Situs Gedog Blitar Pernah Dirusak, Ini Ceritanya

Selasa, 27 Oktober 2020 - 06:58 WIB
loading...
Situs Gedog Blitar Pernah Dirusak, Ini Ceritanya
Situs Gedog Kota Blitar, yang tercatat dalam History of Java karya Thomas Stamford Raffles. Foto/SINDOnews/Solichan Arif
A A A
BLITAR - Sugeng (55) masih ingat, lingga di kawasan situs purbakala Gedog, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, yang sebelumnya utuh, tiba-tiba dalam keadaan berantakan. Bukan sekedar rusak. Ada beberapa bagian lingga yang remuk.

(Baca juga: Tak Bertahan Lama, Sumba Timur Kembali Zona Merah COVID-19 )

Sebagai warga Kelurahan Gedog, ia masih sulit melupakan peristiwa yang mengagetkan itu. "Kondisinya tiba-tiba rusak," tutur Sugeng mengenang peristiwa yang sudah lama terjadi. Sugeng asli warga Gedog.

Sebuah kelurahan di wilayah Kota Blitar, yang dulunya dikenal sebagai kampung pande besi . Karena semakin banyak sawah yang menjelma perumahan, mulai tahun 90-an jumlah pembuat mata cangkul dan sabit, terus berkurang.

Saat ini hanya tersisa kurang lebih tiga keluarga pengrajin pande besi. "Konon katanya nama Gedog, berasal dari bunyi dag-dog saat orang kampung menempa besi," kata Sugeng sedikit menyelingi cerita.

(Baca juga: Jejak Bhatara Katong, Putra Brawijaya V Raja Terakhir Majapahit )

Sebagai orang yang terpikat dengan benda sejarah , termasuk gemar menyimpan barang antik, serta menekuni tradisi kejawen, yakni salah satunya macapat, keberadaan situs Gedog menarik perhatian Sugeng.

Dalam proyek ekskavasi Tim BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya ) Trowulan, Mojokerto, pertengahan Oktober ini, Sugeng ikut terlibat. Ia turut melakukan penggalian di mana pada kedalaman sekitar 2,5 meter ditemukan konstruksi berupa susunan batu bata kuno.

Lokasi temuan baru tersebut tepat di sebelah barat pohon beringin raksasa. Untuk keamanan, di lokasi dipasang pagar bambu dengan posisi melingkar. Dengan lima orang warga Gedog lain, Sugeng kemudian dipercaya menjaga semua hasil temuan ekskavasi .

Mulai batu bata kuno, serpihan gerabah, pecahan relief dan stela atau sandaran arca ukiran logo sirah cakra yang diduga era Kerajaan Singasari , menjadi tanggung jawab mereka. BPCB menyimpan semua temuan baru dan lama tersebut di dalam kotak kaca yang tergembok dari luar.

"Seluruhnya ada enam orang yang berjaga. Semuanya warga Gedog," tambah Sugeng yang sudah memiliki tiga cucu itu. Saat menceritakan temuan baru tersebut, ia teringat sepasang lingga yoni yang dulu berada di sebelah selatan kaki pohon beringin.

(Baca juga: Dwarapala Saksi Bisu Ketangguhan Desa Menjaga Arjuna )

Di setiap ada hajat desa, entah acara bersih desa atau hendak menggelar acara kesenian atau kebudayaan yakni seperti kesenian kuda lumping, tempat di mana lambang kesuburan ( lingga yoni ) diletakkan, menjadi lokasi upacara ritual.

Selain ambeng atau nasi tumpeng, juga ada cok bakal, yakni seperangkat ubo rampe berupa kembang tujuh rupa, telur ayam, uang logam pecahan 500, serta kemenyan atau dupa ratus yang dibakar. "Istilahnya nyadran," terang Sugeng.

Istilah nyadran berasal dari kata Sraddha. Yakni upacara ritual umat Hindu jaman dulu yang bertujuan mengenang atau memuliakan arwah leluhur yang sudah meninggal dunia. Pada kekinian semacam ritual selametan , berkirim doa.

Pada suatu hari, kata Sugeng, lingga yang biasanya berdampingan dengan yoni tidak ada di tempatnya. Memang bergeser tidak jauh. Namun kondisinya telah rusak. Meski tidak tahu apa motifnya, Sugeng curiga ada yang sengaja merusak.

"Bentuknya tidak lagi utuh," tambah Sugeng. Rusaknya lingga tidak menghentikan rutinitas nyadran. Ritual tetap berjalan seperti biasa. Entah kapan mulainya, Sugeng tidak lagi ingat, lingga yang sudah rusak itu kemudian lenyap. Banyak yang menduga, mungkin ada yang membuang.

(Baca juga: Belajar Islam dan Kemerdekaan Beragama Dari KH Oesman Mansoer )

Namun yoni yang ukurannya tergolong besar, masih berada di tempatnya sampai hari ini. "Mungkin karena ukurannya (yoni) besar, tidak ikut dibuang," kata Sugeng sembari tertawa. Selain yoni , bongkahan batu berukir Kala juga masih ada.

Sebelumnya di lokasi situs yang tercatat dalam History of Java Thomas Stamford Raffles juga ada sejumlah makam non muslim. Untuk keperluan ekskavasi, semua makam tersebut dipindah. Informasi yang dihimpun SINDOnews.com, pada peristiwa tahun 1965, pengerusakan pernah terjadi. Namun apa motif pengerusakan, belum bisa dipastikan.

Arkeolog BPCB Trowulan Mojokerto, Nugroho Harjo Lukito mengatakan, pada salah satu sudut struktur bangunan yang ditemukan dalam ekskavasi situs Gedog memperlihatkan jejak pengerusakan bukan karena alam.

"Pada dinding. Sudut sebelah tenggara. Ada upaya pengerusakan entah untuk keperluan apa," kata Nugroho yang memimpin ekskavasi situs Gedog . Terlihat dengan jelas jejak pengerusakan dari arah atas. Hal itu yang membuat adanya lengkungan seperti terowongan.

"Makanya ketika kita melakukan penggalian kok ada sebuah rongga," tambah Nugroho. Terkait kapan pengerusakan terjadi, Nugroho mengatakan tidak tahu pasti. Namun menurutnya pengerusakan penjarahan sudah terjadi sejak awal abad 20.

(Baca juga: Di Patirtan Ini, Cinta Pandangan Pertama Arok-Dedes Bersemi )

Pengerusakan terjadi saat orang orang terlibat kerjasama dengan Belanda untuk melakukan pemugaran. Mereka mulai tahu jika pada sebuah candi ada bekal yang diistilahkan pendeman atau cok bakal yang salah satu isinya emas atau batu mulia.

Tempatnya, kata Nugroho biasanya di sudut tertentu. Yakni pojok luar atau bagian tengah. Pengerusakan yang dilakukan dimungkinkan bertujuan memburu benda berharga tersebut. "Tapi emasnya juga kecil. Lembaran kecil. Tipis sekali. Bentuknya biasanya binatang penyu lambang kosmos," papar Nugroho.

Seperti diketahui, ekskavasi situs Gedog oleh BPCB Trowulan Mojokerto direncanakan akan berlanjut pada tahun 2021. Dalam proyek sejarah itu BPCB akan melakukan sharing anggaran dengan Pemkot Blitar. Meski History of Java menyebut candi, Tim BPCB Trowulan Mojokerto belum bisa memastikan apakah situs Gedog tersebut candi atau petirtaan (Pemandian kuno).

(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1621 seconds (0.1#10.140)