Pemerintah Harus Tegas Tangani 3 ABK Meninggal di Kapal China
loading...
A
A
A
YOGYAKARTA - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir meminta pemerintah dan DPR bersikap tegas atas meninggalnya tiga anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal berbendera China.
Pemerintah juga diminta melindungi tenaga kerja Indonesia (TKI) serta warga negara Indonesia lainnya di luar negeri yang mengalami masalah, termasuk yang terdampak Covid-19.
“Pemerintah dan DPR harus menyikapi dan mengambil langkah tegas dalam menangani kasus ini, karena menyangkut nasib warga negara Indonesia di negeri orang. Lebih-lebih WNI itu tengah mengadu nasib di negeri orang dengan bertaruh nyawa,” kata Haedar Nashir dalam keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews Sabtu (9/5/2020).
Haedar menegaskan jangan sampai muncul pandangan publik selama ini, tenaga asing di Indonesia dimanjakan bagaikan raja, sedangkan tenaga kerja Indonesia di negeri orang sengsara laksana budak. Sehingga pemerintah harus melindunginya.
“Ini masalah serius, bukan soal opini negatif atau positif, tetapi menyangkut harga nyawa warga negara yang wajib dilindungi sepenuhnya oleh negara. Ini lebih tinggi nilainya dari urusan ekonomi dan investasi,” tegasnya.
Haedar juga meminta kepada Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) harus mengambil langkah tegas, jelas, dan berani melindungi TKI di luar negeri. Selain memihak sepenuhnya terhadap tenaga kerja di dalam negeri agar mereka sejahtera di rumahnya sendiri melebihi tenaga kerja asing. Jangan lagi setengah hati dan hanya mempertimbangkan devisa. Berani tegas pula menindak praktik calo dan mafia yang jelas-jelas mengorbankan TKI.
“Cegah program-program yang kelihatannya untuk kepentingan TKI di dalam maupun luar negeri, tetapi senyatanya hanya untuk memanfaatkan anggaran kementerian. Hentikan ambisi mendatangkan tenaga kerja asing yang bermasalah dan menjadi keberatan banyak pihak, ketika tenaga kerja sendiri bergumul nasib pahit. Masalah ketenagakerjaan itu sangat berat dan kompleks, sehingga memerlukan kebijakan yang terfokus dan serius dengan menyediakan lapangan kerja yang layak dan bermartabat untuk kesejahteraan rakyat,” jelas Haedar.
Menurut Haedar saatnya pemerintah Indonesia dan DPR merumuskan kebijakan nasional yang komprehensif mengenai TKI dengan implementasi kewajiban konstitusional melindungi seluruh warga negara Indonesia. Ketimbang bersikeras memaksakan sejumlah RUU yang bermasalah di tengah pandemi yang membawa dampak sangat berat bagi rakyat kecil.
Para pejabat negara diuji komitmen dan kemampuannya dalam menghadapi kasus-kasus yang menyangkut hajat hidup rakyat seperti ini. Para petinggi negeri harus benar-benar memiliki political-will yang menyangkut nasib rakyat daripada mementingkan legasi-legasi kekuasaan, politik, ekonomi, dan kepentingan fisik belaka.
“Saatnya para pejabat negara berhenti bagi-bagikan bingkisan kepada sebagian warga yang tampak populis meski berguna seketika. Lebih baik bagi-bagikan dan jalankan kebijakan yang benar-benar menyejahterakan rakyat dan sepenuhnya pro-rakyat,” terangnya.
Haedar menilai negara dan para pejabatnya di eksekutif legislatif, yudikatif, dan institusi pemerintahan lainnya perlu komitmen baru bagaimana tugas utamanya melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia sebagai kewajiban konstitusional yang niscaya dan nyata.
“Nyawa warga negara itu mahal karena dia manusia. Di hadapan Allah, bahkan melindungi satu jiwa sama dengan melindungi seluruh manusia, sedangkan melenyapkan satu nyawa sama dengan membunuh seluruh manusia (QS Al-Maidah: 32 ). Jadi, harga satu nyawa warga negara itu sungguh lebih dari segalanya,” tandasnya.
Pemerintah juga diminta melindungi tenaga kerja Indonesia (TKI) serta warga negara Indonesia lainnya di luar negeri yang mengalami masalah, termasuk yang terdampak Covid-19.
“Pemerintah dan DPR harus menyikapi dan mengambil langkah tegas dalam menangani kasus ini, karena menyangkut nasib warga negara Indonesia di negeri orang. Lebih-lebih WNI itu tengah mengadu nasib di negeri orang dengan bertaruh nyawa,” kata Haedar Nashir dalam keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews Sabtu (9/5/2020).
Haedar menegaskan jangan sampai muncul pandangan publik selama ini, tenaga asing di Indonesia dimanjakan bagaikan raja, sedangkan tenaga kerja Indonesia di negeri orang sengsara laksana budak. Sehingga pemerintah harus melindunginya.
“Ini masalah serius, bukan soal opini negatif atau positif, tetapi menyangkut harga nyawa warga negara yang wajib dilindungi sepenuhnya oleh negara. Ini lebih tinggi nilainya dari urusan ekonomi dan investasi,” tegasnya.
Haedar juga meminta kepada Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) harus mengambil langkah tegas, jelas, dan berani melindungi TKI di luar negeri. Selain memihak sepenuhnya terhadap tenaga kerja di dalam negeri agar mereka sejahtera di rumahnya sendiri melebihi tenaga kerja asing. Jangan lagi setengah hati dan hanya mempertimbangkan devisa. Berani tegas pula menindak praktik calo dan mafia yang jelas-jelas mengorbankan TKI.
“Cegah program-program yang kelihatannya untuk kepentingan TKI di dalam maupun luar negeri, tetapi senyatanya hanya untuk memanfaatkan anggaran kementerian. Hentikan ambisi mendatangkan tenaga kerja asing yang bermasalah dan menjadi keberatan banyak pihak, ketika tenaga kerja sendiri bergumul nasib pahit. Masalah ketenagakerjaan itu sangat berat dan kompleks, sehingga memerlukan kebijakan yang terfokus dan serius dengan menyediakan lapangan kerja yang layak dan bermartabat untuk kesejahteraan rakyat,” jelas Haedar.
Menurut Haedar saatnya pemerintah Indonesia dan DPR merumuskan kebijakan nasional yang komprehensif mengenai TKI dengan implementasi kewajiban konstitusional melindungi seluruh warga negara Indonesia. Ketimbang bersikeras memaksakan sejumlah RUU yang bermasalah di tengah pandemi yang membawa dampak sangat berat bagi rakyat kecil.
Para pejabat negara diuji komitmen dan kemampuannya dalam menghadapi kasus-kasus yang menyangkut hajat hidup rakyat seperti ini. Para petinggi negeri harus benar-benar memiliki political-will yang menyangkut nasib rakyat daripada mementingkan legasi-legasi kekuasaan, politik, ekonomi, dan kepentingan fisik belaka.
“Saatnya para pejabat negara berhenti bagi-bagikan bingkisan kepada sebagian warga yang tampak populis meski berguna seketika. Lebih baik bagi-bagikan dan jalankan kebijakan yang benar-benar menyejahterakan rakyat dan sepenuhnya pro-rakyat,” terangnya.
Haedar menilai negara dan para pejabatnya di eksekutif legislatif, yudikatif, dan institusi pemerintahan lainnya perlu komitmen baru bagaimana tugas utamanya melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia sebagai kewajiban konstitusional yang niscaya dan nyata.
“Nyawa warga negara itu mahal karena dia manusia. Di hadapan Allah, bahkan melindungi satu jiwa sama dengan melindungi seluruh manusia, sedangkan melenyapkan satu nyawa sama dengan membunuh seluruh manusia (QS Al-Maidah: 32 ). Jadi, harga satu nyawa warga negara itu sungguh lebih dari segalanya,” tandasnya.
(nun)