FGD Aliansi Kebangsaan Ingatkan Kembali Pentingnya Haluan Negara

Selasa, 10 November 2020 - 04:57 WIB
loading...
FGD Aliansi Kebangsaan Ingatkan Kembali Pentingnya Haluan Negara
Suasana berlangsungnya Focus Group Discussion (FGD) berjudul Restorasi Haluan Negara dengan Paradigma Pancasila, Senin (9/11/2020). Foto/Ist
A A A
BOGOR - Sejak amandemen UUD 1945 yang telah menghilangkan GBHN sebagai haluan pembangunan nasional. Selanjutnya, perencanaan pembangunan nasional kita dirancang berdasarkan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang diatur dalam Undang-Undang No 25 Tahun 2004.

Sesuai dengan SPPN tersebut, proses perencanaan pembangunan nasionaldilakukan melalui proses politik, proses teknokratik, dan proses partisipatif untuk menghasilkan dokumen perencanaan jangka panjang, jangka menengah, dan rencana pembangunan tahunan. (Baca juga: Aliansi Kebangsaan Gelar FGD Virtual Gerakan Tranformasi Menuju Ekonomi Pengetahuan )

Kemudian penjabaran untuk pencapaian tujuan nasional dituangkan ke dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan nasional jangka panjang. (Baca juga: Amandemen UUD 1945, MPR: Pembahasan soal Pilpres dan Pilkada Masih Alot )

Sementara pembangunan 5 tahunan yang seharusnya menjadi tahapan pelaksanaan secara berkelanjutan dari visi, misi, dan arah pembangunan nasional yang tertuang dalam RPJPN tersebut, dirumuskan dengan rujukan utamanya adalah visi-misi Presiden/Wakil Presiden yang dipilih secara langsung melalui Pemilu kemudian dituangkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Sistem perencanaan seperti ini telah diberlakukan lebih dari 16 belas tahun. Dari perjalanan 16 tahun itu, ditemukan sejumlah persoalan mengemuka yang mengindikasikan adanya kelemahan-kelemahan dalam SPPN.

"Dari berbagai sumber, ada beberapa catatan terkait SPPN yang dapat saya sampaikan. Di antaranya yakni, SPPN yang ada
sekarang dinilai tidak mampu mengintegrasikan dan mensinkronisasikan pembangunan antar waktu, antar ruang, antar daerah, dan antara pusat dan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Ketua Aliansi Kebangsaan/Ketua Umum FKPPI/Pembina Yayasan Suluh Nuswantara Bakti, Pontjo Sutowo dalam webinar bertajuk Focus Group Discussion (FGD) berjudul Restorasi Haluan Negara dengan Paradigma Pancasila, Senin (9/11/2020).

Webinar diikuti Ketua MPR Bambang Soesatyo, Wakil Ketua Forum Rektor Indonesia Dr Nasrullah Yusuf, Ketua Umum Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia Prof Satryo Brodjonegoro, dan Ketua Umum Asosiasi Ilmu Politik Indonesia Dr Alfitra Salamm. Dengan narasumber Prof Ravik Karsidi, Prof Sofian Effendi, dan Yudi Latif.

Menurut Pontjo, SPPN cenderung bias terhadap aagenda Eksekutif, kurang menampung agenda cabang-cabang kekuasaan lainnya secara menyeluruh. Sehingga dinilai tidak mencerminkan wujud kehendak rakyat seperti halnya GBHN.

"Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 dinilai tidak mampu menjamin kesinambungan pembangunan antar rejim pemerintah," kata dia.

RPJPN secara substantif tidak memberikan arah yang jelas tentang pembangunan yang dituju dalam masa 20 tahun ke depan. Sebab Presiden ikut menetapkan Undang-Undang. Pelaksanaan Rencana Pembangunan Nasional cenderung bias terhadap agenda kampanye Kepresidenan sehingga banyak hal yang kurang mendapat perhatian.

"Dengan berbagai catatan atas kelemahan SPPN tersebut, pembangunan nasional yang seharusnya merupakan gerak kemajuan secara terencana, terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan justru kerap kali membuat agenda pembangunan lebih banyak merespon hal-hal mendesak berjangka pendek. Aibatnya seringkali bersifat tambal-sulam, dengan mengabaikan persoalan-persoalan fundamental yang berjangka panjang," kata Pontjo.

Menurut dia, pengabaian hal-hal fundamental itulah sesungguhnya yang menjadi biang kemunculan aneka kelemahan, ketimpangan, dan ketertinggalan pembangunan yang melahirkan beragam ekspresi kekecewaan sosial.

"Barangkali karena sejumlah catatan kelemahan dan kekurangan dari SPPN tersebut, muncullah berbagai pemikiran dan desakan untuk melakukan reformulasi sistem perencanaan pembangunan nasional kita," kata dia.

Bahkan, lanjut Pontjo, ada arus sangat kuat yang menghendaki untuk kembali menggunakan “model GBHN” seperti pernah berlaku dalam sistem perencanaan pembangunan di masa lalu.

"Untuk mengkaji lebih dalam tentang kemungkinan restorasi Haluan Negara, Aliansi Kebangsaan pernah menyelenggarakan konvensi Nasional Haluan Negara pada tahun 2016 yang dihadiri berbagai kalangan dan tokoh bangsa, serta FGD Tata Kelola Perencanaan Pembangunan Nasional tahun 2019 yang lalu. Saya juga mengetahui bahwa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), sejak 2013, beberapa kali merekomendasikan revitalisasi GBHN atau model lain haluan negara. Forum Rektor Indonesia bahkan sudah melangkah jauh dengan menyusun Kajian Akademik GBHN yang sudah diserahkan kepada MPR," urai Pontjo.

Menurut dia, satu hal yang perlu perlu disadari bersama bahwa Rencana Pembangunan Nasional adalah instrumen untuk mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa yang diperjuangkan dan dirumuskan dalam alinea kedua Pembukaan UUD 1945. Yaitu Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

"Oleh karena itu, apa pun pilihan model perencanaan pembangunan yang kita anggap paling sesuai bagi Indonesia, maka harus menjamin bahwa pembangunan nasional yang kita laksanakan merupakan gerak berkelanjutan menuju pencapaian cita-cita nasional kita tersebut," kata dia.

Perencanaan Pembangunan Nasional harus mampu merancang pembangunan nasional yang menghadirkan kemerdekaan, kebersatuan, keberdaulat-an, keadilan dan kemakmuran bagi bangsa Indonesia.

"Kalau kita dalami alam pemikiran para pendiri bangsa, usaha bangsa Indonesia untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasionalnya, haruslah bersandar pada tiga konsensus fundamental. Yaitu Pancasila sebagai falsafah dasar, Konstitusi
sebagai hukum/norma dasar, dan Haluan Negara sebagai kebijakan dasar," kata dia.

Kalau Pancasila mengandung prinsip-prinsip filosofis, Konstitusi mengandung prinsipprinsip normatif, maka Haluan Negara sudah sepatutnya mengandung suatu kaidah penuntun (guiding principles). Yakni berisi arahan dasar (directive principles) tentang bagaimana cara melembagakan nilai-nilai Pancasila dan Konstitusi itu ke dalam berbagai pranata publik. Sehingga dapat memandu para penyelenggara negara dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan pembangunan secara terpimpin, terencana dan terpadu.

"Dengan memahami maksud asal (original intent) para pendiri bangsa seperti itu, maka menurut hemat saya, bangsa kita memerlukan semacam Haluan Negara yang memuat arahan dasar yang mengandung dua tuntunan. Yaitu haluan yang bersifat ideologis dan haluan yang bersifat strategis-teknokratis dalam ranah pembangunan tata nilai (mental-spiritual-karakter), tata kelola (kelembagaan sosialpolitik), dan tata sejahtera (material-teknologikal)," jelas Pontjo.

Dalam hal ini, kata Pontjo, pengembangan ranah tata nilai mental-spiritual diarahkan untuk menjadikan bangsa yang
berkepribadian (berkarakter) dengan nilai utamanya berlandaskan sila pertama, kedua, dan ketiga dari Pancasila. Pengembangan institusi sosial-politik diarahkan untuk menjadi bangsa yang berdaulat dengan nilai utamanya berlandaskan sila keempat. Pengembangan ranah material-teknologikal diarahkan untuk menjadi bangsa yang mandiri dan berkesejahteraan umum dengan nilai utamanya berlandaskan sila kelima.

Haluan ideologis berisi prinsip-prinsip fundamental sebagai kaidah penuntun dalam menjabarkan falsafah negara dan pasal-pasal Konstitusi ke dalam berbagai kebijakan publik, dan kebijakan pembangunan di segala bidang dan lapisan.

Sedangkan haluan strategis-teknokratis berisi pola perencanaan pembangunan yang menyeluruh, terpadu dan terpimpin dalam jangka panjang secara bertahap dan berkesinambungan, dengan memperhatikan prioritas bidang dan ruang (wilayah).

Menurut Pontjo, Haluan Negara memiliki fungsi penting untuk mewujudkan konsepsi negara kekeluargaan dan kesejahteraan dalam masyarakat yang majemuk. Dalam konsep Negara kekeluargaan, tentu pembangunan nasional harus dilaksanakan berdasarkan semangat kekeluargaan yang menampung aspirasi seluruh lapisan masyarakat dan daerah, serta ikut menentukan arah kebijakan pembangunan nasional.

Oleh karena itu, “Haluan Negara” berfungsi menjadi saluran aspirasi kelompok minoritas atau kelompok marginal sekalipun. Dengan demikian, “Haluan Negara” akan menjadi alat komunikasi dalam menghubungkan dan mempersatukan semua elemen bangsa dan daerah.

Sedangkan dalam konsepsi Negara kesejahteraan berdasarkan Pancasila, “Haluan Negara” juga memiliki fungsi alokatif dalam pendistribusian aneka sumberdaya secara berkeadilan.

Dalam sistem Pancasila, alokasi sumberdaya tidak diserahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar atau kekuasaan negara, melainkan juga melalui mekanisme permusyawaratan rakyat dalam MPR sebagai lembaga yang paling lengkap keterwakilannya.

Dengan prinsip-prinsip seperti itu, Haluan Negara pada akhirnya akan berfungsi memperkuat ikatan ke-Indonesiaan dengan tetap menghormati identitas kemajemukan demi tetap terjaganya persatuan bangsa.

"Meluasnya dukungan publik terhadap usaha menghidupkan kembali Haluan Negara semacam GBHN mengindikasikan urgensi Haluan Negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," pungkas Pontjo.
(nth)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.6200 seconds (0.1#10.140)