Dewan Nilai Pemkab Purwakarta Tak Fokus Tanggulangi COVID-19
loading...
A
A
A
PURWAKARTA - Wakil Ketua DPRD Purwakarta, Warseno menyoroti kinerja Pemkab Purwakarta dalam mengatasi pandemi COVID-19 yang dinilainya kurang efektif dan tak fokus. Hal inilah salah satu faktor yang menyebabkan kasus terkonfirmasi positif COVID-19 melonjak tajam diakhir pembatasan sosial berskala mikro (PSBM).
Menurutnya, dari aspek anggaran penanganan COVID-19 dirasa mencukupi, bahkan alokasi di APBD murni sebelumnya masih bersisa. Hanya saja aspek ketegasan dalam menerapkan protokol kesehatan yang lemah. "Ketidaktegasan inilah yang akhirnya menjadi tidak fokus itu,"ungkap Warseno kepada SINDOnews, Senin (9/11/2020).
Kondisi berbeda, terangnya, ketika diawal-awal masa pandemi, termasuk pola yang diterapkan dalam pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sekitar Mei 2020. Ketegasan dari pemerintah daerah sangat tampak, warga pun mau mematuhi dan disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan. Sehingga kasus terkonfirmasi positif, suspek, atau pun kontak erat sangatlah sedikit.
Kondisi justru berbeda pada saat diberlakukan adaptasi kebiasaan baru (AKB) yang dalam persepsi masyarakat adalah ruang kebebasan. Sehingga yang tadinya disiplin menjalankan prokes, lambat laun memudar. Dampaknya perkembangan kasus terkonfirmasi positif sungguh luar biasa. (Baca: Tiga Wilayah di Jabar Kembali Berstatus Zona Merah COVID-19).
Pelaksanaan PSBM yang berakhir, lanjut Warseno, terkesan tidak efektif. Sebaliknya, kasus terkonfirmasi positif mencapai titik puncak selama pandemi, yakni 227 orang.
"Kami berharap pemkab mengevaluasi secara lebih seksama agar bisa membuat kebijakan lebih tegas lagi agar kasus COVID-19 bisa ditekan,"pungkasnya. Asep supiandi
Menurutnya, dari aspek anggaran penanganan COVID-19 dirasa mencukupi, bahkan alokasi di APBD murni sebelumnya masih bersisa. Hanya saja aspek ketegasan dalam menerapkan protokol kesehatan yang lemah. "Ketidaktegasan inilah yang akhirnya menjadi tidak fokus itu,"ungkap Warseno kepada SINDOnews, Senin (9/11/2020).
Kondisi berbeda, terangnya, ketika diawal-awal masa pandemi, termasuk pola yang diterapkan dalam pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sekitar Mei 2020. Ketegasan dari pemerintah daerah sangat tampak, warga pun mau mematuhi dan disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan. Sehingga kasus terkonfirmasi positif, suspek, atau pun kontak erat sangatlah sedikit.
Kondisi justru berbeda pada saat diberlakukan adaptasi kebiasaan baru (AKB) yang dalam persepsi masyarakat adalah ruang kebebasan. Sehingga yang tadinya disiplin menjalankan prokes, lambat laun memudar. Dampaknya perkembangan kasus terkonfirmasi positif sungguh luar biasa. (Baca: Tiga Wilayah di Jabar Kembali Berstatus Zona Merah COVID-19).
Pelaksanaan PSBM yang berakhir, lanjut Warseno, terkesan tidak efektif. Sebaliknya, kasus terkonfirmasi positif mencapai titik puncak selama pandemi, yakni 227 orang.
"Kami berharap pemkab mengevaluasi secara lebih seksama agar bisa membuat kebijakan lebih tegas lagi agar kasus COVID-19 bisa ditekan,"pungkasnya. Asep supiandi
(nag)