedua orang tuanya, yakni Erizal (42), dan Sri Murni (29) di Gang Langgar, Kramat Jati, Jakarta Timur. Perceraian dan kondisi kesulitan ekonomi, membuat Erizal membawa kedua anaknya ke kampung pada bulan Juli lalu, untuk tinggal dan disekolahkan oleh nenek dan tantenya.
Selama empat bulan tinggal bersama itulah, sang nenek mulai kerap memarahi dan melakukan penganiayaan pada korban yang susah belajar. Kedua pelaku juga mengaku bingung dengan tuntutan dari wali kelas saat pembelajaran daring.
"Dia tidak mau baca, ditutupnya saja mulutnya. Sudah minum susu makan tidur saja. Paginya diantar ke sekolah, kata guru nilai pekerjaan rumahnya banyak yang turun, banyak tuntuan dari wali kelas," ujar Anizar.
Pengakuan yang sama juga diungkapkan Erni Noviyanti. Menurutnya, korban sulit untuk diajari menulis dan membaca. "Saat masuk sekolah, dia harus bisa baca, harus bisa nulis, tapi anaknya sulit diajari. Kalau abangnya pintar," ungkapnya.
Erni mengaku pernah mencubit korban, namun iya juga kasihan sehingga kerap mengingatkan nenek agar tidak main tangan saat memarahi korban. "Pernah mencubit satu kali saja. Kesal karena sambil mengurus dagangan juga dari subuh, dan sore harus jualan lagi, saya sibuk di situ," ungkapnya.
Kasatreskrim Polres Bukittinggi, AKP Chairul Amri menyebutkan, kasus ini terungkap saat guru menemukan korban lemas di sekolah. Saat didekati, terdapat luka lebam di wajah, sementara di sekujur tubuh korban juga ditemukan luka lama dan luka baru.
"Alasan pemukulan hanya kesal, kadang karena tidak mau belajar, si nenek ini pada intinya kesal karena perceraian anaknya sehingga anak dititip pada neneknya. Tulang rusuk sebelah kirinya patah, disekujur tubuhnya terdapat luka memar," terangnya.
Dalam pemeriksaan terungkap, nenek korban diduga lebih dominan melakukan penganiayaan . Perlakuan kasar tidak saja dilakukan pada korban, namun juga pada kakak korban disaat bocah laki-laki berusia sembilan tahun itu mencoba membela dan menghalangi penganiayaan terhadap adiknya.
Nenek korban yang masih merasa tidak bersalah diamankan di ruang tahanan Polres Bukittinggi. Sementara tante korban meski mengaku menyesal, ia tetap harus mempertanggung jawabkan perubatannya.
Jika terbukti bersalah, nenek dan tante korban terancam hukuman tujuh tahun penjara. Bahkan bisa lebih, karena korban masih dalam tanggungan para pelaku. "Selain anak ini menjadi korban kekerasan dan kita menangani tindak pidananya, kita membantu proses pemulihannya kepada P2TP2A Kota Bukittinggi, karena anak ini mengalami traumatis yang cukup berat. Seperti kemarin terlihat pada saat pemeriksaan, baru mendengar ada nenek dan tantenya saja anak ini histeris dan lari dari ruangan," tuturnya.
P2TP2A Kota Bukittinggi, saat melakukan pendampingan dan penyuluhan pada warga, menemukan korban saat ini dirawat di rumah warga yang peduli dan ikhlas. Keluarga yang juga memiliki anak perempuan yang seumuran dengan korban, menjadi teman bermain, belajar, dan tidur bersama.
(Baca juga: Toleransi Beragama Tumbuh Subur di Keluarga Calon Wali Kota Beragama Konghucu Andrei Angouw )
Wakil Sekretaris P2TP2A Kota Bukittinggi, Emmalia Yuli Israwanti mengatakan, penanganan kasus penganiayaan ini diawali dengan pemulihan luka fisik dan penilaian psikologis pada korban. Sementara terdahap Erizal yang telah berada di Kota Bukittinggi, juga dilakukan penilaian psikologis sebelum dapat kembali merawat anaknya. "Ayah korban saat ini dalam tekanan, ia pun masih tidak percaya pelaku adalah orang tua dan kakak kandungnya," terangnya.
Lihat Juga: Pilu Bocah di Tangerang, Disetrum dan Disiram Miras Gegara Dituduh Mencuri Uang Rp700 Ribu
(eyt)