Nama Dicatut, Warga Batulawang Cianjur Minta Reforma Agraria Dipercepat
loading...
A
A
A
CIANJUR - Ratusan warga Batulawang, Kecamatan Cipanas, Cianjur , Jabar melayangkan tuntutan kepada Kementeria Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasioal (ATR/BPN) terkait pengembangan pelaksanaan reforma agraria di daerah mereka.
Tuntutan ini muncul akibat ulah sekelompok orang yang mengatasnamakan Forum Komunikasi Petani Desa Batulawang yang mencatut nama warga. Padahal, mereka ini orang luar Batulawang yang sengaja dimobilisasi untuk menduduki tanah milik PT Maskapai Perkebunan Moelia (MPM) secara ilegal. (Baca juga: Konflik Sengketa Lahan Dua Desa di Kerinci Pecah, Warga Bersenjata Parang dan Tombak Saling Serang)
“Orang-orang itu bukan wakil dari masyarakat Batulawang Cipanas, Desa Cibadak Kecamatan Sukaresmi dan Desa Sukanagalih Kecamatan Pacet," kata Ketua Warga Masyarakat Desa Batulawang Asli (Warkamsi) Habib Abdul Karim Almutahar, Kamis (29/10/2020). (Baca juga: Unjuk Rasa Warga Surat Ijo Ricuh, Segel Kanwil BPN Jatim)
Sebelumnya, pada Senin (26/10/2020) sekelompok yang massa mengaku sebagai Forum Komunikasi Petani Desa Batulawang, mendatangi kantor Kementerian ATR/BPN di Jakarta. Pada hari yang sama 400 warga asli Batulawang (Warkamsi) yang dipimpin Habib Abdul Karim juga mendatangi Kantor Kementerian ATR/BPN dan Mabes Polri.
Masyarakat asli Batulawang ini menyampaikan beberapa tuntutan. “Kami diterima Kepala Humas Kementerian ATR/BPN dan beberapa pejabat Kementerian ATR/BPN lainnya,” kata Habib Abdul Karim.
Dalam tuntutannya, Warkamsi meminta Menteri ATR/BPN tidak menerima tuntutan massa tandingan karena mereka sama sekali tidak mewakili warga asli Batulawang dan desa lainnya di sekitar perkebunan MPM.
“Kami juga meminta Polri untuk menindak tegas perbuatan pidana yang dilakukan kelompok massa tersebut karena telah mencemarkan nama baik masyarakat Batulawang," tegasnya.
Menurut Habib Abdul Karim, tanah perkebunan yang alas haknya (HGU) dimiliki PT MPM lebih dari 95% masuk masuk ke dalam wilayah hukum Desa Batulawang. “Harusnya, suara kami ini yang didengar oleh menteri ATR/BPN. Jangan malah suara orang luar yang justru didengarkan,’’ tegas Habib.
Dia menjelaskan, masyarakat menginginkan agar lahan HGU milik PT MPM benar-benar menjadi daerah perkebunan sehingga dapat dihijaukan kembali sebagai resapan area air yang sangat dibutuhkan warga masyarakat,” tambahnya.
Menurut Habib Abdul Karim, masyarakat asli Batulawang merupakan pihak yang paling dirugikan oleh ulah gerombolan penyerebot tanah milik PT MPM. Warga masyarakat asli Batulawangini juga minta agar program reforma agraria segera dilaksanakan di Batulawang.
“Kami membutuhkan kejelasan dan kepastian. Jangan sampai program yang sangat bagus ini justru dihambat oleh oknum-oknum pejabat di pusat maupun daerah serta oknum pemda yang memiliki kepentingan peribadi,” tandasnya.
Tuntutan ini muncul akibat ulah sekelompok orang yang mengatasnamakan Forum Komunikasi Petani Desa Batulawang yang mencatut nama warga. Padahal, mereka ini orang luar Batulawang yang sengaja dimobilisasi untuk menduduki tanah milik PT Maskapai Perkebunan Moelia (MPM) secara ilegal. (Baca juga: Konflik Sengketa Lahan Dua Desa di Kerinci Pecah, Warga Bersenjata Parang dan Tombak Saling Serang)
“Orang-orang itu bukan wakil dari masyarakat Batulawang Cipanas, Desa Cibadak Kecamatan Sukaresmi dan Desa Sukanagalih Kecamatan Pacet," kata Ketua Warga Masyarakat Desa Batulawang Asli (Warkamsi) Habib Abdul Karim Almutahar, Kamis (29/10/2020). (Baca juga: Unjuk Rasa Warga Surat Ijo Ricuh, Segel Kanwil BPN Jatim)
Sebelumnya, pada Senin (26/10/2020) sekelompok yang massa mengaku sebagai Forum Komunikasi Petani Desa Batulawang, mendatangi kantor Kementerian ATR/BPN di Jakarta. Pada hari yang sama 400 warga asli Batulawang (Warkamsi) yang dipimpin Habib Abdul Karim juga mendatangi Kantor Kementerian ATR/BPN dan Mabes Polri.
Masyarakat asli Batulawang ini menyampaikan beberapa tuntutan. “Kami diterima Kepala Humas Kementerian ATR/BPN dan beberapa pejabat Kementerian ATR/BPN lainnya,” kata Habib Abdul Karim.
Dalam tuntutannya, Warkamsi meminta Menteri ATR/BPN tidak menerima tuntutan massa tandingan karena mereka sama sekali tidak mewakili warga asli Batulawang dan desa lainnya di sekitar perkebunan MPM.
“Kami juga meminta Polri untuk menindak tegas perbuatan pidana yang dilakukan kelompok massa tersebut karena telah mencemarkan nama baik masyarakat Batulawang," tegasnya.
Menurut Habib Abdul Karim, tanah perkebunan yang alas haknya (HGU) dimiliki PT MPM lebih dari 95% masuk masuk ke dalam wilayah hukum Desa Batulawang. “Harusnya, suara kami ini yang didengar oleh menteri ATR/BPN. Jangan malah suara orang luar yang justru didengarkan,’’ tegas Habib.
Dia menjelaskan, masyarakat menginginkan agar lahan HGU milik PT MPM benar-benar menjadi daerah perkebunan sehingga dapat dihijaukan kembali sebagai resapan area air yang sangat dibutuhkan warga masyarakat,” tambahnya.
Menurut Habib Abdul Karim, masyarakat asli Batulawang merupakan pihak yang paling dirugikan oleh ulah gerombolan penyerebot tanah milik PT MPM. Warga masyarakat asli Batulawangini juga minta agar program reforma agraria segera dilaksanakan di Batulawang.
“Kami membutuhkan kejelasan dan kepastian. Jangan sampai program yang sangat bagus ini justru dihambat oleh oknum-oknum pejabat di pusat maupun daerah serta oknum pemda yang memiliki kepentingan peribadi,” tandasnya.
(shf)