IDI Makassar Minta Pilkada Serentak Ditunda, Ini Alasannya

Minggu, 20 September 2020 - 19:27 WIB
loading...
IDI Makassar Minta Pilkada...
IDI Makassar mengingatkan agar Pilkada Serentak ditunda. Foto: Ilustrasi
A A A
MAKASSAR - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Makassar, turut mengusulkan agar Pilkada serentak 2020 ditunda . Pesta demokrasi ini diharapkan bisa kembali digelar jika COVID-19 sudah menunjukkan penurunan kasus signifikan.

Humas IDI Makassar, dr Wachyudi Muchsin menuturkan, sejak awal COVID-19 mulai mewabah pihaknya sudah memberi masukan agar Pilkada serentak 2020 diundur . Kemunculan klaster baru COVID-19 berpotensi terjadi jika protokol kesehatan terus diabaikan.



"Awal September IDI Makassar kembali memberi peringatan keras kepada para calon kepala daerah, KPU serta Bawaslu untuk waspada klaster Pilkada 2020 . Namun tetap KPU tidak bergeming, malah kesannya melonggarkan," tegas Yudi dalam rilis yang diterima SINDOnews, Minggu (20/9/2020).

Kondisi ini ditunjukkan saat tahapan pendaftaran calon kepala daerah, baik di Kota Makassar dan kabupaten/kota di Sulsel yang dipadati massa pendukung. Itupun tanpa pelaksanaan protap protokol kesehatan. Hal ini justru bisa memicu potensi penularan virus Corona.

Dari data yang dihimpun, Yudi mengungkapkan, ada 60 calon kepala daerah hasil pemeriksaan kesehatan swab positif terpapar COVID-19 . Belum lagi banyaknya komisioner KPU, baik pusat serta daerah, ikut terpapar virus mematikan ini.

"Terakhir Ketua KPU Sulsel Faisal Amir juga terpapar selepas mendampingi Ketua KPU RI, Arief Budiman dalam kunjungan kerjanya di Makassar yang juga positif COVID-19 ," sambung dia.

Ancaman bahaya klaster Pilkada 2020 tidak cukup sampai disitu. Dokter Yudi memaparkan, jika jumlah calon kepala daerah seluruh Indonesia 1.468 orang, dengan asumsi ada 10 titik selama masa kampanye, yakni 71 hari, maka dari hasil hitungannya akan menciptakan 1.042.280 titik potensi penyebaran COVID-19 dalam rentang waktu 26 September sampai 5 Desember 2020.



Selanjutnya, massa pendukung yang terlibat di 1.042.280 titik kampanye itu, jika yang menjalankan peraturan KPU, maksimal 100 orang, yakni sebanyak 104 juta orang. Jika positivity rate Indonesia 10%, maka 10 dari 100 orang yang hadir berpotensi positif orang tanpa gejala (OTG), atau dengan kalkulasi 10 x 1.042.280 titik.

"Dengan demikian, ada 10.422.800 orang yang berpotensi COVID-19 berkeliaran dalam 71 hari kampanye, ini bom waktu, dahsyatnya lebih dari bom Hiroshima dan Nagazaki," urai Yudi.

Selain itu, kasus harian selama seminggu terakhir ini menunjukkan yang terpapar virus COVID-19 di atas angka 3.500-an per hari. Kasus ini penularannya dari klaster keluarga hingga klaster perkantoran.

Kondisi ini semakin diperburuk dan kasus akan semakin melonjak dengan kemunculan klaster pilkada. Klaster yang muncul dari akibat mewadahi perkumpulan massa yang tidak bisa dikontrol.

"Dengan fakta ini, atas dasar kepentingan nyawa banyak orang, saatnya pemerintah lakukan rem darurat Pilkada 2020 . Sebab Sulsel dan Indonesia saat ini darurat COVID-19, belum ada tanda melandai sedikitpun," kata Yudi yang populer disapa Dokter Koboi.

Harapan IDI Makassar, kata dia, sejalan dengan keinginan Wakil Presiden Indonesia ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK). Untuk meminta Pilkada ditunda sampai vaksin COVID-19 ditemukan. JK khawatir akan banyak pelanggaran pada saat kampanye yang rentan akan penyebaran Covid-19.



"Penundaan Pilkada sampai kasus Covid-19 melandai. Tapi ini harapan semoga pemangku kebijakan mendengar," beber alumni Fakultas Kedokteran UMI dan Fakultas Hukum Unhas ini.
(agn)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2853 seconds (0.1#10.140)