Pusat Perlindungan Orangutan di Berau Kaltim Terancam Aktivitas Tambang Ilegal
loading...
A
A
A
BERAU - Sebanyak 11 individu orangutan yang dirawat di sekolah hutan pusat penyelamatan orangutan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur (Kaltim) terancam aktivitas tambang batu bara ilegal.
Balai Konservasi Sumber daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur berencana memindahkan sebagian dari 11 orangutan di sekolah itu lantaran terganggu dengan aktivitas tambang ilegal.
Kegiatan pertambangan yang dilakukan secara masif, dinilai dapat mengancam keselamatan semua orangutan yang tengah dirawat.
Kepala BKSDA Kaltim, Ari Wibawanto menjelaskan sekolah hutan di Kabupaten Berau berada di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) untuk Hutan Penelitian Labanan.
Hutan tersebut memiliki nilai konservasi tinggi dan meerupakan habitat orangutan. Namun beberapa bulan terakhir, pihaknya menemukan aktivitas tambang ilegal dengan kegiatan membuka hutan yang masif.
“Area sekolah hutan di Labanan seluas 5 hektare, kondisi di lapangan tak jauh dari situ ada kegiatan tambang ilegal. Jaraknya hanya 1 kilo meter, dan dikhawatirkan aktivitas itu akan terus mendekat ke sekolah hutan,” katanya.
Disebutkan Ari, aktivitas pertambangan itu sangat mempengaruhi kegiatan di sekolah hutan. Suara gemuruh dari penggalian dan alat berat terdengar hingga ke sekolah hutan.
Dikhawatirkan orangutan setres dan ketakutan hingga berpengaruh pada Kesehatan semua orangutan.
“Kita tetap pertahankan sekolah hutannya sampai saat ini. Tapi kalau kondisinya terus begini, mau tidak mau kita harus mengambil beberapa opsi,” sebutnya.
Salah satu opsi yang sudah direncanakan adalah memindahkan sebagian orangutan ke daerah yang lebih aman.
“Jika ada gangguan di sekeliling sekolah hutan, maka akan mempengaruhi keberhasilan sekolah hutan itu sendiri. Memindahkan sebagian adalah salah satu opsi yang diambil,” ungkapnya.
Rencananya sebagian orangutan itu akan dipindah ke sekolah hutan yang baru. Lokasinya betrada di perbatasan Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur.
“Kita upayakan memindahkan orangutan yang sudah cukup layak dipindahkan. Tentunya melihat kondisi kesehatannya, usia dan kemandirian selama bersekolah di sekolah hutan,” paparnya.
Balai Konservasi Sumber daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur berencana memindahkan sebagian dari 11 orangutan di sekolah itu lantaran terganggu dengan aktivitas tambang ilegal.
Kegiatan pertambangan yang dilakukan secara masif, dinilai dapat mengancam keselamatan semua orangutan yang tengah dirawat.
Kepala BKSDA Kaltim, Ari Wibawanto menjelaskan sekolah hutan di Kabupaten Berau berada di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) untuk Hutan Penelitian Labanan.
Hutan tersebut memiliki nilai konservasi tinggi dan meerupakan habitat orangutan. Namun beberapa bulan terakhir, pihaknya menemukan aktivitas tambang ilegal dengan kegiatan membuka hutan yang masif.
“Area sekolah hutan di Labanan seluas 5 hektare, kondisi di lapangan tak jauh dari situ ada kegiatan tambang ilegal. Jaraknya hanya 1 kilo meter, dan dikhawatirkan aktivitas itu akan terus mendekat ke sekolah hutan,” katanya.
Disebutkan Ari, aktivitas pertambangan itu sangat mempengaruhi kegiatan di sekolah hutan. Suara gemuruh dari penggalian dan alat berat terdengar hingga ke sekolah hutan.
Dikhawatirkan orangutan setres dan ketakutan hingga berpengaruh pada Kesehatan semua orangutan.
“Kita tetap pertahankan sekolah hutannya sampai saat ini. Tapi kalau kondisinya terus begini, mau tidak mau kita harus mengambil beberapa opsi,” sebutnya.
Salah satu opsi yang sudah direncanakan adalah memindahkan sebagian orangutan ke daerah yang lebih aman.
“Jika ada gangguan di sekeliling sekolah hutan, maka akan mempengaruhi keberhasilan sekolah hutan itu sendiri. Memindahkan sebagian adalah salah satu opsi yang diambil,” ungkapnya.
Rencananya sebagian orangutan itu akan dipindah ke sekolah hutan yang baru. Lokasinya betrada di perbatasan Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur.
“Kita upayakan memindahkan orangutan yang sudah cukup layak dipindahkan. Tentunya melihat kondisi kesehatannya, usia dan kemandirian selama bersekolah di sekolah hutan,” paparnya.
(shf)