Kisah Raja Jayabaya, Penguasa Kerajaan Kediri yang Dipercaya Keturunan Dewa Wisnu
loading...
A
A
A
KEDIRI - RajaJayabaya yang pernah memerintah di Kerajaan Kediri sering disamakan dengan tokoh Arjuna pada pewayangan. Sosok yang berkuasa pada tahun 1135 hingga 1159 Masehi dipercaya sebagai pahlawan Pandawa dalam Perang Bharatayuda.
Padahal saat itu di Kediri, pemujaan kepada Dewa Wisnu sedang memuncak. Semua Raja Kediri atau Panjalu dianggap sebagai titisan dari Dewa Wisnu.
Pada Prasasti Ngantang dan Prasasti Talan, dikatakan bahwa Jayabaya Madhusudana awatara atau titisan Wisnu.
Begitu juga pada Kitab Bharatayuda Pupuh 52/4 Jayabaya juga disamakan dengan titisan Wisnu, yakni Bhatara Kresna. Pada Bharatayuda disebutkan, saat itu Bhatara Wisnu melihat keadaan Pulau Jawa iba hatinya.
Oleh karena itu, ia lalu turun ke dunia untuk menjadi raja di Jawa demi keamanan dan kesejahteraan kerajaan. Saat itu Bhatara Kresna sebagai titisan Dewa Wisnu konon memperoleh kegemilangan dalam peperangan, dikutip dari buku "Tafsir Sejarah Negarakretagama" tulisan dari sejarawan Prof Slamet Muljana.
Pada Kakawin Bharatayudha, peranan Bhatara Kresna ditonjolkan dari awal sampai akhir. Ia memegang peranan penting sebagai pelaku utama. Konon, semua kemenangan di pihak Pandawa dicapai berkat nasihat Bhatara Kresna.
Bahkan, kemenangan Arjuna dalam perang melawan Karna juga dicapai berkat kebijaksanaan Bhatara Kresna. Penonjolan peranan Kresna ini bertalian erat dengan pemujaan Dewa Wisnu yang sedang berkembang di kerajaan Panjalu.
Bahwa Kakawin Bharatayudha itu benar, dimaksud untuk memperingati perang yang dilakukan oleh Prabu Jayabhaya.
Terbukti dari uraian pupuh 52/3 tentang keadaan Pulau Jawa sebelum pemerintahan Prabu Jayabhaya. Dikatakan, Pulau Jawa adalah tanah yang subur makmur, sangat indah tidak ada taranya.
Tetapi, negara itu sedang menderita sedih, karena dirusak oleh orang-orang jahat. Raja yang memerintah tidak mampu menjaganya. Sayang, keindahan yang harum itu telah sirna seperti hilangnya hutan bunga yang ditinggalkan raja binatang.
Dari uraian itu, jelaslah yang dimaksud dengan raja-raja yang menjaganya ialah raja-raja yang memerintah Panjalu sebelum munculnya Raja Jayabaya.
Negara yang dimaksud tidak lain kecuali negara Panjalu. Musuh yang merusaknya ialah para penguasa Janggala.
Mereka itu dipandang sebagai musuh yang harus disirnakan Bhatara Wisnu. Itulah sebabnya Bhatara Wisnu turun dari kahyangan menitis ke dalam tubuh Raja Jayabaya.
Berkat penjelmaan Wisnu, Raja Jayabaya berhasil membinasakan musuh.
Tidak dapat dimungkiri, bahwa ada kemiripan yang mencolok antara perang Bharatayudha dan perang Panjalu dengan Janggala. Dari sudut Panjalu, konon raja-raja Janggal adalah penjahat, yang perlu dimusnahkan seperti halnya dengan Kurawa dilihat dari sudut Pandawa.
Namun, menurut asal-usulnya, Pandawa dan Kurawa adalah saudara, karena kedua belah pihak adalah keturunan Bharata.
Sama halnya dengan raja-raja Janggala dan raja-raja Panjalu, kedua belah pihak adalah keturunan Raja Airlangga. Peperangan antara Pandawa dan Kurawa berakhir dengan kemenangan Pandawa di bawah pimpinan Prabu Kresna.
Lihat Juga: Kisah Pangeran Diponegoro Marah Besar ke Sultan Muda Keraton Yogyakarta Akibat Hilangnya Tradisi Jawa
Padahal saat itu di Kediri, pemujaan kepada Dewa Wisnu sedang memuncak. Semua Raja Kediri atau Panjalu dianggap sebagai titisan dari Dewa Wisnu.
Pada Prasasti Ngantang dan Prasasti Talan, dikatakan bahwa Jayabaya Madhusudana awatara atau titisan Wisnu.
Begitu juga pada Kitab Bharatayuda Pupuh 52/4 Jayabaya juga disamakan dengan titisan Wisnu, yakni Bhatara Kresna. Pada Bharatayuda disebutkan, saat itu Bhatara Wisnu melihat keadaan Pulau Jawa iba hatinya.
Oleh karena itu, ia lalu turun ke dunia untuk menjadi raja di Jawa demi keamanan dan kesejahteraan kerajaan. Saat itu Bhatara Kresna sebagai titisan Dewa Wisnu konon memperoleh kegemilangan dalam peperangan, dikutip dari buku "Tafsir Sejarah Negarakretagama" tulisan dari sejarawan Prof Slamet Muljana.
Pada Kakawin Bharatayudha, peranan Bhatara Kresna ditonjolkan dari awal sampai akhir. Ia memegang peranan penting sebagai pelaku utama. Konon, semua kemenangan di pihak Pandawa dicapai berkat nasihat Bhatara Kresna.
Baca Juga
Bahkan, kemenangan Arjuna dalam perang melawan Karna juga dicapai berkat kebijaksanaan Bhatara Kresna. Penonjolan peranan Kresna ini bertalian erat dengan pemujaan Dewa Wisnu yang sedang berkembang di kerajaan Panjalu.
Bahwa Kakawin Bharatayudha itu benar, dimaksud untuk memperingati perang yang dilakukan oleh Prabu Jayabhaya.
Terbukti dari uraian pupuh 52/3 tentang keadaan Pulau Jawa sebelum pemerintahan Prabu Jayabhaya. Dikatakan, Pulau Jawa adalah tanah yang subur makmur, sangat indah tidak ada taranya.
Tetapi, negara itu sedang menderita sedih, karena dirusak oleh orang-orang jahat. Raja yang memerintah tidak mampu menjaganya. Sayang, keindahan yang harum itu telah sirna seperti hilangnya hutan bunga yang ditinggalkan raja binatang.
Dari uraian itu, jelaslah yang dimaksud dengan raja-raja yang menjaganya ialah raja-raja yang memerintah Panjalu sebelum munculnya Raja Jayabaya.
Negara yang dimaksud tidak lain kecuali negara Panjalu. Musuh yang merusaknya ialah para penguasa Janggala.
Mereka itu dipandang sebagai musuh yang harus disirnakan Bhatara Wisnu. Itulah sebabnya Bhatara Wisnu turun dari kahyangan menitis ke dalam tubuh Raja Jayabaya.
Berkat penjelmaan Wisnu, Raja Jayabaya berhasil membinasakan musuh.
Tidak dapat dimungkiri, bahwa ada kemiripan yang mencolok antara perang Bharatayudha dan perang Panjalu dengan Janggala. Dari sudut Panjalu, konon raja-raja Janggal adalah penjahat, yang perlu dimusnahkan seperti halnya dengan Kurawa dilihat dari sudut Pandawa.
Namun, menurut asal-usulnya, Pandawa dan Kurawa adalah saudara, karena kedua belah pihak adalah keturunan Bharata.
Sama halnya dengan raja-raja Janggala dan raja-raja Panjalu, kedua belah pihak adalah keturunan Raja Airlangga. Peperangan antara Pandawa dan Kurawa berakhir dengan kemenangan Pandawa di bawah pimpinan Prabu Kresna.
Lihat Juga: Kisah Pangeran Diponegoro Marah Besar ke Sultan Muda Keraton Yogyakarta Akibat Hilangnya Tradisi Jawa
(shf)