Kasus COVID-19 Naik di 11 Daerah Pilkada Sulsel
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Kasus COVID-19 dilaporkan kembali bertumbuh di sejumlah wilayah yang melaksanakan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tahun 2020 . Dari 12 kabupaten/kota yang melaksanakan Pilkada , 11 diantaranya dilaporkan mengalami peningkatan kasus COVID-19 . Baca : Klaster Baru COVID-19 di Pilkada Dinilai Berpotensi Terjadi
Data ini berdasarkan analisa dari tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Sulsel sebagaimana dilaporkan Gubernur Sulsel, Prof Nurdin Abdullah kepada Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan saat rapat tindak lanjut penanganan COVID-19 yang digelar melalui telekonferensi, kemarin.
"Kita melihat bahwa dari 12 daerah yang melaksanakan pilkada , ada 11 daerah yang rata-rata kasus konfirmasi positifnya naik setelah tahapan pilkada dimulai," ungkap Nurdin di rumah jabatan Gubernur Sulsel.
Adapun 11 kabupaten/kota yang dimaksud, diantaranya Kota Makassar, Gowa, Bulukumba, Maros, Luwu Utara, Pangkep, Luwu Timur, Tana Toraja, Toraja Utara, Barru, dan Kabupaten Kepulauan Selayar. Sementara satu daerah lainnya, yakni Kabupaten Soppeng, dinilai rata-rata kasus terkonfirmasi positif hariannya cenderung menurun. "Karena memang pilkadanya hanya diikuti satu pasang peserta, sehingga intensitas pergerakan massa dipastikan berkurang," jelasnya.
Menurut Nurdin, adanya potensi kemunculan klaster pilkada dinilai karena masyarakat utamanya kontestan, tidak komitmen pada aturan pelaksanaan protokol kesehatan (protkes). Pengerahan massa oleh tiap kandidat yang abai akan hal itu menjadi pemicu utama. Baca Juga : Gubernur Sulsel Minta Paslon Pilkada Patuh Protokol Kesehatan
Situasi ini pun sempat terjadi pada awal tahapan pilkada berlangsung, saat pendaftaran bakal calon kepala daerah. Mayoritas pelanggaran protokol kesehatan dengan menciptakan kerumunan. Membuka ruang kemungkinan penularan COVID-19 jadi lebih besar.
"Kami berharap tidak ada klaster baru COVID-19 pada kontestasi pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020. Karena memang jujur saja, ini yang mengkhawatirkan bagi kami munculnya klaster baru di pilkada ini," ucap Nurdin.
Untuk menanggulangi ancaman klaster baru tersebut, dirinya mengaku sudah melakukan koordinasi kepada panitia penyelenggaran di Sulsel untuk antisipasi kemunculan klaster pilkada. KPU dan Bawaslu, dibantu kolaborasi TNI-Polri untuk ikut melakukan sosialisasi dan mengawasi pelaksanaan pilkada dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Hanya saja, menurut Nurdin hal ini tidak cukup. Di hadapan Menko Kemaritiman dan Investasi, dirinya menyampaikan, perlu adanya regulasi yang secara ketat mengatur pemberian sanksi bagi para kandidat yang tidak melaksanakan protokol kesehatan.
"Terkait dengan wacana keputusan menunda pelaksanaan pilkada, kali ini kami serahkan ke pemerintah pusat. Tapi kami berharap agar pemerintah pusat dapat mengeluarkan regulasi yang memuat sanksi tegas bagi kontestan yang melanggar protokol kesehatan, tentu dalam setiap tahapan pilkada ," imbuh dia.
Data ini berdasarkan analisa dari tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Sulsel sebagaimana dilaporkan Gubernur Sulsel, Prof Nurdin Abdullah kepada Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan saat rapat tindak lanjut penanganan COVID-19 yang digelar melalui telekonferensi, kemarin.
"Kita melihat bahwa dari 12 daerah yang melaksanakan pilkada , ada 11 daerah yang rata-rata kasus konfirmasi positifnya naik setelah tahapan pilkada dimulai," ungkap Nurdin di rumah jabatan Gubernur Sulsel.
Adapun 11 kabupaten/kota yang dimaksud, diantaranya Kota Makassar, Gowa, Bulukumba, Maros, Luwu Utara, Pangkep, Luwu Timur, Tana Toraja, Toraja Utara, Barru, dan Kabupaten Kepulauan Selayar. Sementara satu daerah lainnya, yakni Kabupaten Soppeng, dinilai rata-rata kasus terkonfirmasi positif hariannya cenderung menurun. "Karena memang pilkadanya hanya diikuti satu pasang peserta, sehingga intensitas pergerakan massa dipastikan berkurang," jelasnya.
Menurut Nurdin, adanya potensi kemunculan klaster pilkada dinilai karena masyarakat utamanya kontestan, tidak komitmen pada aturan pelaksanaan protokol kesehatan (protkes). Pengerahan massa oleh tiap kandidat yang abai akan hal itu menjadi pemicu utama. Baca Juga : Gubernur Sulsel Minta Paslon Pilkada Patuh Protokol Kesehatan
Situasi ini pun sempat terjadi pada awal tahapan pilkada berlangsung, saat pendaftaran bakal calon kepala daerah. Mayoritas pelanggaran protokol kesehatan dengan menciptakan kerumunan. Membuka ruang kemungkinan penularan COVID-19 jadi lebih besar.
"Kami berharap tidak ada klaster baru COVID-19 pada kontestasi pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020. Karena memang jujur saja, ini yang mengkhawatirkan bagi kami munculnya klaster baru di pilkada ini," ucap Nurdin.
Untuk menanggulangi ancaman klaster baru tersebut, dirinya mengaku sudah melakukan koordinasi kepada panitia penyelenggaran di Sulsel untuk antisipasi kemunculan klaster pilkada. KPU dan Bawaslu, dibantu kolaborasi TNI-Polri untuk ikut melakukan sosialisasi dan mengawasi pelaksanaan pilkada dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Hanya saja, menurut Nurdin hal ini tidak cukup. Di hadapan Menko Kemaritiman dan Investasi, dirinya menyampaikan, perlu adanya regulasi yang secara ketat mengatur pemberian sanksi bagi para kandidat yang tidak melaksanakan protokol kesehatan.
"Terkait dengan wacana keputusan menunda pelaksanaan pilkada, kali ini kami serahkan ke pemerintah pusat. Tapi kami berharap agar pemerintah pusat dapat mengeluarkan regulasi yang memuat sanksi tegas bagi kontestan yang melanggar protokol kesehatan, tentu dalam setiap tahapan pilkada ," imbuh dia.