Kasus COVID-19 Naik di 11 Daerah Pilkada Sulsel

Kamis, 17 September 2020 - 06:08 WIB
loading...
A A A
"Kita juga selenggarakan operasi yustisi, dengan melibatkan personil secara terpadu TNI-Polri, Satpol PP, ormas, dalam pelakanaannya di 239 titik. Sasaran operasi misalnya patroli terpadu secara terjadwal dan menerapkan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan," tandas Nurdin.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulsel hingga tanggal 16 September 2020, akumulasi kasus COVID-19 di Sulsel dilaporkan mencapai 13.627 kasus positif. Namun 10.374 diantaranya telah dinyatakan sembuh, dan 386 lainnya meninggal dunia.

"Untuk persentase kesembuhan, Alhamdulillah cukup menggembirakan karena yang sembuh semakin tinggi mencapai 76% dari total kasus positif di Sulsel. Angka kesembuhan yang tinggi ini juga ini didorong oleh program wisata duta COVID-19," jelas Nurdin.

Terpisah, Ketua Tim Konsultan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Sulsel, Prof Ridwan Amiruddin juga tak menampik adanya pertumbuhan kasus COVID-19 di daerah yang melaksanakan pilkada di Sulsel. Fluktuasi kasus ini juga berdampak pada perubahan zona kerawanan di tiap wilayah

"Beberapa daerah yang akan melaksanakan pilkada ini, sementara kasus COVID-19 di wilayahnya sedang bertumbuh. Sebagian sudah zona orange, bahkan merah," ucap Ridwan.

Dia khawatir jika hal ini tidak ditanggapi secara serius, kemunculan klaster pilkada bukan tidak mungkin terjadi. Hal ini perlu mendapat perhatian dari pihak penyelenggara pilkada . "Jadi sense of crisis pemerintah daerah, KPU dan Bawaslu yang lebih baik dalam menyikapi kondisi ini. Kalau ini tidak bisa disikapi dengan baik, lebih baik tunda pilkada tersebut," tegas Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Sulsel ini.

Ridwan pun merekomendasikan agar tiap kandidat harusnya meminimalisir upaya mobilisasi massa, baik saat deklarasi hingga tahapan kampanye kedepan. Kata dia, calon kepala daerah harusnya lebih kreatif dengan mengusung sistem kampanye digital di tengah pandemi.

"Mestinya para kandidat lebih kreatif mengembangkan media kampanye berbasis digital dengan mendekati kaum milenial dan generasi Z. Kampanye digital low contact lebih diutamakan," saran Ridwan.

Menurut Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas ini, kampanye konvensional dengan pengerahan massa tidak begitu relevan lagi di tengah pandemi ini. Disamping pelaksanaan protokol kesehatan akan sulit dikontrol.

"Mobilisasi massa yang kampanye konvensional yang paling sulit dikontrol untuk patuh protokol. Karena psikologi massa yang kehilangan tanggung jawab individu ke tanggung jawab yang mengambang, akhirnya tidak ada yang peduli," tandas Ridwan. Baca Lagi : Gubernur Harap Tidak Ada Lagi PSBB di Wilayah Sulsel
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0975 seconds (0.1#10.140)