Pengamat Tekankan Pentingnya Peningkatan Nasionalisme Berdasarkan Pancasila

Jum'at, 20 September 2024 - 23:25 WIB
loading...
A A A
Akademisi IAIN Ambon Abidin Wakano melihat agama-agama di Indonesia kini kehilangan semangat profetiknya. Menurut Wakano, agama sudah tidak lagi memiliki daya untuk menuntun masyarakat menjawab berbagai tantangan sosial dan justru terjebak dalam industrialisasi politik identitas.

“Oligarki, kapitalisasi agama membuat agama-agama ikut terperangkap dalam sistem oligarki,” tegas Wakano, yang menyoroti kekuatan ekonomi dan politik elite turut menggerus otoritas moral agama.

Wakano menilai sejak Pilkada DKI 2017 dan Pilpres 2019, agama telah digunakan secara luas dalam narasi politik identitas. Penggunaan agama dalam politik ini menyebabkan segregasi sosial, memecah masyarakat berdasarkan identitas agama, dan memunculkan mentalitas in-group dan out-group.

”Agama yang seharusnya berperan sebagai pedoman etis dan moral bagi masyarakat, kini terperangkap dalam dinamika politik praktis yang mengaburkan nilai-nilai substansial agama,” ujarnya.

Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial Humaniora Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ahmad Najib Burhani mengungkapkan adanya paradoks dalam keberagamaan di Indonesia. Salah satunya pluralitas yang terbatas. Menurut Burhani, meskipun Indonesia mengakui pluralisme agama, ada batasan-batasan tertentu yang diberikan oleh negara.

Hal ini serupa dengan pendekatan "messianic tendency" yang dilakukan oleh negara-negara Barat dalam menyebarkan nilai-nilai mereka, seperti kolonialisme yang beralasan membawa peradaban. “Di kita, dengan membawa mereka ke jalan yang benar, kita sebut itu paradigma yang melegalkan diskriminasi terhadap agama yang lain,” ujarnya.

Burhani juga menyebutkan paradoks negara beragama dan berketuhanan yang menunjukkan ada korelasi yang tampak negatif antara kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat dengan keyakinan terhadap pentingnya agama.

“Negara yang memiliki indeks pembangunan manusia yang tinggi cenderung masyarakatnya menganggap agama tidak penting,” ujarnya, merujuk pada World Happiness Index yang menunjukkan negara-negara yang lebih bahagia sering kali adalah negara yang tidak terlalu religius.

Namun, Burhani juga mencatat negara-negara yang religius sering kali unggul dalam filantropi, termasuk Indonesia. "Filantropi adalah salah satu kekuatan dari negara beragama seperti Indonesia," tambahnya.

Akademisi Universitas Satya Wacana Salatiga Izak Lattu mengatakan ada pluralitas tanpa kesetaraan dalam pengelolaan agama di Indonesia, yang menyebabkan kelompok-kelompok tertentu merasa terpinggirkan.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1567 seconds (0.1#10.140)