14 Tahun BNPT Jadi Momentum Gelorakan Anti Kekerasan
loading...
A
A
A
Akademisi dari Universitas Indonesia (UI) ini beranggapan bahwa Generasi Z dan Alpha tidak bisa didekati dengan pendekatan konvensional seperti seminar dan ceramah.
“Kita harus mengubah cara mengedukasi generasi muda dengan menggunakan artificial intelligence, software terbaru, dan media sosial sehingga mereka aktif, kreatif, dan senang berpartisipasi,” ujarnya.
Pengamat terorisme itu mengungkapkan, urgensi penanggulangan terorisme yang komprehensif memang nyata, dan ini semua harus dimulai dari aspek pendidikan anak-anak Indonesia. Maka dari itu, pendidikan menjadi kunci untuk membentuk karakter generasi muda yang anti kekerasan.
Ridlwan menyadari bahwa peran pendidikan dan teknologi sangat penting, terutama dalam menjaga norma-norma Indonesia dan kebangsaan yang baik. Penerapan hal ini membutuhkan peran BNPT untuk memastikan nilai-nilai tersebut tetap terjaga di media sosial.
Ia menilai, visi Indonesia Emas 2045 adalah tujuan yang besar, baik secara substansi maupun usaha yang dibutuhkan untuk mencapainya.
Moderasi beragama adalah salah satu cara yang digagas agar Indonesia yang memiliki beragam agama dan kepercayaan tidak runtuh karena gesekan horizontal akibat ideologi transnasional.
Wawasan kebangsaan yang kurang dapat menyebabkan mudahnya termakan isu dan akan bermuara pada destabilisasi nasional.
“Menyambut Indonesia Emas 2045, BNPT perlu memelihara narasi bahwa Indonesia itu terdiri dari banyak suku bangsa dan menganut Bhinneka Tunggal Ika. Narasi seperti Ini harus terus-menerus digaungkan, sehingga publik semakin terbiasa mencari persamaan walau dalam banyak perbedaan,” tegas Ridlwan.
Dia menambahkan, persepsi publik terhadap BNPT hari ini jauh lebih membaik. Penggunaan teknologi informasi dan artificial intelligence harus terus ditingkatkan.
Selain itu, strategi penanggulangan terorisme harus dirancang mulai dari metodologi kontranarasi, hingga bagaimana menyadarkan seseorang agar kembali ke NKRI melalui program deradikalisasi.
“Kita harus mengubah cara mengedukasi generasi muda dengan menggunakan artificial intelligence, software terbaru, dan media sosial sehingga mereka aktif, kreatif, dan senang berpartisipasi,” ujarnya.
Pengamat terorisme itu mengungkapkan, urgensi penanggulangan terorisme yang komprehensif memang nyata, dan ini semua harus dimulai dari aspek pendidikan anak-anak Indonesia. Maka dari itu, pendidikan menjadi kunci untuk membentuk karakter generasi muda yang anti kekerasan.
Ridlwan menyadari bahwa peran pendidikan dan teknologi sangat penting, terutama dalam menjaga norma-norma Indonesia dan kebangsaan yang baik. Penerapan hal ini membutuhkan peran BNPT untuk memastikan nilai-nilai tersebut tetap terjaga di media sosial.
Ia menilai, visi Indonesia Emas 2045 adalah tujuan yang besar, baik secara substansi maupun usaha yang dibutuhkan untuk mencapainya.
Moderasi beragama adalah salah satu cara yang digagas agar Indonesia yang memiliki beragam agama dan kepercayaan tidak runtuh karena gesekan horizontal akibat ideologi transnasional.
Wawasan kebangsaan yang kurang dapat menyebabkan mudahnya termakan isu dan akan bermuara pada destabilisasi nasional.
“Menyambut Indonesia Emas 2045, BNPT perlu memelihara narasi bahwa Indonesia itu terdiri dari banyak suku bangsa dan menganut Bhinneka Tunggal Ika. Narasi seperti Ini harus terus-menerus digaungkan, sehingga publik semakin terbiasa mencari persamaan walau dalam banyak perbedaan,” tegas Ridlwan.
Dia menambahkan, persepsi publik terhadap BNPT hari ini jauh lebih membaik. Penggunaan teknologi informasi dan artificial intelligence harus terus ditingkatkan.
Selain itu, strategi penanggulangan terorisme harus dirancang mulai dari metodologi kontranarasi, hingga bagaimana menyadarkan seseorang agar kembali ke NKRI melalui program deradikalisasi.