Antisipasi Krisis Pangan, Ridwan Kamil Minta Perbankan Genjot Kredit Pertanian
loading...
![Antisipasi Krisis Pangan,...](https://pict.sindonews.net/dyn/732/pena/news/2020/12/10/701/263692/antisipasi-krisis-pangan-ridwan-kamil-minta-perbankan-genjot-kredit-pertanian-pbl.png)
Gubernur Jabar Ridwan Kamil dan Kepala Kantor Bank Indonesia Jawa Barat Herawanto pada pembukaan West Java Food & Agriculture Summit 2020 yang digelar Bank Indonesia di Kota Bandung, Kamis (10/12/2020). Foto/SINDOnews/Arif Budianto
A
A
A
BANDUNG - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meminta perbankan ikut terlibat mengantisipasi terjadinya kritis pangan dengan lebih ekspansif menyalurkan pembiayaan sektor pertanian.
Langkah tersebut diharapkan mendorong produktivitas sektor pertanian di Jabar. Menurut dia, produktivitas sektor pertanian khususnya Jawa Barat masih rendah.
Ini terlihat dari masih bergantungnya Indonesia terhadap produk pertanian impor. Sementara, bukan tidak mungkin pada tahun depan Jawa Barat akan krisis pangan akibat dikuranginya volume ekspor pangan dari sejumlah negara seperti Vietnam.
"Perbankan harus mendukung penuh revolusi pangan," kata Emil saat meluncurkan West Java Food & Agriculture Summit 2020 yang digelar Bank Indonesia di Kota Bandung, Kamis (10/12/2020).
Emil meminta perbankan agar lebih aktif turun ke kawasan pertanian untuk memberi pinjaman modal bagi petani. Jangan ada lagi, kata dia, petani sulit untuk mendapat pinjaman modal dari perbankan.
Sehingga, tambah dia, tidak mengherankan jika petani menjadi sasaran empuk para rentenir. "Padahal bagi mereka besaran bunga nggak masalah. Yang jadi masalah kemudahan aksesnya," kata dia.
Menurut dia, rendahnya produktivitas pangan di Jabar salah satunya karena semakin sedikitnya jumlah petani. Menurut dia, saat ini 75% petani sudah berusia di atas 45 tahun. Sementara anak-anak muda tidak ingin menjadi petani.
Oleh karenanya, pihaknya menggagas program 1.000 petani milenial untuk menumbuhkan minat bertani di kalangan anak muda.
Nantinya, petani muda akan diberi lahan untuk digarap menjadi kawasan pertanian. Lahan yang tidak terpakai milik pemda, akan dipinjamkan kepada petani milenial 1 hektare per orang
Sementara itu, Kepala Kantor Bank Indonesia Jawa Barat Herawanto mengatakan, potensi krisis pangan global meningkat akibat perubahan kondisi makroekonomi, lingkungan, energi, harga input, serta harga pasar.
Kondisi itu mempengaruhi jumlah produksi pangan global, ditambah dengan kendala distribusi akibat kebijakan pembatasan dalam rangka pengendalian pandemi.
"Sektor pertanian penting sebagai salah satu sektor ekonomi yang diprioritaskan untuk segera dipulihkan karena merupakan penyumbang ekonomi terbesar ke-3 di Jawa Barat setelah industri pengolahan dan perdagangan. Di mana, sektor tersebut menunjukkan trend pertumbuhan meningkat," papar dia.
(Baca juga: Miris! Nilai Tukar Petani Turun, Ancaman Krisis Pangan di Depan Mata)
Di masa pandemi, kata Herawanto, sektor ini bahkan menjadi salah satu sektor yang masih mampu tumbuh positif. Pada 2021 mendatang, kinerja sektor pertanian tentunya harus terus diusahakan tetap terjaga.
Dalam rangka memitigasi risiko krisis pangan global, kata dia, perlu mengambil langkah strategis untuk menjaga ketahanan pangan.
(Baca juga: Hampir Overload, Bandung Tambah Ruang Isolasi COVID-19 di Supratman dan Setiabudhi)
Mulai dari mendorong kualitas dan produktivitas produksi pertanian melalui berbagai penggunaan teknologi, menjaga kelancaran distribusi pangan, menjaga stok pangan yang mencukupi kebutuhan konsumsi, dan menjaga inflasi pangan agar terkendali dan stabil.
Langkah tersebut diharapkan mendorong produktivitas sektor pertanian di Jabar. Menurut dia, produktivitas sektor pertanian khususnya Jawa Barat masih rendah.
Ini terlihat dari masih bergantungnya Indonesia terhadap produk pertanian impor. Sementara, bukan tidak mungkin pada tahun depan Jawa Barat akan krisis pangan akibat dikuranginya volume ekspor pangan dari sejumlah negara seperti Vietnam.
"Perbankan harus mendukung penuh revolusi pangan," kata Emil saat meluncurkan West Java Food & Agriculture Summit 2020 yang digelar Bank Indonesia di Kota Bandung, Kamis (10/12/2020).
Emil meminta perbankan agar lebih aktif turun ke kawasan pertanian untuk memberi pinjaman modal bagi petani. Jangan ada lagi, kata dia, petani sulit untuk mendapat pinjaman modal dari perbankan.
Sehingga, tambah dia, tidak mengherankan jika petani menjadi sasaran empuk para rentenir. "Padahal bagi mereka besaran bunga nggak masalah. Yang jadi masalah kemudahan aksesnya," kata dia.
Menurut dia, rendahnya produktivitas pangan di Jabar salah satunya karena semakin sedikitnya jumlah petani. Menurut dia, saat ini 75% petani sudah berusia di atas 45 tahun. Sementara anak-anak muda tidak ingin menjadi petani.
Oleh karenanya, pihaknya menggagas program 1.000 petani milenial untuk menumbuhkan minat bertani di kalangan anak muda.
Nantinya, petani muda akan diberi lahan untuk digarap menjadi kawasan pertanian. Lahan yang tidak terpakai milik pemda, akan dipinjamkan kepada petani milenial 1 hektare per orang
Sementara itu, Kepala Kantor Bank Indonesia Jawa Barat Herawanto mengatakan, potensi krisis pangan global meningkat akibat perubahan kondisi makroekonomi, lingkungan, energi, harga input, serta harga pasar.
Kondisi itu mempengaruhi jumlah produksi pangan global, ditambah dengan kendala distribusi akibat kebijakan pembatasan dalam rangka pengendalian pandemi.
"Sektor pertanian penting sebagai salah satu sektor ekonomi yang diprioritaskan untuk segera dipulihkan karena merupakan penyumbang ekonomi terbesar ke-3 di Jawa Barat setelah industri pengolahan dan perdagangan. Di mana, sektor tersebut menunjukkan trend pertumbuhan meningkat," papar dia.
(Baca juga: Miris! Nilai Tukar Petani Turun, Ancaman Krisis Pangan di Depan Mata)
Di masa pandemi, kata Herawanto, sektor ini bahkan menjadi salah satu sektor yang masih mampu tumbuh positif. Pada 2021 mendatang, kinerja sektor pertanian tentunya harus terus diusahakan tetap terjaga.
Dalam rangka memitigasi risiko krisis pangan global, kata dia, perlu mengambil langkah strategis untuk menjaga ketahanan pangan.
(Baca juga: Hampir Overload, Bandung Tambah Ruang Isolasi COVID-19 di Supratman dan Setiabudhi)
Mulai dari mendorong kualitas dan produktivitas produksi pertanian melalui berbagai penggunaan teknologi, menjaga kelancaran distribusi pangan, menjaga stok pangan yang mencukupi kebutuhan konsumsi, dan menjaga inflasi pangan agar terkendali dan stabil.
(boy)