Bela Buruh, Ini Delapan Tuntutan Koalisi Masyarakat Sipil DIY
loading...
A
A
A
YOGYAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil DIY menilai para buruh, pekerja harian, kontrak, dan outsourcing menjadi pihak yang paling dirugikan dalam pandemi COVID-19. Akibat terganggunya sendi-sendi perekonomian, mereka paling rentan diberhentikan perusahaan tanpa mendapatkan hak-haknya sesuai UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
"Di mana dua aturan itu belum sepenuhnya menjamin dan berpihak kepada buruh serta telah menghilangkan peran negara dalam melindungi hak-hak warga negaranya dari pihak ketiga (pengusaha) demi mengamankan
kepercayaan akan pasar bebas dan investasi di Indonesia," kata perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil DIY, Fendi Maleo dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (2/5/2020).
Kondisi tersebut akan diperparah dengan adanya RUU Cipta kerja, yang disusun dengan mekanisme omnibus, yang salah satu klusternya adalah mengenai ketenagakerjaan. Dari pengalaman sebelumnya bahwa reformasi kebijakan hukum ketenagakerjaan di Indonesia tidak terlepas dari kepentingan global yang tidak berpihak pada buruh.
"Karena itu di masa pandemi COVID-19, patut mewaspadai reformasi hukum RUU Cipta Kerja melalui omnibus sebab banyak akan kepentingan yang hanya pro terhadap pengusaha dan investor," katanya.
Untuk masalah tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil DIY juga sudah membuka pos pengaduan online dan offline, sejak Selasa (21/4/2020). Hingga sekarang tercatat ada delapan pengaduan. Masing-masing tiga pengaduan dari para buruh outsourcing dan buruh kontrak serta masing-masing satu aduan dari buruh tetap dan buruh harian lepas (informal).
Dari laporan tersebut ada tiga buruh outsourcing dan buruh kontrak serta buruh-buruh informal mengalami PHK. Sedangkan satu buruh tetap yang bekerja di perhotelan dirumahkan. "Semua buruh yang mengadu baik yang mengalami PHK dan dirumahkan tidak mendapatkan hak-haknya sebagaimana yang diatur dalam UU No 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan," kata Koordinator Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) DIY tersebut.
Berdasarkan laporan pengaduan dan fenomena tersebut, maka Koalisi Masyarakat Sipil DIY menyampaikan delapan tuntutan kepada pemerintah pusat dan daerah. Rinciannya sebagai berikut:
1. Tolak dan batalkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja;
2. Liburkan buruh selama masa pandemi COVID-19 dengan membayar penuh upah dan hak-hak dasar buruh lainnya;
3. Hentikan PHK, merumahkan dan pemotongan upah buruh dengan alasan COVID-19;
4. Berikan jaminan kesehatan dan keamanan bagi rakyat;
5. Berikan jaminan ketersediaan pangan gratis yang begizi bagi rakyat;
6. Turunkan harga dan kontrol kenaikan harga-harga kebutuhan pokok rakyat;
7. Berikan insentif dan tunjangan kepada dokter, perawat serta tenaga medis lainnya dalam memerangi penyebaran COVID-19;
8. Jaminan fasilitas kesehatan dan pelayanan kesehatan gratis hingga ke pelosok pedesaan, kampung, pabrik di mana sudah ditemukan penyebaran COVID-19.
"Itulah tuntutan koalisi masyarakat DIY terdampak Covid-19," katanya.
"Di mana dua aturan itu belum sepenuhnya menjamin dan berpihak kepada buruh serta telah menghilangkan peran negara dalam melindungi hak-hak warga negaranya dari pihak ketiga (pengusaha) demi mengamankan
kepercayaan akan pasar bebas dan investasi di Indonesia," kata perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil DIY, Fendi Maleo dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (2/5/2020).
Kondisi tersebut akan diperparah dengan adanya RUU Cipta kerja, yang disusun dengan mekanisme omnibus, yang salah satu klusternya adalah mengenai ketenagakerjaan. Dari pengalaman sebelumnya bahwa reformasi kebijakan hukum ketenagakerjaan di Indonesia tidak terlepas dari kepentingan global yang tidak berpihak pada buruh.
"Karena itu di masa pandemi COVID-19, patut mewaspadai reformasi hukum RUU Cipta Kerja melalui omnibus sebab banyak akan kepentingan yang hanya pro terhadap pengusaha dan investor," katanya.
Untuk masalah tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil DIY juga sudah membuka pos pengaduan online dan offline, sejak Selasa (21/4/2020). Hingga sekarang tercatat ada delapan pengaduan. Masing-masing tiga pengaduan dari para buruh outsourcing dan buruh kontrak serta masing-masing satu aduan dari buruh tetap dan buruh harian lepas (informal).
Dari laporan tersebut ada tiga buruh outsourcing dan buruh kontrak serta buruh-buruh informal mengalami PHK. Sedangkan satu buruh tetap yang bekerja di perhotelan dirumahkan. "Semua buruh yang mengadu baik yang mengalami PHK dan dirumahkan tidak mendapatkan hak-haknya sebagaimana yang diatur dalam UU No 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan," kata Koordinator Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) DIY tersebut.
Berdasarkan laporan pengaduan dan fenomena tersebut, maka Koalisi Masyarakat Sipil DIY menyampaikan delapan tuntutan kepada pemerintah pusat dan daerah. Rinciannya sebagai berikut:
1. Tolak dan batalkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja;
2. Liburkan buruh selama masa pandemi COVID-19 dengan membayar penuh upah dan hak-hak dasar buruh lainnya;
3. Hentikan PHK, merumahkan dan pemotongan upah buruh dengan alasan COVID-19;
4. Berikan jaminan kesehatan dan keamanan bagi rakyat;
5. Berikan jaminan ketersediaan pangan gratis yang begizi bagi rakyat;
6. Turunkan harga dan kontrol kenaikan harga-harga kebutuhan pokok rakyat;
7. Berikan insentif dan tunjangan kepada dokter, perawat serta tenaga medis lainnya dalam memerangi penyebaran COVID-19;
8. Jaminan fasilitas kesehatan dan pelayanan kesehatan gratis hingga ke pelosok pedesaan, kampung, pabrik di mana sudah ditemukan penyebaran COVID-19.
"Itulah tuntutan koalisi masyarakat DIY terdampak Covid-19," katanya.
(abd)