Siklus Gempa di Palu 25-30 Tahun, Pemprov Sulteng Diminta Beri Perlindungan Jangka Panjang

Rabu, 11 November 2020 - 14:39 WIB
loading...
Siklus Gempa di Palu...
Palu memiliki siklus gempa antara 25-30 tahun, karena itu Pemprov Sulteng diminta beri perlindungan jangka panjang bagi masyarakatnya. Foto: Ilustrasi/Dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB ), Doni Monardo meminta kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tengah (Sulteng ) agar dapat memberikan perlindungan jangka panjang kepada masyarakatnya.

Hal tersebut dikemukakan Doni saat melakukan peninjauan rumah relokasi dan hunian tetap yang dibangun oleh Yayasan Buddha Tzu Chi di Tondo, sebagai hunian bagi para warga yang terdampak gempa, tsunami dan likuifaksi Palu pada 2018 silam. (Baca Juga: Jokowi Ungkap Kendala Pembangunan Hunian Tetap Korban Gempa Palu)

“Bagaimana kita memberikan perlindungan untuk jangka panjang. Kita tidak bisa hanya memikirkan jangka pendek seperti sekarang ini. Kawasan-kawasan yang sudah diputuskan sebagai zona merah tolong ini sekali lagi tolong dipatuhi. Karena yang menentukan ini bukan orang sembarangan. Hampir semua ahli dilibatkan,” kata Doni dalam siaran pers yang diterima Sindo Media, Rabu (11/11/2020).

Lebih lanjut, Doni juga meminta agar dalam penyusunan rencana kerja dan rencana pembangunan kedepannya, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dapat melibatkan pakar maupun para ahli sebagai referensi. “Masukan pakar harus kita jadikan referensi dalam menyusun rencana kerja dan rencana pembangunan yang akan datang,” ungkapnya. (Baca Juga: Indonesia Awards 2020, Sulteng Raih Apresiasi Peningkatan Pelayanan Publik)

Plt Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana BNPB, Abdul Muhari yang turut hadir dalam peninjauan itu sebelumnya mengatakan, siklus gempa di Palu merupakan peristiwa pengulangan satu generasi. Artinya, siklus terjadinya gempa tersebut terjadi setiap 25-30 tahunan. “Siklus gempa di Palu ini cuma satu generasi, cuma 25-30 tahun,” katanya.

Menurut catatan sejarah, peristiwa gempa dan tsunami sebelumnya pernah terjadi di Palu pada tahun 1927 dengan tinggi tsunami 15 meter dan menyebabkan 14 orang meninggal dunia. Kemudian pada tahun 1968 gempa memicu tsunami setinggi 10 meter dan sedikitnya 200 orang meninggal dunia. Selanjutnya tsunami tahun 1996 Toli-Toli dan terakhir tahun 2018 dengan tsunami setinggi 13 meter.

Melihat dari rentetan peristiwa tersebut, Muhari mengatakan bahwa catatan tersebut hendaknya dapat dijadikan pelajaran dan pengetahuan bagi generasi penerus. Sehingga kejadian tersebut dapat lebih diantisipasi dan kerugian serta korban jiwa dapat diminimalisir. “Kalau ini hilang pengetahuannya maka generasi mendatang akan mengalami hal yang sama,” kata Muhari. (Baca Juga: Diimpit Reruntuhan Selama 3 Hari, Remaja 15 Tahun Ini Selamat dari Maut)

Selanjutnya, Muhari juga menjelaskan bahwa menurut hasil riset dan kajian, peristiwa tsunami yang terjadi di Palu pada 2018 silam tidak diakibatkan oleh gempanya. Akan tetapi gempa ini kemudian memicu longsoran di bawah laut yang kemudian menimbulkan tsunami.
(nic)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1929 seconds (0.1#10.140)