Pandemi COVID-19 Diprediksi Bakal Gerus 'Serangan Fajar' Politik Uang di Pilkada
loading...
A
A
A
SURABAYA - Praktik politik uang selalu menjadi bumbu manis di tengah gegap gempita pesta demokrasi. Namun, di tengah pandemi COVID-19 ini politik uang diprediksi bakal tergerus. (Baca juga: Cegah Kerumunan Massa, KPU Surabaya Sarankan Kampanye Digital )
Pakar politik dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam menuturkan, dalam berbagai perhelatan Pilkada, politik uang dianggap para calon cukup efektif untuk mempengaruhi pemilih.
"Jadi sekarang efektivitas politik uang kian berkurang di Surabaya dan para pasangan calon (paslon) harus berhati-hati menggunakan strategi ini. Karena bisa memukul balik citra paslon sendiri," kata Surokim, Selasa (17/11/2020).
Ia melanjutkan, menurut hasil penelitian Surabaya Survey Center (SSC) Oktober 2020 lalu, efektivitas politik uang dalam pilkada Surabaya hanya 11,4 persen saja. Data itu tentu berbanding terbalik dengan persentase pemilih yang akan menghukum praktik money politik sebesar 34,2 persen.
"Jadi ini cukup mengembirakan agar para paslon lebih fokus bertarung program dan gagasan," jelasnya. (Baca juga: Gelar Razia Mendadak, Polres Minahasa Selatan Sita Puluhan Botol Miras Cap Tikus )
Surokim menambahkan, para paslon tidak perlu menggunakan strategi instan seperti politik uang dalam Pilkada Surabaya. Cara lama ini tak akan mempengaruhi banyak para pemilih. Jadi di Surabaya itu terjadi pertumbuhan pemilih rasional yang terus berkembang signifikan," ucapnya.
Dengan pemilih yang semakin cedas, katanya, maka pertarungan gagasan serta visi dan misi yang kuat akan menentukan hasil. Masyarakat akan mencerna calon yang akan dipilihnya melalui gagasan yang diusung. (Baca juga: Menyaru Jadi Petugas Satgas COVID-19, Pria Ini Kuras Perhiasan Nenek-nenek )
Semua ini tentu menjadi kabar baik di tengah demokrasi Indonesia. Politik uang yang sudah terbangun lama bisa tumbang dengan pemilih rasional yang tak lagi terpengaruh dorongan karena uang. "Mereka akan memilih pemimpinnya karena dianggap baik dan memenuhi harapan," katanya.
Pakar politik dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam menuturkan, dalam berbagai perhelatan Pilkada, politik uang dianggap para calon cukup efektif untuk mempengaruhi pemilih.
"Jadi sekarang efektivitas politik uang kian berkurang di Surabaya dan para pasangan calon (paslon) harus berhati-hati menggunakan strategi ini. Karena bisa memukul balik citra paslon sendiri," kata Surokim, Selasa (17/11/2020).
Ia melanjutkan, menurut hasil penelitian Surabaya Survey Center (SSC) Oktober 2020 lalu, efektivitas politik uang dalam pilkada Surabaya hanya 11,4 persen saja. Data itu tentu berbanding terbalik dengan persentase pemilih yang akan menghukum praktik money politik sebesar 34,2 persen.
"Jadi ini cukup mengembirakan agar para paslon lebih fokus bertarung program dan gagasan," jelasnya. (Baca juga: Gelar Razia Mendadak, Polres Minahasa Selatan Sita Puluhan Botol Miras Cap Tikus )
Surokim menambahkan, para paslon tidak perlu menggunakan strategi instan seperti politik uang dalam Pilkada Surabaya. Cara lama ini tak akan mempengaruhi banyak para pemilih. Jadi di Surabaya itu terjadi pertumbuhan pemilih rasional yang terus berkembang signifikan," ucapnya.
Dengan pemilih yang semakin cedas, katanya, maka pertarungan gagasan serta visi dan misi yang kuat akan menentukan hasil. Masyarakat akan mencerna calon yang akan dipilihnya melalui gagasan yang diusung. (Baca juga: Menyaru Jadi Petugas Satgas COVID-19, Pria Ini Kuras Perhiasan Nenek-nenek )
Semua ini tentu menjadi kabar baik di tengah demokrasi Indonesia. Politik uang yang sudah terbangun lama bisa tumbang dengan pemilih rasional yang tak lagi terpengaruh dorongan karena uang. "Mereka akan memilih pemimpinnya karena dianggap baik dan memenuhi harapan," katanya.
(eyt)