Selama Pandemi Covid-19, Kasus Perceraian di Gresik Meningkat

Rabu, 30 September 2020 - 15:35 WIB
loading...
Selama Pandemi Covid-19, Kasus Perceraian di Gresik Meningkat
Suasanya pelayanan di Pengadilan Agama Gresik. Foto/SINDOnews/Ashadi
A A A
GRESIK - Selama pandemi Covid-19, tingkat perceraian di Kabupaten Gresik tinggi. Maret hingga saat ini janda tembus angka 1.058 orang. Data perceraian di Pengadilan Agama (PA) Gresik, dari 1.058, paling tinggi terjadi awal pandemi Maret lalu yaitu 268 perkara perceraian. Pada Agustus kemarin sebanyak 190 kasus perceraian, terbanyak nomor dua setelah bulan Maret.

Total ada 13 faktor penyebab terjadinya perceraian di Kabupaten Gresik. Mulai dari zina, mabuk, madat, judi, meninggalkan satu pihak, dihukum penjara, poligami, dan kekerasan dalam rumah tangga.Kemudian ada faktor cacat badan, perselisihan terus menerus, kawin paksa, murtad dan faktor ekonomi. (Baca: 7 Hari Lockdown, Pengadilan Agama Jakut Diserbu Pemohon Perceraian)

Faktor penyebab terjadinya perceraian paling banyak adalah faktor ekonomi, total sebanyak 630 pasangan cerai karena faktor ini. Kemudian disusul faktor perselisihan terus menerus diurutan kedua dan kekerasan dalam rumah tangga. Faktor lainnya adalah meninggalkan satu pihak dan mabuk-mabukan.

Humas Pengadilan Agama (PA) Gresik, Sofyan Zefri mengatakan, angka perceraian didominasi usia produktif, mulai 25 sampai 40 tahun. "Perceraian di tengah pandemi Covid-19 didominasi karena faktor ekonomi," ujarnya, Rabu (30/9/2020).

Tingginya angka perceraian di tengah pandemi Covid-19 karena pasangan sebelum pandemi memang memiliki masalah kecil. Saat pandemi, salah satu dari mereka ada yang terdampak sehingga membuat masalah kecil tersebut membesar hingga berujung perceraian. "Bisa jadi suami kehilangan pekerjaan sehingga pasangan belum siap untuk menghadapi bersama," paparnya.

Menurutnya, perceraian bukan satu-satunya solusi menyelesaikan masalah dalam rumah tangga. Prinsip perceraian dipersulit, sehingga tidak bisa serta merta menceraikan pasangan semena-semena, apa lagi hanya karena bosan dengan pasangan. (Baca: Miris, Satu dari Lima Pernikahan di Indonesia Berakhir dengan Perceraian)

Menurutnya, ada tiga faktor untuk memutuskan perkara cerai. Pertama pertengkaran dan perselisihan, kedua faktor perpisahan dan faktor gagalnya segala upaya perdamaian baik melalui nasihat keluarga, hakim. "Kita di pengadilan agama tidak pernah ragu untuk menolak kalau alasannya tidak jelas," pungkasnya.
(don)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1714 seconds (0.1#10.140)