Jalan Kolaboratif Bebaskan Jatim dari Zona Merah
loading...
A
A
A
SURABAYA - Gerakan kolaborasi apik antarberbagai kalangan dalam menekan jumlah penularan Covid-19 di Jawa Timur membuahkan hasil. Sempat menjadi provinsi di tingkat penularan tertinggi di Indonesia, Jawa Timur kini berhasil keluar dari zona merah.
Dari berbagai simpul kantong penularan, semua pihak ikut berpartisipasi dengan cara mereka untuk menanamkan gerakan patuh pada protokol kesehatan dan menjaga disiplin melawan virus. Para kiai, akademisi, santri, bunda PAUD, sampai anak berkebutuhan khusus berada di garda terdepan untuk menyampaikan pesan dan gerakan berjamaah untuk melawan sebaran virus. (Baca: Bolehkah Seorang Istri Menunda Kehamilan?)
Petang belum beranjak pergi ketika langit Surabaya masih memerah di ujung barat. Angin masih berembus kencang, membawa sergapan dingin untuk memberikan tanda hujan siap menerjang Kota Pahlawan malam nanti, diiringi kilatan petir yang terus menghunjam. Sebuah notifikasi masuk ke Comand Center 112 yang ada di Gedung Siola.
Laporan warga lengkap dengan foto dan lokasi orang berkerumun tanpa melaksanakan protokol kesehatan. Pesan kemudian disebar cepat ke tim Swab Hunter yang ada di jalanan, melakukan patroli dengan menyisir perkampungan, pusat belanja, sampai pasar tradisional.
Tim khusus yang tergabung dalam tim Swab Hunter langsung memeriksa lokasi foto. Mereka bergerak cepat menuju ke Taman Bungkul, semua personel bergegas masuk ke mobil patroli. Mereka terdiri atas tiga pilar seperti personel kecamatan, Kapolsek, dan Danramil.
Ratusan orang terjaring, berbagai pelanggaran pun mewarnai mulai dari tidak memakai masker sampai tidak menjaga jarak ketika berkerumun. Ada 103 orang yang diamankan, sebagian dites swab di lokasi, sebagian dibawa ke puskesmas terdekat.
“Mereka langsung dites. Kalau ada yang positif, langsung kami bawa ke Asrama Haji bagi mereka yang tak memiliki gejala,” kata Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya Irvan Widyanto.
Tim ini bergerak 24 jam melakukan patroli keliling Kota Surabaya. Partisipasi dari masyarakat juga kerap mempersempit pergerakan para pelanggar protokol kesehatan. Pada saat razia pagi hingga siang hari, jika ditemukan ada pelanggar, langsung dibawa ke puskesmas di wilayah tersebut dan langsung tes swab di puskesmas. “Saat razia pada malam hari, jika ditemukan pelanggar, mereka akan dibawa ke beberapa titik lokasi swab yang sudah ditentukan Dinas Kesehatan,” jelasnya. (Baca juga: Bantuan Kuota Internet, Perhimpunan Guru: Kemendikbud Tak Serius)
Pesantren Pegang Peran Kunci
Gerakan senada dilakukan di berbagai pondok pesantren (ponpes) yang tersebar di berbagai kabupaten/kota di Jawa Timur. Para kiai bersama dengan santri menjadi komandan perang melawan penyebaran Covid-19. Pandemi adalah medan perang yang menentukan jalan bagi mereka untuk menjadi pemenang.
Pimpinan Ponpes Lirboyo Kediri KH Abdul Mu’id Shohib menuturkan, tantangan pesantren di tengah pandemi ini begitu beragam. Semuanya harus bisa bagaimana menjaga santri agar tidak terpapar Covid-19. “Ini memang tidak ringan, karena tantangan menghadapi santri bandel jauh lebih ringan dibandingkan tantangan bagaimana menghadapi Covid-19 ,” katanya.
Ponpes-ponpes, katanya, berharap kolaborasi berbagai pihak bisa dilakukan di masa-masa mendatang. Pondok pesantren, menurutnya, harus lebih banyak diajak belajar dan bukan malah disudutkan dengan opini-opini tanpa dasar sehingga kolaborasi berbagai pihak bisa terus menekan jumlah penularan. “Ponpes selalu siap diajak sharing bagaimana cara mengatasi penyebaran Covid-19 di lingkungan dalam pondok,” ujar Abdul Mu’id, yang memiliki santri berjumlah 30.000 orang. (Baca juga: Dongkrak Imunitas Dengan Rutin Konsumsi Minuman Herbal)
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Herlin Ferliana menyadari peran berbagai pihak membantu percepatan dalam penanganan Covid-19. Bahkan, sektor rentan seperti ponpes bisa bersama-sama melakukan upaya keras untuk menjaga protokol kesehatan. Komitmen itu pun diwujudkan dalam pengawalan dan pendampingan kepada seluruh elemen ponpes di Jawa Timur yang jumlah ponpes mencapai 4.718 pondok dan jumlah santri mencapai 928.363 orang.
“Kami akan terus melakukan pengawalan dan pendampingan sehingga nanti adik-adik santri di sana tetap sehat. Begitu juga dengan pengasuh dan pimpinan pondok pesantren, kita kawal dengan sebaik-baiknya,” kata Herlin.
Menurut Herlin, santri yang sehat bukan hanya terhindar dari penyakitnya, akan tetapi juga sehat badannya, jiwanya, sosialnya, sehingga memiliki imunitas tinggi. “Perang melawan korona ini belum berakhir. Jangan menyerah dan terserah. Semua harus berjuang,” katanya.
Ketua Persatuan Dokter NU Jawa Timur dr Heri Munajib mengatakan, setiap sektor memiliki peran yang berbeda-beda dalam kesamaan visi untuk menekan jumlah penularan Covid-19. Kerja bersama ini yang menentukan laju Jatim dalam menekan jumlah penularan.
“Pandemi ini betul-betul ada. Ini bukan setting-an atau konspirasi seperti yang banyak disampaikan beberapa pihak. Namun, yang harus diingat juga, Covid-19 itu bisa diobati hingga sembuh. Kuncinya, jika ada gejala segera berobat, jangan ditunda,” ujarnya. (Baca juga: Terdakwa Kasus Jiwasraya Benny Tjokro Divonis Seumur Hidup)
Pencegahan Bisa dari Keluarga
Komunikasi menjadi kunci dalam upaya berbagai pihak untuk menekan jumlah penularan Covid-19. Sejak di hulu, sektor keluarga bisa menjadi benteng untuk melakukan upaya pencegahan. Apalagi, korban Covid-19 yang masih berusia belia juga cukup banyak.
Di sektor paling kecil, kolaborasi antara keluarga dan guru di sekolah bisa menjadi pelopor yang kuat. Mereka diminta untuk lebih mewaspadai ancaman serta dampak penyebaran Covid-19 kepada anak-anak didiknya. Apalagi, tingkat kematian anak penderita Covid-19 di Indonesia, persentasenya saat ini lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain.
Pakar Kesehatan Anak RSUD dr Soetomo Surabaya Leny Kartina dr, Sp.A(K) menuturkan, jika di negara-negara lain persentase kematian anak-anak yang terpapar Covid-19 antara 0,1-0,2%, tetapi untuk di Indonesia angkanya bahkan mencapai hingga 1,1%.
“Jadi, di Indonesia itu angkanya lebih tinggi. Ini yang patut diwaspadai. Para pengajar di sekolah memiliki peran yang sangat penting untuk memberikan pemahaman pada masyarakat,” ujar Leny.
Penularan utama Covid-19 kepada anak-anak ini diketahui berasal dari keluarga dekat mereka sendiri, yaitu orang tua atau saudara yang tinggal dalam satu rumah. Ditambah lagi gejala dan klinis anak yang terinfeksi Covid-19 tidak sama persis dengan orang dewasa. (Baca juga: Mengenal Sejarah Taman Nasional Komodo yang Lagi Viral)
“Dari 2.143 anak yang konfirmasi positif dan dilakukan pemeriksaan dalam sebuah penelitian berskala besar menunjukkan 90% di antaranya mempunyai gejala asimtomatis atau tidak memberikan gejala klinis, jadi seperti gejala menyerupai penyakit Kawasaki,” kata Leny.
Data per 15 September 2020 jumlah anak-anak usia 0-9 tahun di Jawa Timur yang positif terinveksi Covid-19 mencapai 1.412 anak. Sementara jumlah anak-anak usia 10-19 tahun yang terpapar Covid-19 mencapai 2.472 anak.
Khusus untuk anak bawah lima tahun atau balita (1-4 tahun) di Jawa Timur yang terkena Covid-19, hingga 14 Juli 2020, mencapai 170 anak. Meskipun tercatat 39% (67 anak) dinyatakan sembuh, tingkat kematian mencapai 1% (1 anak).
Epidemiolog FKM Unair Surabaya Dr M Atoillah Isfandiari, dr, M.Kes mengatakan, ketika awal virus masuk ke Indonesia, terdapat kesenjangan pengetahuan antara mereka yang paham tentang Covid-19 dengan masyarakat awam. Ini yang menjadi penyebab kesimpang-siuran dan kebingungan masyarakat terhadap informasi yang benar tentang Covid-19. (Baca juga: Normalisasi Hubungan Sudan-Israel Picu Kontroversi)
“Banyak hal yang masih belum diketahui tentang Covid-19 sehingga pengetahuan perlu disampaikan sebaik mungkin,” kata Atoillah.
Seperti kesimpang-siuran masalah antibodi, misalnya. Bagi Atoillah, antibodi akan diproduksi apabila ada kuman atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Untuk memproduksi antibodi ini tubuh manusia membutuhkan waktu 4-5 hari.
Setelah antibodi terbentuk, mereka akan melawan virus. Itulah mengapa sebagian besar penderita yang terinfeksi Covid-19 dapat sembuh dan rata-rata kesembuhan pasien Covid terjadi pada 21-27 hari. “Karena itu imunitas harusnya seimbang. Tidak berlebihan, tetapi juga tidak terlalu lemah,” ucap Atoillah.
Ketika semua sektor bisa bergerak bersama, lanjutnya, maka sebaran virus bisa terus ditekan. Edukasi masyarakat terus terbangun serta upaya keras dari mereka untuk membentuk pemahaman yang sama. “Ini modal besarnya, jadi pemerintah tidak sendirian, tetapi didukung oleh semua sektor untuk bergerak bersama melawan sebaran Covid-19 ,” paparnya. (Lihat videonya: Pemprov DKI Putuskan Perpanjang Masa PSBB Transisi)
Jawa Timur sempat menjadi provinsi dengan jumlah kasus aktif terbanyak di Indonesia, melewati DKI Jakarta yang menjadi episentrum awal penularan. Pada Juli 2020 saja menembus di atas 7.300 kasus. Sebagian besar kabupaten/kota pun ditetapkan sebagai zona merah penularan.
Ego sektoral diletakkan, semua pihak memainkan perannya masing-masing dan mampu menekan jumlah penularan. Harapan itu kini kembali muncul, membenamkan keinginan untuk terbebas dari pandemi. (Aan haryono)
Dari berbagai simpul kantong penularan, semua pihak ikut berpartisipasi dengan cara mereka untuk menanamkan gerakan patuh pada protokol kesehatan dan menjaga disiplin melawan virus. Para kiai, akademisi, santri, bunda PAUD, sampai anak berkebutuhan khusus berada di garda terdepan untuk menyampaikan pesan dan gerakan berjamaah untuk melawan sebaran virus. (Baca: Bolehkah Seorang Istri Menunda Kehamilan?)
Petang belum beranjak pergi ketika langit Surabaya masih memerah di ujung barat. Angin masih berembus kencang, membawa sergapan dingin untuk memberikan tanda hujan siap menerjang Kota Pahlawan malam nanti, diiringi kilatan petir yang terus menghunjam. Sebuah notifikasi masuk ke Comand Center 112 yang ada di Gedung Siola.
Laporan warga lengkap dengan foto dan lokasi orang berkerumun tanpa melaksanakan protokol kesehatan. Pesan kemudian disebar cepat ke tim Swab Hunter yang ada di jalanan, melakukan patroli dengan menyisir perkampungan, pusat belanja, sampai pasar tradisional.
Tim khusus yang tergabung dalam tim Swab Hunter langsung memeriksa lokasi foto. Mereka bergerak cepat menuju ke Taman Bungkul, semua personel bergegas masuk ke mobil patroli. Mereka terdiri atas tiga pilar seperti personel kecamatan, Kapolsek, dan Danramil.
Ratusan orang terjaring, berbagai pelanggaran pun mewarnai mulai dari tidak memakai masker sampai tidak menjaga jarak ketika berkerumun. Ada 103 orang yang diamankan, sebagian dites swab di lokasi, sebagian dibawa ke puskesmas terdekat.
“Mereka langsung dites. Kalau ada yang positif, langsung kami bawa ke Asrama Haji bagi mereka yang tak memiliki gejala,” kata Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya Irvan Widyanto.
Tim ini bergerak 24 jam melakukan patroli keliling Kota Surabaya. Partisipasi dari masyarakat juga kerap mempersempit pergerakan para pelanggar protokol kesehatan. Pada saat razia pagi hingga siang hari, jika ditemukan ada pelanggar, langsung dibawa ke puskesmas di wilayah tersebut dan langsung tes swab di puskesmas. “Saat razia pada malam hari, jika ditemukan pelanggar, mereka akan dibawa ke beberapa titik lokasi swab yang sudah ditentukan Dinas Kesehatan,” jelasnya. (Baca juga: Bantuan Kuota Internet, Perhimpunan Guru: Kemendikbud Tak Serius)
Pesantren Pegang Peran Kunci
Gerakan senada dilakukan di berbagai pondok pesantren (ponpes) yang tersebar di berbagai kabupaten/kota di Jawa Timur. Para kiai bersama dengan santri menjadi komandan perang melawan penyebaran Covid-19. Pandemi adalah medan perang yang menentukan jalan bagi mereka untuk menjadi pemenang.
Pimpinan Ponpes Lirboyo Kediri KH Abdul Mu’id Shohib menuturkan, tantangan pesantren di tengah pandemi ini begitu beragam. Semuanya harus bisa bagaimana menjaga santri agar tidak terpapar Covid-19. “Ini memang tidak ringan, karena tantangan menghadapi santri bandel jauh lebih ringan dibandingkan tantangan bagaimana menghadapi Covid-19 ,” katanya.
Ponpes-ponpes, katanya, berharap kolaborasi berbagai pihak bisa dilakukan di masa-masa mendatang. Pondok pesantren, menurutnya, harus lebih banyak diajak belajar dan bukan malah disudutkan dengan opini-opini tanpa dasar sehingga kolaborasi berbagai pihak bisa terus menekan jumlah penularan. “Ponpes selalu siap diajak sharing bagaimana cara mengatasi penyebaran Covid-19 di lingkungan dalam pondok,” ujar Abdul Mu’id, yang memiliki santri berjumlah 30.000 orang. (Baca juga: Dongkrak Imunitas Dengan Rutin Konsumsi Minuman Herbal)
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Herlin Ferliana menyadari peran berbagai pihak membantu percepatan dalam penanganan Covid-19. Bahkan, sektor rentan seperti ponpes bisa bersama-sama melakukan upaya keras untuk menjaga protokol kesehatan. Komitmen itu pun diwujudkan dalam pengawalan dan pendampingan kepada seluruh elemen ponpes di Jawa Timur yang jumlah ponpes mencapai 4.718 pondok dan jumlah santri mencapai 928.363 orang.
“Kami akan terus melakukan pengawalan dan pendampingan sehingga nanti adik-adik santri di sana tetap sehat. Begitu juga dengan pengasuh dan pimpinan pondok pesantren, kita kawal dengan sebaik-baiknya,” kata Herlin.
Menurut Herlin, santri yang sehat bukan hanya terhindar dari penyakitnya, akan tetapi juga sehat badannya, jiwanya, sosialnya, sehingga memiliki imunitas tinggi. “Perang melawan korona ini belum berakhir. Jangan menyerah dan terserah. Semua harus berjuang,” katanya.
Ketua Persatuan Dokter NU Jawa Timur dr Heri Munajib mengatakan, setiap sektor memiliki peran yang berbeda-beda dalam kesamaan visi untuk menekan jumlah penularan Covid-19. Kerja bersama ini yang menentukan laju Jatim dalam menekan jumlah penularan.
“Pandemi ini betul-betul ada. Ini bukan setting-an atau konspirasi seperti yang banyak disampaikan beberapa pihak. Namun, yang harus diingat juga, Covid-19 itu bisa diobati hingga sembuh. Kuncinya, jika ada gejala segera berobat, jangan ditunda,” ujarnya. (Baca juga: Terdakwa Kasus Jiwasraya Benny Tjokro Divonis Seumur Hidup)
Pencegahan Bisa dari Keluarga
Komunikasi menjadi kunci dalam upaya berbagai pihak untuk menekan jumlah penularan Covid-19. Sejak di hulu, sektor keluarga bisa menjadi benteng untuk melakukan upaya pencegahan. Apalagi, korban Covid-19 yang masih berusia belia juga cukup banyak.
Di sektor paling kecil, kolaborasi antara keluarga dan guru di sekolah bisa menjadi pelopor yang kuat. Mereka diminta untuk lebih mewaspadai ancaman serta dampak penyebaran Covid-19 kepada anak-anak didiknya. Apalagi, tingkat kematian anak penderita Covid-19 di Indonesia, persentasenya saat ini lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain.
Pakar Kesehatan Anak RSUD dr Soetomo Surabaya Leny Kartina dr, Sp.A(K) menuturkan, jika di negara-negara lain persentase kematian anak-anak yang terpapar Covid-19 antara 0,1-0,2%, tetapi untuk di Indonesia angkanya bahkan mencapai hingga 1,1%.
“Jadi, di Indonesia itu angkanya lebih tinggi. Ini yang patut diwaspadai. Para pengajar di sekolah memiliki peran yang sangat penting untuk memberikan pemahaman pada masyarakat,” ujar Leny.
Penularan utama Covid-19 kepada anak-anak ini diketahui berasal dari keluarga dekat mereka sendiri, yaitu orang tua atau saudara yang tinggal dalam satu rumah. Ditambah lagi gejala dan klinis anak yang terinfeksi Covid-19 tidak sama persis dengan orang dewasa. (Baca juga: Mengenal Sejarah Taman Nasional Komodo yang Lagi Viral)
“Dari 2.143 anak yang konfirmasi positif dan dilakukan pemeriksaan dalam sebuah penelitian berskala besar menunjukkan 90% di antaranya mempunyai gejala asimtomatis atau tidak memberikan gejala klinis, jadi seperti gejala menyerupai penyakit Kawasaki,” kata Leny.
Data per 15 September 2020 jumlah anak-anak usia 0-9 tahun di Jawa Timur yang positif terinveksi Covid-19 mencapai 1.412 anak. Sementara jumlah anak-anak usia 10-19 tahun yang terpapar Covid-19 mencapai 2.472 anak.
Khusus untuk anak bawah lima tahun atau balita (1-4 tahun) di Jawa Timur yang terkena Covid-19, hingga 14 Juli 2020, mencapai 170 anak. Meskipun tercatat 39% (67 anak) dinyatakan sembuh, tingkat kematian mencapai 1% (1 anak).
Epidemiolog FKM Unair Surabaya Dr M Atoillah Isfandiari, dr, M.Kes mengatakan, ketika awal virus masuk ke Indonesia, terdapat kesenjangan pengetahuan antara mereka yang paham tentang Covid-19 dengan masyarakat awam. Ini yang menjadi penyebab kesimpang-siuran dan kebingungan masyarakat terhadap informasi yang benar tentang Covid-19. (Baca juga: Normalisasi Hubungan Sudan-Israel Picu Kontroversi)
“Banyak hal yang masih belum diketahui tentang Covid-19 sehingga pengetahuan perlu disampaikan sebaik mungkin,” kata Atoillah.
Seperti kesimpang-siuran masalah antibodi, misalnya. Bagi Atoillah, antibodi akan diproduksi apabila ada kuman atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Untuk memproduksi antibodi ini tubuh manusia membutuhkan waktu 4-5 hari.
Setelah antibodi terbentuk, mereka akan melawan virus. Itulah mengapa sebagian besar penderita yang terinfeksi Covid-19 dapat sembuh dan rata-rata kesembuhan pasien Covid terjadi pada 21-27 hari. “Karena itu imunitas harusnya seimbang. Tidak berlebihan, tetapi juga tidak terlalu lemah,” ucap Atoillah.
Ketika semua sektor bisa bergerak bersama, lanjutnya, maka sebaran virus bisa terus ditekan. Edukasi masyarakat terus terbangun serta upaya keras dari mereka untuk membentuk pemahaman yang sama. “Ini modal besarnya, jadi pemerintah tidak sendirian, tetapi didukung oleh semua sektor untuk bergerak bersama melawan sebaran Covid-19 ,” paparnya. (Lihat videonya: Pemprov DKI Putuskan Perpanjang Masa PSBB Transisi)
Jawa Timur sempat menjadi provinsi dengan jumlah kasus aktif terbanyak di Indonesia, melewati DKI Jakarta yang menjadi episentrum awal penularan. Pada Juli 2020 saja menembus di atas 7.300 kasus. Sebagian besar kabupaten/kota pun ditetapkan sebagai zona merah penularan.
Ego sektoral diletakkan, semua pihak memainkan perannya masing-masing dan mampu menekan jumlah penularan. Harapan itu kini kembali muncul, membenamkan keinginan untuk terbebas dari pandemi. (Aan haryono)
(ysw)