Wabah Penyakit dalam Sejarah; Konspirasi Calon Arang hingga Konsep Karantina
loading...
A
A
A
WABAH virus Corona atau COVD-19 yang telah menjadi pandemi menjalar menebar maut ke seluruh dunia. Di Indonesia, dalam rangkuman legenda dan sejarah, sebenarnya sudah mengenal dan mengalami berbagai wabah penyakit. Ini seharusnya bisa dijadikan pelajaran untuk menghadapi wabah virus Corona saat ini.
Pada naskah Calon Arang yang ditulis pada lontar beraksara Bali berbahasa Jawa Kuno dengan angka tahun 1462 Saka atau 1540 menceritakan tentang terjadinya wabah penyakit. Kisah Calon Arang ini diperkirakan terjadi saat masa pemerintahan Raja Airlangga (1006-1042) di Jawa Timur.
Dikisahkan tentang konspirasi seorang janda sakti nan bengis dalam penyebaran wabah penyakit yang merenggut banyak korban jiwa. Hal tersebut dilakukan janda asal Desa Girah yang sakit hati karena tidak ada satu pemuda pun yang mau melamar anak perempuannya yang cantik, Ratna Manggali.
Diceritakan, Calon Arang melalui ritual khusus dengan mengucapkan mantra-mantra mampu menurunkan wabah penyakit mematikan. Banyak korban berjatuhan dengan ditandai kondisi tubuh demam tinggi.
Begitu mengerikannya wabah penyakit tersebut, digambarkan banyak mayat bergelimpangan di jalan. Bahkan sampai tak ada sela tanah di antara kuburan untuk memakamkan korban meninggal yang berjatuhan.
Kondisi tersebut membuat Raja Airlangga menemui pertapa sakti Empu Bharadah di Lemahtulis untuk menghentikan wabah penyakit yang disebarkan Calon Arang. Empu Bharadah pun mengutus muridnya Empu Bahula untuk menikahi putri Calon Arang, Ratna Manggali.
Agar Calon Arang tak lagi menebar maut, Empu Bahula berhasil mengambil kitab berisi mantra milik ibu mertuanya itu. Empu Bharadah, setelah menerima kitab tersebut dari muridnya, akhir bisa mengalahkan Calon Arang dan wabah penyakit mematikan itu benar-benar reda.
Sejarah juga mencatat dalam kurun waktu 15 tahun, antara 1911-1926, Indonesia pernah terjangkit wabah mematikan, yaitu Pes. Wabah yang bersumber dari virus yang dibawa oleh kutu yang menempel pada hewan tikus ini menewaskan sekitar 120.000 jiwa.
Awal diketahui penyakit tersebut terjadi di Malang pada 27 Maret 1911. Wabah ini dibawa oleh tikus dari Rangoon, Myanmar (Burma) yang terbawa saat dilakukan impor beras ke Surabaya. Kemudian penyakit Pes pun merebak ke seantero Jawa dan Sumatera.
Pada Desember 1915, kasus penyakit pes ditemukan di Desa Nglano dekat pabrik gula Tasikmadu, Praja Mangkunegaran. Kemudian pada periode 1915-1929, penyakit pes ditemukan di distrik dalam kota jauh lebih banyak dibandingkan dengan Distrik Karanganyar. Jumlah kasus wabah penyakit pes di distrik dalam Kota Mangkunegaran teridentifikasi sebanyak 1.043 kasus
Sebenarnya, penyakit Pes sudah ditemukan pertama kali di Deli, Pantai Timur Sumatera pada 1905 dan menyebabkan dua korban meninggal. Tapi pemerintah Kolonial Hindia Belanda saat itu hanya menganggap angin lalu. Padahal dokter dari Utrecht University sudah mengingatkan akan ancaman penyakit pes karena pada saat bersamaan di China dan Myanmar (Burma), sudah merebak wabah tersebut.
Setelah penyakit itu merebak, pemerintah kolonial Belanda melalui Dienst der Pestbestijding (Dinas Pemberantasan Pes) mengeluarkan larangan menjenguk orang sakit. Desa yang terjangkit Pes dikarantina dengan diberi dinding pembatas antardesa.
Barak isolasi juga dibangun tak jauh dari desa tersebut. Secara rutin, dokter dan mantri mengontrol tiap barak dan memantau kondisi desa terjangkit Pes. Malang sebagai kota awal munculnya Pes dikarantina selama setahun. Seluruh penduduk di sepanjang Lawang hingga Pohgajih dikarantina selama 5-10 hari, meski pada praktiknya ada yang dikarantina hingga 30 hari.
Pemerintah Hindia Belanda pun langsung membuat Rumah Sakit Karantina di Pulau Onrust & Pulau Kuyper (Pulau Cipir) di Kepulauan Seribu, Batavia. Pembangunan rumah sakit ini selesai dikerjakan pada akhir 1911 dan menghabiskan biaya sebesar 607.000 gulden.
Orang yang baru pulang perjalanan laut dari luar negeri termasuk baru pulang dari ibadah Haji diwajibkan diperiksa di Pulau Kuyper sebelum masuk ke pelabuhan Tanjung Priok. Rombongan diperiksa satu per satu setelah disemprot desinfektan, jika dinyatakan negatif langsung dipindah ke Pulau Onrust untuk menjalani karantina selama 5 hari.
Jika positif, maka harus tetap di Pulau Kuyper selama 10 hari untuk menjalani isolasi dan perawatan. Untuk mencegah tikus masuk barak di area rumah sakit karantina maka dibuat pagar anti tikus. Rumah Sakit atau barak karantina di Pulau Onrust ini mampu menampung sekitar 3.500 orang. Setelah wabah Pes mereda pada 1933 pulau Onrust tidak digunakan untuk karantina.
Praja Mangkunegaran pada 1921 juga mendirikan Rumah Sakit Ziekenzorg di sebelah barat Puro Mangkunegaran. Sebagai rumah sakit yang baru pertama kali dibangun di Surakarta, rumah sakit ini mendapat subsidi setiap tahunnya sebesar 5.000 gulden.
Praja Mangkunegaran juga mendirikan poliklinik dan sampai 1924 telah berdiri 8 poliklinik. Pendirian poliklinik kesehatan bertujuan membantu penduduk yang rumahnya jauh dari kota guna memperoleh layanan kesehatan.(Baca juga; Kisah Profesor Sardjito dan Vaksin Temuannya )
Diolah dari berbagai sumber
Arkenas kemdikbud
Disdik Jabar
Puromangkunegaran.com
Lihat Juga: Kisah Cinta Jenderal Sudirman dengan Siti Alfiah, Gambaran Tentang Cinta yang Tak Memandang Harta
Pada naskah Calon Arang yang ditulis pada lontar beraksara Bali berbahasa Jawa Kuno dengan angka tahun 1462 Saka atau 1540 menceritakan tentang terjadinya wabah penyakit. Kisah Calon Arang ini diperkirakan terjadi saat masa pemerintahan Raja Airlangga (1006-1042) di Jawa Timur.
Dikisahkan tentang konspirasi seorang janda sakti nan bengis dalam penyebaran wabah penyakit yang merenggut banyak korban jiwa. Hal tersebut dilakukan janda asal Desa Girah yang sakit hati karena tidak ada satu pemuda pun yang mau melamar anak perempuannya yang cantik, Ratna Manggali.
Diceritakan, Calon Arang melalui ritual khusus dengan mengucapkan mantra-mantra mampu menurunkan wabah penyakit mematikan. Banyak korban berjatuhan dengan ditandai kondisi tubuh demam tinggi.
Begitu mengerikannya wabah penyakit tersebut, digambarkan banyak mayat bergelimpangan di jalan. Bahkan sampai tak ada sela tanah di antara kuburan untuk memakamkan korban meninggal yang berjatuhan.
Kondisi tersebut membuat Raja Airlangga menemui pertapa sakti Empu Bharadah di Lemahtulis untuk menghentikan wabah penyakit yang disebarkan Calon Arang. Empu Bharadah pun mengutus muridnya Empu Bahula untuk menikahi putri Calon Arang, Ratna Manggali.
Agar Calon Arang tak lagi menebar maut, Empu Bahula berhasil mengambil kitab berisi mantra milik ibu mertuanya itu. Empu Bharadah, setelah menerima kitab tersebut dari muridnya, akhir bisa mengalahkan Calon Arang dan wabah penyakit mematikan itu benar-benar reda.
Sejarah juga mencatat dalam kurun waktu 15 tahun, antara 1911-1926, Indonesia pernah terjangkit wabah mematikan, yaitu Pes. Wabah yang bersumber dari virus yang dibawa oleh kutu yang menempel pada hewan tikus ini menewaskan sekitar 120.000 jiwa.
Awal diketahui penyakit tersebut terjadi di Malang pada 27 Maret 1911. Wabah ini dibawa oleh tikus dari Rangoon, Myanmar (Burma) yang terbawa saat dilakukan impor beras ke Surabaya. Kemudian penyakit Pes pun merebak ke seantero Jawa dan Sumatera.
Pada Desember 1915, kasus penyakit pes ditemukan di Desa Nglano dekat pabrik gula Tasikmadu, Praja Mangkunegaran. Kemudian pada periode 1915-1929, penyakit pes ditemukan di distrik dalam kota jauh lebih banyak dibandingkan dengan Distrik Karanganyar. Jumlah kasus wabah penyakit pes di distrik dalam Kota Mangkunegaran teridentifikasi sebanyak 1.043 kasus
Sebenarnya, penyakit Pes sudah ditemukan pertama kali di Deli, Pantai Timur Sumatera pada 1905 dan menyebabkan dua korban meninggal. Tapi pemerintah Kolonial Hindia Belanda saat itu hanya menganggap angin lalu. Padahal dokter dari Utrecht University sudah mengingatkan akan ancaman penyakit pes karena pada saat bersamaan di China dan Myanmar (Burma), sudah merebak wabah tersebut.
Setelah penyakit itu merebak, pemerintah kolonial Belanda melalui Dienst der Pestbestijding (Dinas Pemberantasan Pes) mengeluarkan larangan menjenguk orang sakit. Desa yang terjangkit Pes dikarantina dengan diberi dinding pembatas antardesa.
Barak isolasi juga dibangun tak jauh dari desa tersebut. Secara rutin, dokter dan mantri mengontrol tiap barak dan memantau kondisi desa terjangkit Pes. Malang sebagai kota awal munculnya Pes dikarantina selama setahun. Seluruh penduduk di sepanjang Lawang hingga Pohgajih dikarantina selama 5-10 hari, meski pada praktiknya ada yang dikarantina hingga 30 hari.
Pemerintah Hindia Belanda pun langsung membuat Rumah Sakit Karantina di Pulau Onrust & Pulau Kuyper (Pulau Cipir) di Kepulauan Seribu, Batavia. Pembangunan rumah sakit ini selesai dikerjakan pada akhir 1911 dan menghabiskan biaya sebesar 607.000 gulden.
Orang yang baru pulang perjalanan laut dari luar negeri termasuk baru pulang dari ibadah Haji diwajibkan diperiksa di Pulau Kuyper sebelum masuk ke pelabuhan Tanjung Priok. Rombongan diperiksa satu per satu setelah disemprot desinfektan, jika dinyatakan negatif langsung dipindah ke Pulau Onrust untuk menjalani karantina selama 5 hari.
Jika positif, maka harus tetap di Pulau Kuyper selama 10 hari untuk menjalani isolasi dan perawatan. Untuk mencegah tikus masuk barak di area rumah sakit karantina maka dibuat pagar anti tikus. Rumah Sakit atau barak karantina di Pulau Onrust ini mampu menampung sekitar 3.500 orang. Setelah wabah Pes mereda pada 1933 pulau Onrust tidak digunakan untuk karantina.
Praja Mangkunegaran pada 1921 juga mendirikan Rumah Sakit Ziekenzorg di sebelah barat Puro Mangkunegaran. Sebagai rumah sakit yang baru pertama kali dibangun di Surakarta, rumah sakit ini mendapat subsidi setiap tahunnya sebesar 5.000 gulden.
Praja Mangkunegaran juga mendirikan poliklinik dan sampai 1924 telah berdiri 8 poliklinik. Pendirian poliklinik kesehatan bertujuan membantu penduduk yang rumahnya jauh dari kota guna memperoleh layanan kesehatan.(Baca juga; Kisah Profesor Sardjito dan Vaksin Temuannya )
Diolah dari berbagai sumber
Arkenas kemdikbud
Disdik Jabar
Puromangkunegaran.com
Lihat Juga: Kisah Cinta Jenderal Sudirman dengan Siti Alfiah, Gambaran Tentang Cinta yang Tak Memandang Harta
(wib)