Kisah Siu Ban Ci Mualaf, Selir Cantik Prabu Brawijaya yang Dipandang Sebelah Mata

Rabu, 07 Agustus 2024 - 15:15 WIB
loading...
Kisah Siu Ban Ci Mualaf,...
Siu Ban Ci selir Raja Majapahit Prabu Brawijaya merupakan putri cantik, terpelajar, halus dan bertatakrama yang memutuskan pindah agama Islam (mualaf). Foto/Istimewa
A A A
SIU Ban Ci selir Raja Majapahit Prabu Brawijaya merupakan putri utusan Raja Dinasti Ming (diperkirakan Kaisar Zheng Tong) yang sangat cantik, terpelajar, halus dan bertatakrama. Dikisahkan, dia kemudian memutuskan pindah agama Islam (mualaf).

Siu Ban Ci dikenal juga Tan Eng Kian atau biasa populer dengan nama Dewi Kian. Awalnya Prabu Brawijaya V yangnerkuasa di Kerajaan Majapahit terpesona akan keanggunan dan pesona Siu Ban Ci.



Dikutip dari buku Brawijaya Moksa Detik-Detik Akhir Perjalanan Hidup Prabu Majapahit, pernikahan mereka pun terlaksana. Namun di titik tertentu pernikahan mereka mengalami pasang surut.

Pada saat itu Prabu Brawijaya V sudah dikaruniai seorang bayi yang sudah dikandung oleh Siu Ban Ci yang kemungkinan berjenis kelamin laki-laki. Hal yang membahagiakan bagi Sang Prabu.

Tetapi sang permaisuri Ratu Dewi Dwarawati atau Dewi Amarati tidak membiarkan pernikahan mereka berjalan baik-baik saja. Sang Ratu mendesak agar Siu Ban Ci segera keluar dari lingkungan istana Majapahit.

Jika tidak dikabulkan oleh Prabu Brawijaya V, maka Ratu Dewi Amarati mengancam akan meninggalkan Sang Prabu kembali ke Negeri Cempa (Thailand).



Hal tersebut rupanya membuat Prabu Brawijaya V tak berdaya, dengan begitu ia harus merelakan kepergian dari Siu Ban Ci menuju tanah Sumatera.

"Benarkah saya harus berpisah dengan Kanda Prabu? Jadi, kami tidak lagi tinggal di kaputren istana Majapahit!"?" ujar Siu Ban Ci.

"Bersabarlah Dewi! Sungguh semua ini demi kebaikan kita semua, termasuk putra kita" hibur Prabu Brawijaya V.

Siu Ban Ci merasa ini seperti kompetisi, tak hanya merebut hati Sang Prabu, tetapi juga untuk merebutkan gelar Permaisuri sejati.

Siu Ban Ci pun luluh dan menerima kenyataan harus pindah ke Sumatera.



"Baiklah Kanda Prabu, jika saya memang harus hengkang dari istana Majapahit, maka akan saya terima semua ini sebagai kenyataan yang mesti hamba jalani," jawabnya.

Prabu Brawijaya V merasa lega atas kelapangan hati Siu Ban Ci, ia berharap suatu saat nanti calon putra yang sedang dikandung oleh Dewi Kian akan menjadi pemimpin besar.

Siu Ban Ci akhirnya dikirim ke Palembang dalam kondisi hamil tiga bulan. Siu Ban Cai dititipkan kepada Adipati Palembang, Arya Damar.

Palembang pada saat itu masih berada di bawah kekuasaan Majapahit dan banyak penduduknya berasal dari China. Dengan menitipkan Siu Ban Cai kepada Arya Damar, Prabu Brawijaya berharap Siu Ban Cai akan lebih betah hidup di Palembang.

Arya Damar, yang merupakan putra Raja Majapahit Bathara Prabu Wikramawardhana dengan seorang selir berdarah China, memiliki nama asli Swan Liong. Arya Damar adalah paman dari Prabu Brawijaya.

Saat dititipkan ke Arya Damar, Siu Ban Ci akhirnya memutuskan untuk mualaf. Keputusan pindah agam ini menjadi momen puncak dari proses pembelajaran agama Islam oleh Siu Ban Ci yang diarahkan langsung oleh Arya Damar.

"Raden, bimbinglah saya untuk memeluk agama Islam, saya merasa cocok dengan Islam, seperti yang Raden Arya Damar dan Dewi Dilah lakukan," tutur Siu Ban Ci di hadapan Arya Damar dikutip dari buku Brawijaya Moksa Detik-Detik Akhir Perjalanan Hidup Prabu Majapahit.

Siu Ban Ci benar benar menyatakan keislamannya dengan tulus kepada Raden Arya Damar.

"Alhamdulillah akhirnya Tuan Putri mendapatkan hidayah juga," ujar Raden Arya Damar menyukuri karunia hidayah bagi Siu Ban Ci.

Begitulah, akhirnya Dewi Kian secara tulus menyatakan syahadat di depan para ulama Kadipaten Palembang, terutama disaksikan langsung oleh Arya Damar.

Siu Ban Ci berpindah agama dari Buddha ke agama Islam tanpa paksaan dari siapa pun.

Dengan demikian, seiring dengan semakin dekatnya Siu Ban Ci akan melahirkan, ia semakin intens mendalami risalah ajaran Islam, terutama menelaah kandungan Al-Qu'ran.

Siu Ban Ci yang dikenal tidak hanya cantik tapi pintar ini pun hanya mempelajari beberapa bulan saja tentang Islam, namun dia sudah menunjukkan tanda-tanda kemajuan yang sangat pesat.

Bukan saja belajar membaca dengan ilmu tajwid, tetapi juga memperdalam kandungan isi Al-Quran dari para ulama Palembang, dan terutama Raden Arya Damar.

Siu Ban Ci merenungkan dalam-dalam pernyataan Arya Damar bahwa janin yang dibacakan Al-Quran akan menjadi cerdas.

Istri selir Prabu Brawijaya V yang baru tergolong mu'alaf itu menyadari terhadap kemurahan ajaran Islam, misalnya terkait dengan menjalankan ibadah salat.

Dari khazanah yang ia pelajari, misalnya seseorang tidak bisa berdiri ketika salat, hendaknya ia duduk. Jika duduk pun tak mampu, maka ia boleh menunaikan ibadah sholat sambil berbaring.

Jika berbaring pun tak kuasa, ia bisa menjalankan salat dengan mempergunakan isyarat mata. Nah, kalau isyarat mata pun tak bisa dikerjakan, maka ia akan disalatkan.

Walaupun tengah hamil besar, namun hal itu tak sampai menghalangi semangat Siu Ban Ci untuk mendapatkan penjelasan mengenai esensi agama Islam.

Suatu hari Siu Ban Ci bertanya kepada Arya Damar mengenai Nabi dan Rasul. "Apa itu Nabi dan Rasul?" tanya Dewi Kian.

"Kalau Nabi adalah orang yang mendapatkan wahyu dari Allah, tetapi untuk dirinya sendiri. Sementara Rasul adalah orang yang mendapatkan wahyu dari Allah, selain untuk dirinya sendiri juga diperuntukkan umat manusia,” jelas Arya Damar.

Siu Ban Ci pun mengangguk sembari memikirkan pertanyaan selanjutnya.

Tapi sepertinya Arya Damar tahu apa yang sedang dipikirkan Dewi Kian seraya menerangkan tentang Siddharta Gautama (Buddha) dan Nabi Muhammad SAW.

"Sidharta Gautama itu diperkirakan salah seorang Nabi di antara 124.000 orang (Nabi) di dunia, sedang Rasul berjumlah 314 orang dan hanya 25 orang Rasul saja yang disebutkan di dalam Al-Qur'an. Tapi dalam hal ini Nabi Muhammad bukan saja seorang Nabi, tetapi juga Rasul Allah yang terakhir. Artinya, setelah Nabi Muhammad, maka tidak ada lagi utusan Tuhan karena sudah disempurnakan dalam agama Islam!" terang Arya Damar.

"Kalau begitu, apakah wahyu Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad itu seperti wahyu yang diterima Sidharta Gautama dulu saat bersemadi di bawah pohon body?" tanya Siu Ban Ci denga polos.

"Ya seperti itulah kira-kira." jawab Arya Damar.

Arya Damar pun berharap setidaknya penjelasannya yang sangat singkat itu dapat membantu Siu Ban Ci untuk cepat memahami agama Islam dengan baik.

Selanjutnya, Prabu Brawijaya pun merelakan Arya Damar menikahi Siu Ban Ci, dengan syarat Siu Ban Ci tidak diapa-apakan sebelum anak dari buah cintanya lahir.

Prabu Brawijaya juga meminta agar bayi yang ada dalam kandungan Siu Ban Ci diberi nama Naraprakosa, yang berarti laki-laki perkasa.

Setelah lahir, buah cinta Prabu Brawijaya dengan Siu Ban Ca diberi nama Raden Hasan, dengan nama China Jin Bun. Ketika dewasa, Raden Hasan melakukan perjalanan ke tanah Jawa untuk menemui ayah kandungnya, Prabu Brawijaya.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1386 seconds (0.1#10.140)