Kisah Kubilai Khan Murka Hukum Cambuk Tiga Jenderal Mongol usai Kalah dari Majapahit

Senin, 30 September 2024 - 06:10 WIB
loading...
Kisah Kubilai Khan Murka...
Potret Kaisar Mongol Kubilai Khan (1260-1293). Foto/Istimewa/Avid-archer
A A A
AMBISI kekaisaran Mongol di bawah pemerintahan Kubilai Khan tidak hanya tertuju pada wilayah-wilayah besar di Asia daratan dan Eropa, tetapi juga menjalar ke kepulauan Asia Tenggara pada akhir abad ke-13.

Salah satu target Mongol yang sangat diincar adalah Pulau Jawa, pusat kekuasaan Kerajaan Singasari pada masa itu. Kubilai Khan, sebagai kaisar yang agresif dan ekspansionis, mencoba menundukkan berbagai kerajaan yang ada di luar batas kekaisarannya, termasuk Singasari.

Pada tahun 1280, 1281, dan 1286, ia mengirimkan utusan ke Singhasari untuk meminta raja di sana, Kertanegara, mengakui kekuasaannya dan menjadi bawahan Mongol. Namun, raja Jawa, Kertanegara, tidak tunduk pada permintaan Kubilai Khan.



Sebaliknya, ia merasa terhina dan menolak secara tegas. Penolakan ini tidak hanya berupa kata-kata, tetapi juga tindakan keras. Ketika utusan terakhir Mongol tiba pada 1289, Raja Kertanegara merusak wajah utusan tersebut sebagai simbol perlawanan terhadap kekuasaan Mongol.

Dikisahkan pada “Sandyakala di Timur Jawa (1042 - 1527 M): Kejayaan dan Keruntuhan Kerajaan Hindu dari Mataram Kuno II hingga Majapahit”. Tindakan ini membuat Kubilai Khan marah besar terhadap Singasari.

Bahkan dia merencanakan ekspedisi militer besar-besaran untuk menghukum Singasari. Ekspedisi Mongol menuju Jawa dimulai pada 1292 dengan kekuatan besar yang dipimpin oleh tiga jenderal ternama: Shi Bi, Ike Mese, dan Gao Xing.

Kisah Kubilai Khan Murka Hukum Cambuk Tiga Jenderal Mongol usai Kalah dari Majapahit


Pasukan ini berlayar dari Tiongkok dengan ribuan prajurit dan kapal perang. Mereka tiba di perairan Jawa awal 1293 dan mendarat di Tuban. Dari sana, pasukan Mongol bergerak ke pedalaman, menuju tepi Sungai Brantas merupakan jalur utama menuju Kerajaan Singasari.

Misi utama mereka adalah menundukkan raja Jawa dan membawa Singhasari ke dalam kekuasaan Mongol. Namun, situasi politik di Jawa sudah berubah drastis. Raja Kertanegara telah tewas dalam kudeta yang dilakukan oleh Jayakatwang, penguasa Gelang-Gelang.



Jayakatwang berhasil menggulingkan Singasari dan mendirikan kekuasaannya di Kediri. Raden Wijaya, menantu Kertanegara, melarikan diri dan mendirikan perkampungan baru di wilayah Majapahit.

Dalam kondisi ini, Raden Wijaya melihat peluang untuk memanfaatkan kedatangan pasukan Mongol. Dengan kecerdikan diplomatisnya, ia berpura-pura tunduk pada Mongol dan meminta bantuan mereka untuk mengalahkan Jayakatwang, penguasa yang membunuh Kertanegara.

Pasukan Mongol, yang percaya bahwa mereka sedang menyelesaikan misi kekaisaran dengan membantu Raden Wijaya, akhirnya bergabung dengannya. Pada 20 Maret 1293, gabungan pasukan Raden Wijaya dan Mongol menyerang Jayakatwang.

Pertempuran berlangsung sengit di tepi Sungai Brantas. Pasukan Jayakatwang hancur, dengan lebih dari 5.000 prajurit terbunuh, dan Jayakatwang sendiri akhirnya menyerah setelah terkepung di istananya.

Kisah Kubilai Khan Murka Hukum Cambuk Tiga Jenderal Mongol usai Kalah dari Majapahit


Ini tampaknya menjadi kemenangan besar bagi Mongol dan mereka yakin telah menyelesaikan misi mereka di Jawa. Namun, pengkhianatan yang tidak diduga menanti pasukan Mongol. Setelah kemenangan atas Jayakatwang.



Raden Wijaya meminta izin untuk kembali ke Majapahit dengan dalih ingin mempersiapkan upeti bagi Kaisar Mongol, Kubilai Khan. Tanpa mencurigai niat buruk, pasukan Mongol membiarkannya pergi dengan dikawal dua perwira dan 200 prajurit.

Namun, saat berada di Majapahit, Raden Wijaya berbalik menyerang pengawal Mongol. Pasukannya kemudian melancarkan serangan mendadak ke kamp-kamp Mongol di Daha dan Canggu, di mana tentara Mongol tengah berpesta miras merayakan kemenangan mereka.

Serangan mendadak ini membuat pasukan Mongol panik. Mereka terpaksa mundur dengan tergesa-gesa menuju kapal-kapal mereka di pantai, dikejar oleh pasukan Raden Wijaya. Dalam proses mundur ini, lebih dari 3.000 tentara Mongol tewas.

Sementara itu, sisa pasukan Mongol yang selamat, termasuk jenderal mereka, Shi Bi, Ike Mese, dan Gao Xing, berhasil melarikan diri ke kapal-kapal mereka dan segera meninggalkan Jawa. Pada 24 April 1293 mereka kembali ke Tiongkok.



Mereka juga membawa barang rampasan yang mencakup peta, daftar penduduk, surat-surat kerajaan, dan benda-benda berharga lainnya, termasuk emas, perak, cula badak, gading, dan tekstil. Nilai barang rampasan ini diperkirakan mencapai 500.000 tahil perak.

Kendati mereka pulang dengan barang-barang berharga, kekalahan yang mereka alami di Jawa dianggap sebagai aib besar oleh Kubilai Khan. Kaisar yang dikenal ambisius itu tidak puas hanya dengan kemenangan atas Jayakatwang.

Karena ekspedisi tersebut sebenarnya bertujuan untuk menaklukkan seluruh Pulau Jawa dan menjadikannya bagian dari kekaisaran Mongol. Karena kegagalan untuk menundukkan Raden Wijaya, ketiga jenderal Mongol menerima hukuman berat.

Setiba di Tiongkok, Shi Bi dicambuk 17 kali dan sepertiga hartanya disita sebagai hukuman atas kegagalannya. Ike Mese, meskipun hanya ditegur, juga kehilangan sepertiga hartanya. Kedua jenderal ini dianggap telah membuat kesalahan besar.

Sementara itu, Gao Xing, yang sudah memperkirakan pengkhianatan Raden Wijaya, mendapat penghargaan berupa 50 tahil emas karena dianggap tidak terlibat dalam kesalahan strategis yang fatal mempermalukan Khubilai Khan.

Namun, hukuman yang diterima Shi Bi dan Ike Mese tidak berlangsung lama. Dalam waktu singkat, keduanya diampuni oleh Kaisar dan dikembalikan ke posisi mereka semula. Bahkan, Shi Bi kembali menduduki jabatan penting di pemerintahan pada 1295.

Perjalanan mereka ke Jawa, meskipun dianggap gagal secara militer, tetap diakui sebagai prestasi luar biasa karena mereka telah berlayar menyeberangi lautan sejauh ribuan mil dan menjelajahi wilayah yang belum pernah dikunjungi oleh bangsa Mongol sebelumnya.

Ekspedisi Mongol ke Jawa juga menggambarkan ketegangan budaya dan pandangan dunia yang berbeda antara Jawa dan Mongol. Dalam konsep Hinduisme Jawa, bangsa Mongol, atau yang dalam sumber-sumber Jawa disebut sebagai Tatar.

Hal itu dianggap sebagai asura atau raksasa jahat dan biadab. Keberadaan Mongol yang terlalu lama di tanah Jawa dianggap dapat mencemari kesucian tanah tersebut. Oleh karena itu, tindakan Raden Wijaya untuk mengusir Mongol dari Jawa dinilai religius dan kultural yang kuat.

Keberhasilan Raden Wijaya dalam mengusir pasukan Mongol menandai awal kebangkitan Majapahit sebagai kerajaan besar di Nusantara. Sementara bagi Mongol, kegagalan mereka di Jawa menjadi salah satu dari beberapa kekalahan besar yang mereka alami di Asia Tenggara.

Khubilai Khan sendiri wafat pada 18 Februari 1294, hanya beberapa bulan setelah kegagalan di Jawa, meninggalkan ambisi besar yang tak sepenuhnya terpenuhi.

Meskipun demikian, ekspedisi Mongol ke Jawa tetap dikenang sebagai salah satu petualangan militer yang paling menarik dalam sejarah Mongol, dan menjadi bukti betapa luasnya jangkauan kekaisaran Mongol serta tantangan yang mereka hadapi dalam menaklukkan wilayah Asia.
(ams)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3220 seconds (0.1#10.140)