Dinas PPPA Bentuk Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat
loading...
A
A
A
MAROS - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Maros, membentuk Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM). Pembentukan PATBM diawali dengan sosialisasi yang digelar di Kelurahan Soreang Kecamatan Lau Kabupaten Maros.
Kepala Dinas PPPPA Kabupaten Maros M Idrus menuturkan, PATBM merupakan sebuah gerakan dari jaringan atau kelompok warga pada tingkat masyarakat yang bekerja secara terkoordinasi untuk mencapai tujuan perlindungan anak.
"Hal ini sejalan dengan Undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, terutama pasal 72 ayat 1 bahwa masyarakat berperan serta dalam perlindungan anak, baik perseorangan maupun kelompok. Di kabupaten Maros memang kita belum memiliki seperti ini. Makanya kita bentuk," ujarnya.
Untuk tahap awal lanjut Idrus, PATBM dibentuk di 3 kelurahan dan desa, yakni Kelurahan Soreang Kecamatan Lau, Desa Pabbentengan Kecamatan Marusu dan Desa Baruga Kecamatan Bantimurung.
Pembentukan PATBM ini merupakan upaya perlindungan anak perlu terus dilakukan dengan melibatkan masyarakat, sebab masalah kekerasan terhadap anak masih kerap terjadi.
Dia menjelaskan, hingga Juni 2020, tercatat jumlah kasus kekerasan terhadap anak di Maros, sebanyak 13 kasus mayoritas anak SD dan SMP. Sementara jumlah kasus kekerasan terhadap anak , dengan anak sebagai pelaku sebanyak 5 kasus.
"Jumlah itu dengan rincian tingkat SD 2 orang, SMP 1 orang dan SMA 2 orang. Sedangkan bentuk kekerasan terbanyak adalah fisik dan seksual, tempat kejadian di rumah tangga dan tempat umum," terangnya.
Dengan melihat kasus ini, maka PATBM diharapkan menumbuhkan inisiatif masyarakat sebagai ujung tombak untuk melakukan upaya-upaya pencegahan dengan membangun kesadaran masyarakat agar terjadi perubahan pemahaman, sikap, dan perilaku yang memberikan perlindungan kepada anak.
"Gerakan ini dapat dikelola dengan menggunakan dan mengembangkan fungsi struktur kelembagaan yang sudah ada atau jika diperlukan dengan membangun struktur kelembagaan baru," tambahnya.
Dia juga memaparkan bahwa setiap anak, sejak dalam kandungan hingga kemudian mencapai 18 tahun, memiliki hak-hak dasar yang melekat pada setiap diri anak yang harus dihormati, dilindungi, dipenuhi, dan oleh karena itu juga harus dipromosikan.
Hak-hak anak tersebut berkenaan dengan hak-hak sipil dan kebebasan, pengasuhan dalam lingkungan keluarga atau pengasuhan alternatif, kesehatan dan kesejahteraan dasar, pendidikan, waktu luang, dan kegiatan budaya. Serta perlindungan khusus, termasuk perlindungan dari kekerasan.
Hak-hak tersebut berprinsip pada terbaik bagi anak, hak hidup dan kelangsungan hidup, nondiskriminasi, dan perghargaan terhadap pandangan anak.
"Artinya hak-hak tersebut harus dipenuhi bukan semata-mata untuk hidup dan kelangsungan hidup anak, tetapi juga untuk mewujudkan kepentingan terbaik bagi anak, yang berlaku untuk semua anak, tanpa membeda-bedakan, yang dilaksanakan dengan menghargai pandangan anak," jelasnya.
Kepala Dinas PPPPA Kabupaten Maros M Idrus menuturkan, PATBM merupakan sebuah gerakan dari jaringan atau kelompok warga pada tingkat masyarakat yang bekerja secara terkoordinasi untuk mencapai tujuan perlindungan anak.
"Hal ini sejalan dengan Undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, terutama pasal 72 ayat 1 bahwa masyarakat berperan serta dalam perlindungan anak, baik perseorangan maupun kelompok. Di kabupaten Maros memang kita belum memiliki seperti ini. Makanya kita bentuk," ujarnya.
Untuk tahap awal lanjut Idrus, PATBM dibentuk di 3 kelurahan dan desa, yakni Kelurahan Soreang Kecamatan Lau, Desa Pabbentengan Kecamatan Marusu dan Desa Baruga Kecamatan Bantimurung.
Pembentukan PATBM ini merupakan upaya perlindungan anak perlu terus dilakukan dengan melibatkan masyarakat, sebab masalah kekerasan terhadap anak masih kerap terjadi.
Dia menjelaskan, hingga Juni 2020, tercatat jumlah kasus kekerasan terhadap anak di Maros, sebanyak 13 kasus mayoritas anak SD dan SMP. Sementara jumlah kasus kekerasan terhadap anak , dengan anak sebagai pelaku sebanyak 5 kasus.
"Jumlah itu dengan rincian tingkat SD 2 orang, SMP 1 orang dan SMA 2 orang. Sedangkan bentuk kekerasan terbanyak adalah fisik dan seksual, tempat kejadian di rumah tangga dan tempat umum," terangnya.
Dengan melihat kasus ini, maka PATBM diharapkan menumbuhkan inisiatif masyarakat sebagai ujung tombak untuk melakukan upaya-upaya pencegahan dengan membangun kesadaran masyarakat agar terjadi perubahan pemahaman, sikap, dan perilaku yang memberikan perlindungan kepada anak.
"Gerakan ini dapat dikelola dengan menggunakan dan mengembangkan fungsi struktur kelembagaan yang sudah ada atau jika diperlukan dengan membangun struktur kelembagaan baru," tambahnya.
Dia juga memaparkan bahwa setiap anak, sejak dalam kandungan hingga kemudian mencapai 18 tahun, memiliki hak-hak dasar yang melekat pada setiap diri anak yang harus dihormati, dilindungi, dipenuhi, dan oleh karena itu juga harus dipromosikan.
Hak-hak anak tersebut berkenaan dengan hak-hak sipil dan kebebasan, pengasuhan dalam lingkungan keluarga atau pengasuhan alternatif, kesehatan dan kesejahteraan dasar, pendidikan, waktu luang, dan kegiatan budaya. Serta perlindungan khusus, termasuk perlindungan dari kekerasan.
Hak-hak tersebut berprinsip pada terbaik bagi anak, hak hidup dan kelangsungan hidup, nondiskriminasi, dan perghargaan terhadap pandangan anak.
"Artinya hak-hak tersebut harus dipenuhi bukan semata-mata untuk hidup dan kelangsungan hidup anak, tetapi juga untuk mewujudkan kepentingan terbaik bagi anak, yang berlaku untuk semua anak, tanpa membeda-bedakan, yang dilaksanakan dengan menghargai pandangan anak," jelasnya.
(agn)