Terpuruk Akibat Pandemi, Industri UMKM Tekstil di Bandung Butuh Stimulus

Jum'at, 18 September 2020 - 15:35 WIB
loading...
Terpuruk Akibat Pandemi, Industri UMKM Tekstil di Bandung Butuh Stimulus
Pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia sejak awal Maret 2020, benar-benar memukul usaha mikro kecil dan menengah. Salah satunya adalah industri tekstil. Foto SINDOnews
A A A
BANDUNG - Pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia sejak awal Maret 2020 lalu, benar-benar memukul usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Salah satunya adalah industri tekstil yang ada di sejumlah kecamatan di wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, seperti di Kecamatan Majalaya, Rancaekek, Cikancung, Solokan Jeruk. Di wilayah ini dikenal sebagai basis usaha tekstil baik tingkat kecil, termasuk industri tekstil raksasa yang mempekerjakan ratusan ribu pekerja.

Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengatakan, kebijakan pemerintah dengan adanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19 yang telah disahkan DPR RI menjadi Undang-Undang (UU), salah satunya adalah untuk menjaga stabilitas ekonomi. (Baca: Gara-gara Pandemi Covid-19, Pelaku UMKM Kesulitan Bayar Utang dan Bunga)

Pertama untuk menyelamatkan sektor keuangan dan kedua untuk sektor industri dan UMKM . "Nah sekarang pasar lesu karena ada PSBB. Contoh pasar tekstil karena haji dan umrah gak ada maka permintaan kain ihram juga gak ada," tuturnya di sela mengunjungo pabrik tekstil di Desa/Kecamatan Solokan Jeruk, Kabupaten Bandung, Jumat (18/9/2020).

Karena itu, Jazil meminta pemerintah agar memberikan stimulus bagi para pelaku UMKM, minimal agar para karyawan tidak dirumahkan. "Minimal kalau karyawan tidak bekerja itu mereka tidak terlalu jatuh," tuturnya. Di sisi lain, para pemilik pabrik juga harus mendapatkan perhatian. Misalnya dengan memberikan keringanan dalam pembayaran cicilan di perbankan.

Jazil juga mengingatkan agar di tengah kondisi pasar yang sedang lesu, pemerintah mengatur tata niaga untuk barang-barang impor. Sebab, lesunya pasar tidak hanya terjadi di Indonesia. "Jangan sampai karrna alasan harga murah kemudian barang impor tidak dikendalikan. Itu harus diatur dan pemerintah harus mengutamakan produk lokal," tuturnya.

Senada dengan Jazil, Ketua Fraksi PKB DPR dari Daerah Pemilihan Jawa Barat II (Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat) Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan, sudah hampir setahun terakhir, industri tekstil nyaris mati suri. Sebab meski pandemi Covid-19 terjadi sejak Maret, namun industri dan UMKM teksil di wilayah Bandung sudah terpuruk jauh sebelum itu, yakni sejak awal Covid-19 melanda Wuhan, China.

"Kalau kita lihat, 600 ribuan pekerja di wilayah Kabupaten Bandung, terutama di Majalaya ini dirumahkan. Bagaimana mereka yang kerja di industri kerakyatan garmen atau usaha tekstil lainnya itu kesulitan sekarang. Di sini mulai dari usaha tekstil dari olahan bahan baku sampai bahan jadi ada di Majalaya," ujarnya.

Cucun mengatakan, industri-industri kecil dan juga industri garmen raksasa di wilayah Bandung banyak yang terpaksa merumahkan para pekerjanya tanpa ada kejelasan ke depan seperti apa. "Intinya kan market-nya mati, kemudian nggak ada skema dari Kementerian UMKM yang bisa melihat langsung industri kerakyatan Majalaya ini mau diapakan. Sekarang ini sudah hampir satu tahun, padahal stimulus dari pemerintah sudah ada, tapi mereka belum merasakan," katanya.

Dikatakan Cucun, selama ini pasar industri garmen dari Kabupaten Bandung tidak hanya untuk pasar dalam negeri, tapi juga untuk memenuhi kebutuhan pasar luar negeri. "Negara-negara yang memakai produk Majalaya seperti sarung ini juga banyak dikirim ke Sri Lanka. Kita ke China juga bukan hanya impor, tapi kita juga ekspor ke sana," tuturnya.(Baca: UMKM Jadi Fokus Pemerintah di Tengah Pandemi Covid-19)

Sejak awal kasus Covid-19 di Wuhan, para pelaku industri garmen mulai kesulitan awal yakni mendapatkan bahan baku. Selanjutnya dengan memanfaatkan stok bahan baku yang ada, hasil produksi ternyata tidak bisa dijual. "Yang dekat saja, pasar domestik di Jakarta, Pasar Tanah Abang maupun Pasar Pagi, di-closed sejak Maret. Belum lagi pasar-pasar daerah seperti Makassar, Medan, Surabaya mati, ya otomatis kesininya gak bisa jalan," paparnya.

Karena itu, anggota Komisi III DPR ini berharap agar stimulus UMKM yang disiapkan pemerintah pusat bisa segera turun ke bawah. "Untuk permodalan saja kesulitan kita untuk back up modal kerja, kemudian back up stocking gudang. Mereka juga nggak punya dana cadangan. Apalagi sekarang perbankan kan melihat untuk mendapatkan permodalan, perbankan akan melihat track record. Kalau agak jelek, meski ini diakibatkan pandemi, mereka nggak peduli," katanya.

Menurutnya, stimulus UMKM sangat penting. Sebab, untuk membangun usaha mulai dari nol, sangat susah. "Maka, UMKM ini harus diselematkan. Jangan lupa Indonesia itu kuatnya kan di UMKM. Lihat negara lain, Jepang kuatnya di UMKM maka terus diperhatikan," pungkas Cucun.
(don)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.7061 seconds (0.1#10.140)