KOWANI Desak DPR Segera Bahas RUU PPRT dalam Rapat Paripurna
loading...
A
A
A
BOGOR - Kongres Wanita Indonesia ( KOWANI ) mendesak agar DPR RI segera mengagendakan Rancangan Undang Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga ( RUU PPRT ) dalam Sidang Paripurna DPR RI terdekat dan menetapkan RUU PPRT sebagai RUU Inisiatif DPR RI.
Tiga bulan sejak Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyelesaikan dokumen Naskah Akademik dan RUU PPRT belum ada kemajuan berarti dalam proses penetapan RUU PPRT sebagai RUU inisiatif DPR. (Baca juga: Kowani Desak RUU PPRT Segera Disahkan )
"Kami mendesak dan mendukung 100% agar DPR RI segera mengagendakan RUU PPRT dalam Sidang Paripurna DPR RI dalam waktu dekat,” kata Ketua Umum KOWANI Dr Ir Giwo Rubianto Wiyogo di sela acara Konferensi Pers dan Aksi Gerakan 1000 Serbet Nusantara untuk Pekerja Rumah Tangga yang digelar virtual Minggu (4/10/2020). (Baca juga: Hadapi New Normal, Kowani Dorong Peran Ibu dalam Ketahanan Keluarga )
Menurut dia, UU Perlindungan PRT diperlukan sebagai wujud Perlindungan Negara dan Keadilan Sosial bagi warga negara termasuk pemberi kerja dan 5 juta PRT sebagai wong cilik dan mayoritas perempuan.
Giwo mengatakan, sebagai organisasi yang mewadahi 97 organisasi perempuan di Indonesia dan memiliki anggota lebih dari 87 juta perempuan, KOWANI sudah berada digarda terdepan untuk memberikan dukungan penuh terhadap lahirnya UU PPRT ini.
Perjuangan tersebut tentunya dilakukan bersama organisasi lain, aktivis perempuan dan akademisi. Dukungan tersebut akan terus dilakukan KOWANI hingga RUU PPRT disahkan menjadi UU PPRT.
Desakan serupa juga disampaikan Koordinator Nasional JALA PRT Lita Anggraini. Dia mengatakan, perjuangan menuntut pengakuan dan perlindungan hukum terhadap PRT telah dilakukan selama 16 tahun lamanya.
Penantian tersebut mulai membuahkan hasil saat 1 Juli 2020, Badan Legislasi DPR RI menyelesaikan dokumen Naskah Akademik dan RUU PPRT. Namun sayangnya, hingga kini belum ada kemajuan berarti dalam proses penetapan RUU PPRT sebagai RUU inisiatif DPR RI.
“Padahal masa sidang DPR RI akan selesai 9 Oktober, tetapi RUU PPRT ini belum masuk agenda Rapat Paripurna DPR RI,” kata dia.
Sementara itu, Komnas Perempuan menyayangkan lambatnya penetapan RUU PPRT sebagai inisitif DPR dan meminta agar DPR segera menetapkan, membahas dan mengesahkannya. Komnas Perempuan meminta DPR untuk tidak menunda-nunda lagi pembahasan dan pengesahan RUU Perlindungan PRT.
“Pengakuan dan perlindungan hukum lima juta PRT Indonesia di dalam negeri sangat dibutuhkan, karena merekalah yang menopang kehidupan sekurang-kurangnya dua keluarga, yaitu pemberi kerja dan PRT sendiri,” kata Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini.
Oleh karena sudah tidak ada alasan lain bagi DPR-RI untuk menunda adanya payung hukum bagi PRT dan Pemberi Kerja sebagaimana dijamin dalam Konstitusi RI Pasal 28I (4) yang menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab Negara, terutama Pemerintah.
Menurut Lena Maryana Mukti, Politikus PPP, tujuh fraksi di DPR sudah menyetujui dan dua fraksi yaitu PDIP dan Golkar masih menolak untuk dibahas lebih jauh. Dukungan dari tujuh fraksi semestinya bisa menjadi dasar kuat bagi Badan Musyawarah DPR RI untuk mengagendakan pembahasannya di sidang Paripurna DPR dan secara resmi menetapkannya sebagai RUU inisiatif DPR.
Tiga bulan sejak Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyelesaikan dokumen Naskah Akademik dan RUU PPRT belum ada kemajuan berarti dalam proses penetapan RUU PPRT sebagai RUU inisiatif DPR. (Baca juga: Kowani Desak RUU PPRT Segera Disahkan )
"Kami mendesak dan mendukung 100% agar DPR RI segera mengagendakan RUU PPRT dalam Sidang Paripurna DPR RI dalam waktu dekat,” kata Ketua Umum KOWANI Dr Ir Giwo Rubianto Wiyogo di sela acara Konferensi Pers dan Aksi Gerakan 1000 Serbet Nusantara untuk Pekerja Rumah Tangga yang digelar virtual Minggu (4/10/2020). (Baca juga: Hadapi New Normal, Kowani Dorong Peran Ibu dalam Ketahanan Keluarga )
Menurut dia, UU Perlindungan PRT diperlukan sebagai wujud Perlindungan Negara dan Keadilan Sosial bagi warga negara termasuk pemberi kerja dan 5 juta PRT sebagai wong cilik dan mayoritas perempuan.
Giwo mengatakan, sebagai organisasi yang mewadahi 97 organisasi perempuan di Indonesia dan memiliki anggota lebih dari 87 juta perempuan, KOWANI sudah berada digarda terdepan untuk memberikan dukungan penuh terhadap lahirnya UU PPRT ini.
Perjuangan tersebut tentunya dilakukan bersama organisasi lain, aktivis perempuan dan akademisi. Dukungan tersebut akan terus dilakukan KOWANI hingga RUU PPRT disahkan menjadi UU PPRT.
Desakan serupa juga disampaikan Koordinator Nasional JALA PRT Lita Anggraini. Dia mengatakan, perjuangan menuntut pengakuan dan perlindungan hukum terhadap PRT telah dilakukan selama 16 tahun lamanya.
Penantian tersebut mulai membuahkan hasil saat 1 Juli 2020, Badan Legislasi DPR RI menyelesaikan dokumen Naskah Akademik dan RUU PPRT. Namun sayangnya, hingga kini belum ada kemajuan berarti dalam proses penetapan RUU PPRT sebagai RUU inisiatif DPR RI.
“Padahal masa sidang DPR RI akan selesai 9 Oktober, tetapi RUU PPRT ini belum masuk agenda Rapat Paripurna DPR RI,” kata dia.
Sementara itu, Komnas Perempuan menyayangkan lambatnya penetapan RUU PPRT sebagai inisitif DPR dan meminta agar DPR segera menetapkan, membahas dan mengesahkannya. Komnas Perempuan meminta DPR untuk tidak menunda-nunda lagi pembahasan dan pengesahan RUU Perlindungan PRT.
“Pengakuan dan perlindungan hukum lima juta PRT Indonesia di dalam negeri sangat dibutuhkan, karena merekalah yang menopang kehidupan sekurang-kurangnya dua keluarga, yaitu pemberi kerja dan PRT sendiri,” kata Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini.
Oleh karena sudah tidak ada alasan lain bagi DPR-RI untuk menunda adanya payung hukum bagi PRT dan Pemberi Kerja sebagaimana dijamin dalam Konstitusi RI Pasal 28I (4) yang menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab Negara, terutama Pemerintah.
Menurut Lena Maryana Mukti, Politikus PPP, tujuh fraksi di DPR sudah menyetujui dan dua fraksi yaitu PDIP dan Golkar masih menolak untuk dibahas lebih jauh. Dukungan dari tujuh fraksi semestinya bisa menjadi dasar kuat bagi Badan Musyawarah DPR RI untuk mengagendakan pembahasannya di sidang Paripurna DPR dan secara resmi menetapkannya sebagai RUU inisiatif DPR.
(nth)